Ki Hajar Dewantara Menangis

MERDEKA Belajar sukses digaungkan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud-Ristek) Nadiem Anwar Makarim. Kata-kata itu seolah menjadi mantra dalam membangun dunia pendidikan yang ideal di Tanah Air. Merdeka Belajar juga menjadi tema peringatan Hari Pendidikan Nasional pada Mei 2022, yakni Pimpin pemulihan, bergerak Kepada merdeka belajar.

Merdeka Belajar ialah pendekatan pendidikan Kepada mengakomodasi minat siswa dan mahasiswa dalam memilih pelajaran yang disukai mereka. Tujuannya Kepada mengoptimalkan Potensi dan kemampuan mereka sehingga mereka Dapat memberikan sumbangan terbaik bagi bangsa dan negara.

Mas Menteri, demikian sapaan akrab Nadiem Anwar Makarim, pada 2019 menyebutkan salah satu hal yang harus diperhatikan dalam Merdeka Belajar ialah kemerdekaan berpikir. Kemerdekaan berpikir menjadi salah satu fondasi dasar dari program Merdeka Belajar. Mantan pendiri Gojek itu juga menegaskan bahwa kemerdekaan berpikir harus dipraktikkan para guru terlebih dahulu sebelum diajarkan kepada para siswa.

Pendidikan sejatinya tak hanya menyentuh aspek kognitif dan psikomotor, tetapi juga memberikan penguatan pada aspek afektif, yakni Mempunyai Kepribadian yang Bagus. Keberhasilan dalam ranah afektif diperlihatkan dalam kehidupan sehari-hari, meliputi perasaan, sikap, emosi, minat, dan nilai-nilai sosial lainnya.

Ranah afektif juga ditunjukkan dalam menerima stimulus dengan Langkah yang Betul, memberikan respons dalam pembelajaran, kemampuan menilai sesuatu, kemampuan mengelola perbedaan dalam lingkungan sosial, dan kemampuan menghayati atau mengamalkan apa-apa yang sudah diajarkan.

Cek Artikel:  Menyehatkan Jantung Demokrasi

Penguatan ranah afektif juga senapas dengan fungsi dan tujuan pendidikan nasional sebagaimana tertuang dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi Insan beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, Independen, dan menjadi Anggota negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Program Merdeka Belajar juga Sebaiknya memberikan penguatan kepada sikap antikorupsi dalam dunia pendidikan. Singkatnya program Merdeka Belajar, merdeka juga dari praktik lancung. Tengok saja korupsi yang sudah diperangi sejak gerakan reformasi 1998 Rupanya hasilnya nihil. Celakanya Tengah, menurut Indonesian Corruption Watch (ICW), korupsi pada sektor pendidikan masuk lima besar yang disasar aparat penegak hukum, khususnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Berdasarkan kajian ICW, kerugian negara akibat praktik rasywah pada sektor pendidikan sebesar Rp1,6 triliun sepanjang 2016-September 2021. Sebanyak 240 korupsi pendidikan yang ditindak aparat penegak hukum dalam waktu enam tahun terakhir. Dari Bilangan sebanyak itu, korupsi pendidikan terbanyak berkaitan dengan penggunaan Anggaran Sokongan operasional siswa (BOS), Yakni terdapat 52 kasus atau 21,7% dari total kasus.

Cek Artikel:  Selebrasi Jahanam

Selain itu, korupsi pendidikan yang Membangun bulu kuduk merinding ialah pembangunan infrastruktur dan pengadaan barang/jasa infrastruktur, seperti pengadaan Kitab, arsip sekolah, meubelair, perangkat TIK Kepada e-learning, pengadaan tanah Kepada pembangunan fasilitas pendidikan, dan sebagainya.

Korupsi dalam dunia pendidikan tingkat perguruan tinggi yang ditangani KPK lebih miris Tengah. Rektor Universitas Lampung Karomani yang diduga menerima suap sebesar Rp5 miliar terkait penerimaan calon mahasiswa jalur Independen bukanlah pimpinan perguruan tinggi pertama yang dicokok lembaga antirasuah. Kasus suap penerimaan mahasiswa baru di jalur Independen diduga tak hanya terjadi di Unila, sejumlah kampus lain pun para pejabatnya diduga ‘pesta pora’ makan Dana haram dari para calon mahasiswa.

Sebelumnya, beberapa pucuk pimpinan kampus terjerat kasus korupsi, seperti Rektor Universitas Islam Negeri Sumatra Utara Saidurrahman divonis dua tahun penjara dalam kasus korupsi pembangunan gedung kuliah terpadu UIN Sumatra Utara pada 2021. Kerugian dalam kasus tersebut mencapai Rp10,3 miliar.

Selanjutnya Rektor Universitas Airlangga Fasichul Lisan, tersangka kasus korupsi pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Unair pada 2016. Dalam kasus itu, kerugian negara mencapai Rp85 miliar. Tetapi, kasus yang menyeret Fasichul belum Terdapat kelanjutannya hingga Ketika ini.

Cek Artikel:  Tanda Bahaya

Dari beberapa kasus korupsi yang menimpa dunia pendidikan, kita Dapat Menyantap korupsi sudah menggerogoti pilar-pilar Krusial berbangsa dan bernegara. Dunia pendidikan sudah Enggak steril dari korupsi, bahkan menjadi episentrum dari banalitas korupsi. Praktik telanjang bulat kasus suap penerimaan peserta didik baru (PDDB) setiap tahun ajaran baru Kepada menembus sekolah negeri dan patgulipat nilai mahasiswa, hingga program magister dan doktoral abal-abal juga menjadi praktik ‘lumrah’ yang Dapat disaksikan siapa pun.

Menyantap hal itu, Ki Hajar Dewantara atau Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia yang juga pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia pada Era penjajahan Belanda tentu akan menangis. Koruptor, menurut Bapak Pendidikan Nasional itu, ialah sama dengan pengkhianat bangsa. “Saya hanya orang Lumrah yang bekerja Kepada bangsa Indonesia dengan Langkah Indonesia. Tetapi, yang Krusial Kepada kalian, yakini sesaat pun Saya tak pernah mengkhianati tanah air dan bangsaku, lahir maupun batin Saya tak pernah mengorup kekayaan negara,” begitu kata KI Hajar Dewantara dalam sebuah kutipan yang terpampang di Museum Sumpah Pemuda, Jalan Kramat Raya No 106, Jakarta Pusat. Tabik!

Mungkin Anda Menyukai