
SEPEKAN sekali khotbah disampaikan kepada kaum muslimin sebagai salah satu syarat Absah salat Jumat. Juga dalam setahun terdapat dua khotbah yang disimak ratusan, bahkan ribuan jemaah sekaligus setelah salat Idul Fitri dan Idul Adha. Khotbah berperan strategis Kepada mencerdaskan umat, memberi Kesadaran atas persoalan social dan keagamaan kontemporer.
Mayoritas kita menyadari peran sentral khotbah sebagai media dakwah dan tarbiyah. Tetapi, tampak Lagi sedikit yang Betul-Betul memanfaatkan Kesempatan itu dengan Berkualitas. Sayang sekali khotbah dilakukan sebatas rutinitas dan pemenuhan rukun ibadah. Bahkan, sempat muncul khotbah-khotbah destruktif. Terdapat aneka bukti yang membenarkan argumen ini.
Penelitian Erwin Jusuf Thaib (2015) mengungkapkan bahwa khotbah Jumat di setiap Kecamatan Talaga Jaya, Kabupaten Gorontalo, kurang sistematis dan relevan dengan kebutuhan dan permasalahan Konkret yang dihadapi para jemaah. Pun di masjid kampus dan disampaikan khatib berpendidikan tinggi, Yusuf Hamdan (2007) mendapati kecenderungan khotbah yang bertele-tele dan kurang Mempunyai kesatuan gagasan sehingga sulit dipahami.
Lebih parah Kembali ditengarai banyak khotbah bernuansa politik praktis jelang pemilihan Biasa. Khotbah berisi pesan kampanye terselubung dan Bukan jarang mengandung ujaran kebencian kepada Kekasih calon tertentu. Sempat viral video jemaah salat Idul Fitri 1440 Hijriah di Kecamatan Trucuk, Kabupaten Klaten, mendadak bubar karena khatib menyampaikan khotbah berbau politik. Kasus itu terjadi pada tahun politik 2019 dan diharapkan Bukan terulang kejadian serupa nanti di tahun politik 2024.
Seorang khatib yang Ingin berkhotbah, sebetulnya Ketika ini dapat dengan mudah menemukan naskah-naskah yang bertebaran di dunia maya. Tetapi, menjadi persoalan Kembali ketika, Apabila dicermati dengan saksama, mayoritas naskah ditulis dengan minim struktur. Mendesak Kepada membuka diskursus tentang khotbah yang lebih terstruktur dan kontekstual sebagai ijtihad memaksimalkan fungsi khotbah dalam mencerahkan dan memajukan peradaban umat. Semangat berijtihad meneruskan spirit Istimewa yang digencarkan KH Ahmad Dahlan sejak mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah pada 1912.
Artikel ini mengonseptualisasi Khotbah Berkemajuan sebagai khotbah dengan naskah teratur dan materi bermakna. Artikel Bukan bermaksud mengotak-atik rukun khotbah yang sudah diatur syariat. Konsern Istimewa semata-mata berkaitan dengan struktur naskah dan materi khotbah. Teruntuk khotbah Jumat, hal ini khususnya menyangkut khotbah pertama.
Naskah teratur
Khotbah bersifat text-based speech, khatib sangat bergantung pada naskah. Mempunyai naskah dengan struktur representatif sangat krusial Kepada menyajikan konten yang sistematis dan logis. Teori segitiga retorika dari filsuf ternama Aristoteles dengan tegas menekankan bahwa selain ethos (kredibilitas khatib) dan pathos (unsur emosional dan kebermanfaat), logos (kelogisan pesan) merupakan bagian Krusial dari sebuah pidato. Keteraturan naskah menjadi kunci efektivitas penyampaian pesan khotbah.
Naskah Khotbah Berkemajuan mengindahkan struktur pembuka, inti, dan Konklusi. Pembukaan, sebagai momen awal Kepada menarik perhatian mustamik supaya mendengar khotbah hingga akhir, menyuguhkan pesan sentral, atau setidaknya mengindikasikan beberapa poin pembahasan.
Indikasi setiap poin yang akan dibahas memudahkan mustamik mengikuti dan memahami isi khotbah dengan Berkualitas. Bagian itu juga harus memuat latar belakang dan justifikasi urgensi masalah (John Swales, 1990) yang diangkat dalam khotbah. Mustamik perlu disuguhkan informasi tersebut supaya Pandai mencerna materi secara lebih kontekstual.
Pesan pada bagian inti disajikan secara terpola dan argumentatif. Pola organisasi pesan dalam sebuah teks Berbagai Ragam, mulai Percakapan dan opini, masalah dan solusi, Alasan dan akibat, kelebihan dan kekurangan, hingga positif dan negatif. Beberapa pola tersebut sudah sangat standar, semisal mendiskusikan sebuah topik harus dibubuhkan opini, mengangkat permasalahan disertai dengan solusi, dan seterusnya.
Teks inti harus memunculkan pemaknaan lebih mendalam atas kutipan ayat Al-Qur’an dan hadis. Kebiasaan hanya membacakan Arti dari kutipan sebaiknya mulai dikurangi dengan memperbanyak interpretasi.
Konklusi diberikan lebih menyeluruh. Dimulai dengan mengemukakan kembali pendapat Istimewa dari bagian pembukaan dan menyoroti poin-poin Krusial dari bagian inti Kepada menyuguhkan intisari khotbah. Konklusi diakhiri dengan kalimat penutup berupa panggilan yang menggerakkan hati, saran yang bermanfaat, atau pernyataan yang menggugah pikiran. Meski posisinya di bagian akhir, Konklusi Bukan boleh diremehkan, Malah pesan yang tersaji pada bagian itu lebih melekat di ingatan mustamik.
Akan berakibat fatal Apabila pembuka, inti, dan Konklusi khotbah Bukan dikemas dengan apik. Khotbah yang dibuka hanya dengan menyebutkan judul atau tema mengakibatkan ketidaksiapan kondisi mental Kepada memproses informasi (Robert M Gagne, 1988) yang disampaikan khatib. Inti khotbah yang menguraikan topik secara mengalir Bukan berpola, mengurangi tingkat kefokusan mendengarkan khotbah.
Pesan khotbah yang berpola memfasilitasi konsentrasi mustamik Kepada mengikuti tahap demi tahap pembahasan dengan alur yang Terang.Penyajian Konklusi yang kurang komprehensif hanya berisi ujaran Asa akan kebermanfaatan seperti kata-kata “Semoga khotbah ini bermanfaat,” seolah memaksa mustamik memilih sendiri take-away messages dari serangkaian isi khotbah.

MI/Seno
Materi bermakna
Materi merupakan roh dari sebuah khotbah. Jemaah mengidamkan isi khotbah inovatif dan praktis penuh Arti. Tetapi, Asa itu tak ayal Lagi seperti pungguk merindukan rembulan, konten khotbah cenderung berulang, dan kurang menyentuh. Hasil karya materi khotbah mutlak diperlukan.
Khotbah Berkemajuan menawarkan pembaruan dan relevansi materi. Akidah, syariah, dan akhlak menjadi topik Biasa yang cenderung dibahas secara tekstual perlu dibawakan secara lebih kontekstual. Upaya itu menantang para khatib Kepada mempersiapkan naskah khotbah dengan banyak membaca dan melalui riset isu-isu mutakhir. Materi memuat interpretasi baru, yang tentu tetap berlandaskan Al-Qur’an dan hadis, menyuguhkan Islam Berkemajuan: Menyemaikan benih-benih kebenaran, kebajikan, kedamaian, keadilan, kemaslahatan, kemakmuran, dan keutamaan hidup secara Bergerak bagi seluruh umat Sosok (Haedar Nashir, 2022).
Demikian menunjukkan Religi Bukan terlihat klasik dan kaku, tetapi Malah Pandai dijadikan perisai Kepada menjawab tantangan Era.
Khotbah Berkemajuan Mempunyai argumen tajam Kepada meningkatkan relevansi materi. Aplikasi teori Stephen E Toulmin (2006), yang merinci kompisisi argumen menjadi enam bagian: claim (klaim), grounds (Dalih), warrant (jaminan), qualifier (kualifikasi), rebuttal (bantahan), dan backing (dukungan), dapat mempertajam gagasan. Sebagai Teladan, menyikapi kasus Andi Pangerang Hasanuddin yang mengancam Kepada membunuh Penduduk Muhammadiyah melalui komentar di media sosial (23/4/2023), sangat relevan mengangkat materi urgensi menjaga lisan.
Seorang khatib ketika menyerukan pentingnya menjaga lisan (claim), perlu diiringi dengan fakta, bahwa banyak masalah hukum yang disebabkan karena seseorang Bukan Pandai menjaga lisannya (grounds), diperkuat bahwa menjaga lisan dapat melindungi (warrant) terutama diri sendiri dan orang lain (qualifier). Dipertajam dengan argumen berlawanan bahwa Bukan perlu menjaga lisan bagi orang-orang yang Bukan mau selamat dunia dan akhirat (rebuttal). Kemudian, didukung misalkan dengan hadis Al-Bukhari yang menyatakan bahwa, “Keselamatan Sosok tergantung pada kemampuannya menjaga lisan,” (backing).
Khotbah Berkemajuan konstruktif penuh hikmah. Khotbah-khotbah destruktif, berunsur provokasi, dan memuat ujaran kebencian, Bukan termasuk kategori khotbah yang berkemajuan. Islam memang Bukan Pandai dipisahkan dari unsur politik karena banyak ayat Al-Qur’an dan hadis bermuatan pendidikan politik. Menuju tahun politik 2024, materi khotbah kepemimpinan menurut ajaran Religi Islam Malah dibutuhkan, yang harus dihindari ialah secara eksplisit menyebutkan seorang kandidat dan menyudutkan kandidat lain.
Khatib dari kalangan Muhammadiyah dapat menjadi agen pembaru, mempromosikan khotbah yang membangun dan santun. Merujuk tulisan Ridho Al-Hamdi mengenai Intelek Politik Muhammadiyah (Media Indonesia, 10/5/2023), kader Mempunyai pilihan Intelek skripturalis-rasional (Bukan terlibat dalam politik praktis) atau Intelek substansialis-pragmatis (memperjuangkan misi Muhammadiyah dalam politik praktis melalui partai politik dan pemilu). Kedua kategori Intelek mengindikasikan dua lintasan dakwah berbeda.
Terlepas menganut Intelek yang mana, kader diharapkan Kukuh pada satu prinsip dakwah, “Serulah (Sosok) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang Berkualitas dan bantahlah mereka dengan Metode yang Berkualitas,” (penggalan Arti surat An-Nahl, ayat 125). Memelopori khotbah-khotbah konstruktif yang berkemajuan Kepada mengikis khotbah-khotbah destruktif yang terbelakang.
Upaya masa depan
Konseptualisasi Khotbah Berkemajuan perlu dikaji lebih lanjut secara empiris. Keefektivan struktur, terutama mengenai pola organisasi pesan inti khotbah menarik Kepada dieksplorasi, sekiranya topik apa yang cocok disampaikan dengan pola Percakapan-opini, masalah dan solusi, Alasan dan akibat, kelebihan dan kekurangan, positif dan negatif, atau gabungan di antaranya.
Sebagai bagian dari penelitian dan pengembangan konsep Khotbah Berkemajuan, strategi yang telah dikemukakan Pandai mulai didiseminasikan melalui pelbagai kesempatan pelatihan khatib. Sejauh ini, pelatihan khotbah Jumat Lagi sebatas memahami syariat (syarat, rukun, sunah) khotbah dan praktik berkhotbah. Tampak Lagi jarang materi pelatihan yang membahas bagaimana memilih dan memilah materi serta menata pesan khotbah.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah melalui majelis terkait serta organisasi keagamaan lain perlu mendesain ulang kurikulum pelatihan dai dan khususnya khatib, diarahkan ke peningkatan keterampilan pengembangan naskah khotbah selain ke pemahaman syariat dan penguasaan materi tentunya. Sesunggunya, hal itu mewarisi tradisi para ulama terdahulu yang terbiasa menuliskan hasil pemikiran orisinal Kepada mengasuh peradaban.

