PEKAN Lewat, saya menyimak cerita dari dua pedagang mobil bekas dalam kesempatan berbeda. Kendati waktu perjumpaan dengan kedua sohib itu berbeda, dua-duanya punya ‘materi kisah’ yang sama: mengeluhkan Bilangan penjualan mobil bekas yang anjlok bulan ini Kalau dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya. Bahkan, keduanya terpaksa menjual rugi mobil bekas yang mereka pasarkan karena sudah terlalu Pelan ngendon di garasi.
Pekan-pekan sebelumnya, kisah nestapa berupa keluhan lesunya pembeli juga disampaikan beberapa Sahabat yang berbisnis perdagangan hewan kurban. Omzet mereka turun drastis, hingga 30% Kalau dibandingkan dengan perdagangan hewan kurban tahun Lewat. Di antara mereka Terdapat yang terpaksa menjual hewan kurban secara ‘pas banderol’ alias tak dapat untung daripada sapi dan kambing menumpuk di kandang.
Dua keluhan dari dua jenis pedagang berbeda itu kiranya jadi cermin bahwa perekonomian kita sedang Tak Berkualitas-Berkualitas saja. Memang Terdapat satu dua bisnis yang sedang tinggi gairahnya, contohnya perdagangan beras dan minyak goreng. Tetapi, itu bersifat musiman. Jarang yang Dapat terjaga atau permanen bergairah sepanjang tahun. Selain itu, jenis barang yang diperdagangkan dua bisnis itu memang kebutuhan dasar, yang mau Tak mau harus dibeli Meski kadang dengan Langkah mengutang.
Tetapi, secara Lazim, kelesuan ekonomi yang dikeluhkan para pedagang memang dirasakan di mana-mana. Terdapat yang mencoba menyangkal sembari bertanya, “Ah, masa?” Buat para penyangkal, saya Ingin memaparkan survei konsumen Bank Indonesia terbaru yang dilakukan pada Mei 2025 dan dirilis pekan ini. Survei itu mengindikasikan optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi memang menurun. Ekonomi sedang lesu, begitu Hasil ringkas saya atas hasil survei BI tersebut.
Berdasarkan survei itu, indeks keyakinan konsumen alias IKK pada Mei 2025 berada di level 117,5. Posisi itu lebih rendah daripada IKK bulan sebelumnya yang berada di Bilangan 121,7. Optimisme konsumen pada periode tersebut bersumber dari keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi Begitu ini. Selain itu, juga terhadap kondisi ekonomi ke depan.
Dengan indeks yang lebih rendah, konsumen merasa Tak sepenuhnya Serius terhadap Pendapatan mereka sekarang atau ke depan Dapat mengamankan kebutuhan hidup secara penuh. Mereka khawatir terhadap prospek pekerjaan, usaha, atau kondisi ekonomi secara nasional. Itu persis seperti keluhan para penjual mobil bekas dan pedagang hewan kurban yang saya kisahkan di awal tulisan ini.
Bilangan IKK yang menurun menunjukkan konsumen lebih berhati-hati membelanjakan Dana, terutama Buat pengeluaran besar dan barang-barang tahan Pelan seperti elektronik, kendaraan, perabot rumah tangga. Meski begitu, BI menilai Bilangan tersebut Tetap menunjukkan level keyakinan konsumen relatif Tetap terjaga karena skor indeksnya Tetap di atas 100.
Hal itu, kata BI, tecermin dari indeks kondisi ekonomi atau IKE Begitu ini dan indeks ekspektasi konsumen alias IEK yang tercatat Tetap sebesar 106,0 dan 129,0. Tetapi, Bilangan IKE dan IEK itu juga merosot Kalau dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang masing-masing tercatat sebesar 113,7 dan 129,8.
Keyakinan memang Tetap terjaga di Segala Golongan pengeluaran. Tetapi, perkembangan optimisme tersebut menurun Kalau dibandingkan dengan kondisi bulan sebelumnya, juga Buat seluruh Golongan pengeluaran. Jadi, laju keyakinan konsumen kita mulai tersendat. Wajar bila mereka menahan belanja. Tak mengherankan bila mereka ‘tengok kanan tengok kiri, lihat atas-Dasar hingga samping’ sebelum membelanjakan Dana mereka.
Survei BI itu juga merekam bahwa rata-rata proporsi pendapatan konsumen Buat konsumsi atau average propensity to consume ratio tercatat sebesar 74,3%. Bilangan itu juga lebih rendah Kalau dibandingkan dengan proporsi pada bulan sebelumnya, Adalah sebesar 74,8%. Sementara itu, proporsi pembayaran cicilan atau utang meningkat tipis menjadi 10,8% pada Mei 2025 dari 10,5% pada bulan sebelumnya. Sedangkan proporsi pendapatan konsumen yang disimpan alias ditabung relatif Konsisten sebesar 14,9%.
Proporsi konsumsi terhadap pendapatan terindikasi turun pada seluruh Golongan pengeluaran, kecuali pada Golongan pengeluaran di atas Rp 5 juta. Sementara itu, Bagian pendapatan yang ditabung mengalami peningkatan Buat Golongan pengeluaran Rp1-Rp2 juta dan Rp4,1-Rp5 juta. Itu artinya masyarakat Dasar memilih menahan belanja dan menabung Pendapatan karena keyakinan akan perekonomian hari esok yang Membangun gamang.
Maka itu, apa yang mestinya dilakukan pemerintah? Para Spesialis sebenarnya sudah memberikan kunci jawaban atas pertanyaan itu, yakni meningkatkan pendapatan masyarakat dan menciptakan kondisi yang mendorong masyarakat Buat membelanjakan Dana mereka guna membeli barang dan jasa.
Begawan ekonomi dunia, John Maynard Keynes, pernah mengatakan bahwa pengeluaran konsumsi tergantung pada besarnya pendapatan. Konsumsi cenderung lebih kecil daripada pendapatan. Seseorang Dapat melakukan tambahan konsumsi (marginal propensity to consume) dalam jumlah besar Kalau pendapatannya besar juga.
Teori serupa dikemukakan oleh Spesialis statistik dan ekonom Jerman bernama Ernst Engel. Menurut hukum Engel, peningkatan konsumsi masyarakat dapat dicapai dengan meningkatkan pendapatan dan kemudian mengubah pola konsumsi. Begitu pendapatan meningkat, masyarakat cenderung membelanjakan lebih sedikit dari pendapatan mereka Buat makanan dan lebih banyak Buat barang dan jasa lain.
Pemerintah Niscaya punya banyak Langkah Buat meningkatkan pendapatan masyarakat ini. Terdapat Langkah meningkatkan produktivitas melalui pendidikan, pelatihan, dan investasi dalam teknologi; Dapat dengan menciptakan lapangan kerja baru, Berkualitas melalui sektor publik maupun swasta; atau melalui kebijakan fiskal yang pro konsumsi seperti pemberian Insentif pajak.
Tetapi, itu Segala dengan syarat dan ketentuan berlaku, yakni mengakui bahwa perekonomian sedang melesu. Kerap menyangkal dengan selalu menyebutkan bahwa perekonomian Tetap Berkualitas-Berkualitas saja, ekonomi Tetap tumbuh Berkualitas ketimbang negara lain di Golongan yang sama, fundamen ekonomi kita cukup tahan, dan seterusnya, Terang penyakit yang mesti segera diobati. Berhentilah menyangkal, Segera ambil tindakan.

