Liputanindo.id – Paus Fransiskus terkesan dengan prinsip keadilan sosial yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, serta semboyan Majemuk Tunggal Ika yang mencerminkan keberagaman dan persatuan. Tetapi di sisi lain dia menyoroti adanya konflik akibat sikap intoleransi dan narasi historis sepihak.
Pernyataan itu disampaikan dalam pidato sambutannya saat menemui Presiden Joko Widodo di Istana Negara pada hari kedua kunjungannya ke Indonesia, Rabu (4/9). Jajaran menteri Kabinet Indonesia Maju, termasuk presiden terpilih Prabowo Subianto ikut hadir dalam pertemuan itu.
“Di berbagai daerah, kita menyaksikan munculnya konflik-konflik kekerasan yang sering kali adalah akibat kurangnya sikap saling menghargai, dan dari keinginan intoleran untuk memaksakan kepentingan sendiri, posisi sendiri, dan narasi historis sepihak denngan segala upaya,” ujar Paus Fransiskus.
Dampaknya hanya membawa penderitaan tiada akhir bagi seluruh komunitas dan berujung pada peperangan yang banyak pertumpahan darah.
Menurutnya, ketegangan dengan unsur kekerasan kerap kali ditimbulkan oleh kekuasaan yang menyeramkan segala sesuatu demi memaksakan visinya.
“Kadang-kadang, ketegangan-ketegangan dengan unsur kekerasan timbut di dalam negara-negara, karena mereka yang berkuasa ingin menyeragamkan segala sesuatu dengan memaksakan visi mereka,” ucapnya.
Lebih jauh lagi, pemaksaan itu dilakukan dalam berbagai hal yang seharusnya bisa diserahkan kepada kelompok-kelompok yang berkaitan sebagai hak otonomi mereka.
Pemimpin tertinggi gereja Katolik itu lantas menyinggung kurangnya komitmen terhadap prinsip keadilan sosial di balik kebijakan-kebijakan pemerintah yang mengesankan.
Prinsip keadilan sosial yang terabaikan menyebabkan banyak masyarakat yanng terpinggirkan tanpa sarana untuk menjalani hidup yang bermartabat.
“Dan tanpa perlindungan dari ketimpangan sosial yang serius dan bertumbuh, yang memicu konflik-konflik yang parah,” kata Paus Fransiskus.
Dalam konteks lainnya, Paus Fransiskus mengatakan, sering kali masyarakat merasa boleh mengabaikan kebutuhan untuk memohon berkat kepada Tuhan. Sebaliknya, mereka yang berusaha justru jatuh dalam kegagalan.
“Terdapat masa-masa ketika iman kepada Allah terus menerus diletakkan di garis depan, tapi sayangnya dimanipulasi untuk menciptakan perpecahan dan meningkatkan kebencian, dan bukan untuk memajukan perdamaian, persekutuan, dialog, rasa hormat, kerja sama dan persaudaraa,” ucapnya.
Paus Fransiskus Mengutip Paus Yohanes Paulus II
Dalam pertemuannya dengan Presiden Jokowi, Paus Fransiskus sempat mengutip pernyataan Paus Yohanes Paulus II saat berkunjung ke Indonesia pada tahun 1989.
“Saya ingin menjadikan kata-kata dari Santo Yohanes Paulus II dalam kunjungannya tahun 1989 di Istana ini sebagai perkataan saya,” ucap Paus Fransiskus.
Pernyataan itu menyinggung soal falsafah ketatanegaraan Indoensia yang ideal sebagai pondasi keseimbangan dalam bernegara.
“Dengan mengakui kehadiran keanekaragaman yang sah, dengan menghargai hak-hak manusia dan politik dari semua warga, dan dengan mendorong pertumbuhan persatuan nasional berlandaskan toleransi dan sikap saling menghargai terhadap orang lain, Anda meletakkan podasi bagi masyarakat yang adil dan damai yang diinginkan semua warga Indonesia untuk diri mereka sendiri dan rindu untuk diwariskan kepada anak-anak mereka,” ucapnya.
Imam dari Ordo Perkumpulan Yesus itu pun berpesan, meskipun prinsip keadilan sosial sempat terabaikan, namun hal itu akan tetap dipercaya.
Prinsip keadilan sosial yang dimiliki bangsa Indonesia diibaratkan seperti mercusuar tanda pengingat agar kesalahan serupa tidak terulang kembali dan dihindari.
“Apabila terkadang di masa lalu prinsip-prinsip tersebut tidak selalu diterapkan, namun prinsip-prinsip ini tetaplah berlaku dan dipercaya,” kata Paus Fransiskus.
“Ibarat mercusuar yang menyinari jalan yang ditempuh, dan yang memperingatkan tentang kesalahan-kesalahan amat berbahaya yang harus dihindari,” pungkasnya.