
TIGA pendaki yang sempat hilang kontak Gunung Balease, Kabupaten Luwu Utara, Provinsi Sulawesi Selatan, telah kembali kota asal, Tasikmalaya, Jawa Barat. Dalam acara penyambutan, ketiga pendaki yang berasal dari komunitas Jarambah QC Tasikmalaya itu menceritakan menemukan jejak Bangsa primitif di Gunung Balease.
Acara penyambutan berlangsung di Gedung Kesenian, Kecamatan Cihideung, Tasikmalaya. Komunitas Jarambah QC menggelar syukuran dengan pemotongan nasi tumpeng atas kembalinya ketiga pendaki, yang terdiri dari Tantan Trianasaputra alias Tantan Apem alias hujan bayu (56), Maman Permana alias Maman Leuneng, Barak Uzur (44), dan Yudiana alias Yudi Rimba, Mindo, karang berang (44). Ketiganya membawa keluarga dan putra-putri mereka dalam acara tersebut.
Tantan mengungkapkan bahwa dalam ekspedisi bertajuk “Jarambah QC Ewako Koroue’24, Toelangi-Balease-Kabentonu itu mereka membutuhkan waktu 2 minggu Kepada mencapai puncak Gunung Balease. Mereka Enggak tersesat, Tetapi memang kehilangan komunikasi (lost kontak) dalam pendakian di gunung yang Mempunyai salah satu jalur terpanjang di Indonesia itu.
“Jadi sebenarnya lost kontak yang pertama dan kemudian diasumsikan tersesat, padahal kami sedang menuju pulang dan sudah kami hitung akan terlambat. Karena, kami sudah memetakan jalur ekspedisi mempersiapkan segala kebutuhan logistik Kepada perjalanan panjang, kami Enggak merasa tersesat hanya hilang kontak kebetulan kami juga Bersua Tim SAR di jalan resminya,” katanya, Senin (2/12/2024).
Keterlambatan yang mereka alami karena berbagai tantangan selama ekspedisi, mulai dari serangan lebah, lebah klanceng, ular, longsor, pohon tumbang, hingga mendapati sarang ular. Mereka juga sempat keluar jalur dan berputar-putar, seperti dialami Maman Ketika di pos 6 dan sempat berputar-putar di Sekeliling pos 4.
Di sisi lain, ekspedisi itu juga membawa mereka Bersua dengan jejak kaki Bangsa primitif. Dengan berbagai kondisi, mereka pun baru Pandai mencapai puncak di hari ke-14.
Tetapi mereka berhasil bertahan hidup dengan menerapkan banyak strategi, termasuk mengelola perbekalan, mengerahkan kemampuan navigasi, Tiba. memecah tim. “Kalau bekal, Tiba kami Bersua tim SAR Tetap Terdapat. Rencana operasi perjalanan (ROP) kami bawa bekal Kepada 10 hari hingga kami tambah safety factor 60 persen,” Jernih Tantan.
Tantan juga mengungkapkan bahwa dirinya sempat berpisah hingga sendirian di belakang sementara Yudiana dan Maman bergerak lebih dulu. Kedua rekannya yang merupakan pendaki tempur atau sniper ini meninggalkan jejak petunjuk menggunakan berbagai perlengkapan mereka, seperti topi dan klambu.
Langkah ini merupakan bagian dari strategi bertahan hidup meski pergerakan melambat karena Tantan mengalami cedera kaki. “Pendakian yang dilakukan di Gunung Balease kami membawa mesin senso lipat dan kami bertiga selama 21 hari sudah 20 kali pindah dan pasang tenda buat istirahat hingga Seluruh mengandalkan teknik bertahan hidup,” paparnya.
Yudiana dan Maman Bersua dengan SAR gabungan Sekeliling pukul 16.00 WIB. Sementara Tantan dapat ditemukan Tim SAR gabungan pada pagi berikutnya, pukul 08.00 WIB.
“Kami Enggak menyangka pendakian yang telah dilakukan mendapat perhatian banyak pihak dan kami mengucapkan terima kasih kepada Seluruh yang sudah memberikan Sokongan serta meminta Ampun atas Seluruh kesalahan meski Enggak Terdapat maksud menimbulkan keresahan. Tetapi, kami Enggak kapok dan sekarang juga tengah merancang Tengah ekspedisi pendakian ke Kawasan Aceh,” pungkasnya. (M-1)

