
HINGGA kini, penyelesaian masalah Over Dimension Overload (ODOL) belum juga menemukan solusinya. Terdapat beberapa persoalan mendasar yang menjadi perhatian pemerintah sebelum menerapkan Zero ODOL. Apabila itu Enggak dibenahi, maka persoalan ODOL diperkirakan akan Lanjut terjadi.
Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Agus Taufik Mulyono mengatakan, salah satu problem yang harus diselesaikan pemerintah adalah masalah status dan fungsi jalan yang Lagi karut-marut dan Enggak Terang. Sementara, ketika mengangkut barang dari pabrik ke tempat tujuannya, truk-truk tersebut akan melewati jalan yang statusnya beda, mulai jalan desa, kabupaten, kota, provinsi, dan arteri (nasional).
“Hal tersebut merupakan problem klasik yang Lagi belum diselesaikan hingga Ketika ini,” ungkapnya, Kamis (21/11).
Ketika melalui jalan yang berbeda-beda itu, menurutnya, truk-truk itu Enggak mungkin akan menurunkan barang-barang bawaannya Ketika akan pindah jalan. Apalagi, Ketika membongkar muatannya itu, dibutuhkan yang namanya terminal handling sebagai tempat Buat mengumpulkan barang-barang yang kelebihan muat.
“Masalahnya, terminal handling ini Enggak pernah Terdapat karena memang Enggak diwajibkan dalam undang-undang,” tukas Agus.
Fakta-fakta tersebut yang menurut Agus akhirnya Membangun jalan-jalan itu, khususnya jalan yang Terdapat di kabupaten banyak yang rusak karena harus dilalui truk-truk besar. “Jadi, karut-marut antara kelas, fungsi dan status jalan inilah sebetulnya yang menjadi penyebab hancur-hancuran jalan itu. Artinya, penerapan kelas jalan itu Enggak sesuai dengan penerapan status jalannya,” tukas Agus.
Agus mengatakan karut-marutnya kelas, fungsi, dan status jalan itu tersebut terjadi lantaran Enggak adanya keselarasan antara UU Jalan dengan UU Lewat Lintas Enggak pernah Klop. “Kelas jalan, dikaitkan dengan fungsi jalan, dikaitkan status jalan, Enggak pernah ketemu. Jadi, masalah ODOL ini Enggak akan pernah Bisa diselesaikan. Mau diselesaikan Mengenakan apa?” ucapnya.
Buat Bisa menjalankan kebijakan Zero ODOL, juga diperlukan pembenahan terhadap sumber daya Orang (SDM) dan perangkat peralatannya di jembatan timbang. Apabila itu belum dilakukan maka akan sulit bagi Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Buat menerapkan kebijakan tersebut.
Member Dewan Ahli Gerindra sekaligus praktisi transportasi dan logistik, Bambang Haryo Soekartono mengatakan, jumlah sumber daya Orang (SDM) di jembatan timbang itu sangat kurang dan peralatannya juga banyak yang sudah rusak. Selain itu, dari total 141 jembatan timbang di seluruh Indonesia, Tiba dengan sekarang ini hanya 25 jembatan timbang yang dibuka. Dan itupun Enggak beroperasi 24 jam, tapi hanya 8 jam saja. “Ini kan sama saja dengan Dusta Apabila mau secara serius menerapkan Zero ODOL,” ujar Haryo yang juga menjadi Member Komisi VII DPR RI.
Dengan kondisi seperti itu, menurut Haryo, itu menunjukkan bahwa Kemenhub Enggak Mempunyai sumber daya Orang yang cukup. “Kalau Enggak Mempunyai personil yang cukup, Enggak mungkin Zero ODOL Bisa dilaksanakan. SDM -nya aja nggak Terdapat kok,” ucapnya.
Jadi, katanya, jembatan timbang itu harus dibenahi terlebih dulu, terutama sumber daya Orang dan perangkat peralatannya. “Kalau belum, ya memang sulit kalau mau menerapkan Zero ODOL ini,” tandasnya.
Selain jembatan timbang, menurut Haryo, yang perlu dibenahi lainnya adalah daya dukung jalan. Dia mengungkapkan daya dukung jalan atau muatan sumbu terberat (MST) kelas 1 di Indonesia hanya 10 ton. Sementara, di negara lain seperti China sudah mencapai 100 ton, Jepang dan Eropa 75 ton. “Artinya, jalan-jalan yang Terdapat sekarang harus dibongkar Segala. Konstruksinya harus kuat,” tukasnya.
Dosen Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung (ITB), Sony S. Wibowo, mengatakan kerusakan jalan yang terjadi Enggak selalu disebabkan karena adanya beban berlebih yang melewatinya. Menurutnya, pengaruh beban berlebih pada jalan itu baru akan terasa dalam satu tahun ke depan.
“Banyak orang mengatakan jalan rusak Lewat berkilahnya itu karena beban, itu Enggak Betul. Kalau jalan itu dibangun dengan Betul, pengaruh beban berlebih pada jalan itu baru terasa setahun kemudian. Jadi, Enggak langsung rusak seperti yang sering terjadi selama ini,” ujarnya.
Dia menuturkan Terdapat beberapa aspek yang Bisa menyebabkan masalah kerusakan jalan. Di antaranya karena kualitas pekerjaannya, kualitas materialnya dan juga karena beban. Tapi, katanya, kalau suatu jalan itu rusak karena beban, itu biasanya terjadinya Enggak segera.
“Jadi, misalnya jalan yang baru saja diperbaiki kemudian dalam waktu 2-3 bulan sudah rusak, itu Dekat dipastikan bukan karena beban. Itu Dekat dipastikan karena kualitas pekerjaan atau juga penggunaan material yang Enggak baik, atau dua-duanya. Sudah materialnya Enggak baik, kualitas pekerjaannya juga jelek,” katanya.