TIM arkeolog dari Universitas Katolik Leuven (KU Leuven) dan Royal Belgium Institute of Natural Sciences di Belgia melaporkan adanya praktik pemakaman Istimewa yang dilakukan oleh masyarakat era Kekaisaran Romawi awal di Daerah yang kini menjadi barat daya Turki.
Dalam makalah yang diterbitkan di jurnal Antiquity pada 21 Februari, tim ini menjelaskan Intervensi mereka terkait Posisi pemakaman serta artefak. Tim tersebut meneliti situs yang berada di Sagalassos, dengan artefak-artefak di Posisi tersebut diperkirakan berasal dari Sekeliling tahun 100 Masehi hingga 150 Masehi.
Artefak-artefak tersebut menunjukkan bahwa masyarakat di Sagalassos pada masa itu Mempunyai Langkah kremasi yang berbeda dibandingkan dengan praktik Lazim di Daerah Kekaisaran Romawi lainnya.
Alih-alih membakar jenazah di atas tumpukan kayu, mengumpulkan sisa-sisanya, dan memindahkannya ke Posisi lain, mereka melakukan kremasi langsung di tempat tanpa perlu memindahkan jenazah.
Dikutip dari Live Science pada Kamis (12/12), Arkeolog dari Universitas Katolik Leuven (KU Leuven) Belgia, Johan Claeys mengatakan bahwa pemakaman ini ditutup dengan Tak hanya satu, tetapi tiga lapisan berbeda, yang tampaknya mencerminkan upaya Demi melindungi yang hidup dari arwah orang Tewas atau sebaliknya.
Para peneliti menduga bahwa upacara pemakaman yang Tak Normal ini dilakukan Demi mencegah roh orang yang telah meninggal melarikan diri. Mereka yang melakukan penguburan tampaknya khawatir terhadap pembalasan, sehingga menggunakan berbagai Demi memastikan jenazah tetap terkunci Terjamin di dalam tanah.
“Meskipun masing-masing praktik ini dikenal dari pemakaman era Romawi, kremasi di tempat, penutup ubin atau plester, dan paku bengkok sesekali, kombinasi ketiganya belum pernah terlihat sebelumnya dan menyiratkan rasa takut terhadap ‘orang Tewas yang Bimbang’,” kata Johan Claeys.
Sebagai bagian dari proyek Penelitian Arkeologi Sagalassos, penguburan di pinggiran kota digali dan dipelajari termasuk praktik “kremasi non-normatif.”
Biasanya, kremasi pada era Romawi melibatkan pembakaran jenazah, diikuti dengan pengumpulan abunya Demi dimasukkan ke dalam guci sebelum dikubur di makam atau ditempatkan di mausoleum. Tetapi, di Sagalassos, kremasi dilakukan langsung di Posisi, yang terungkap melalui posisi anatomi tulang yang tersisa.
Hal yang lebih menarik adalah kontras antara barang-barang kuburan dan makam ditutup. Para arkeolog menemukan barang-barang pemakaman yang lazim, seperti pecahan keranjang anyaman, sisa-sisa makanan, koin, serta bejana dari keramik dan kaca.
Barang Istimewa
Peneliti juga menemukan barang-barang Istimewa yang dikuburkan Serempak jenazah, seperti paku yang sengaja ditekuk. Selain itu, berbeda dari tempat kremasi lainnya pada masa itu, area kremasi di Sagalassos ditutup rapat dengan lapisan kapur dan batu bata.
Marco Milella , seorang peneliti di Institut Kedokteran Forensik di Universitas Bern di Swiss yang Tak terlibat dalam penelitian ini, mengatakan ia cenderung setuju dengan Konklusi tentang paku yang bengkok, menurut Milella sering ditemukan di pemakaman Eropa Barat yang berasal dari abad pertama hingga kedua Masehi.
“Ketakutan terhadap orang Tewas adalah suatu kemungkinan, begitu pula jimat Demi melindungi orang Tewas atau mungkin keduanya.” tambahnya.
Keyakinan yang mendorong masyarakat Sagalassos Demi menguburkan pria ini dengan Langkah yang Tak Normal dapat dianggap sebagai bentuk sihir, yakni tindakan yang dimaksudkan Demi menghasilkan Pengaruh tertentu melalui Rekanan supernatural.
Eksis kemungkinan penguburan yang Tak lazim ini dilakukan Demi menangkal Kematian yang dianggap Tak Normal atau Tak wajar. Tetapi, para peneliti Tak menemukan tanda-tanda trauma atau penyakit pada tulang-tulangnya. (Livescience/P-5)