Kesadaran Masyarakat dan Tenaga Medis Mengenai Demensia Alzheimer Lagi Rendah

Kesadaran Masyarakat dan Tenaga Medis Mengenai Demensia Alzheimer Masih Rendah
Ilustrasi(freepik.com)

REKTOR Aneha Atma Jaya sekaligus Pembina Alzheimer Indonesia (ALZI), Prof. Yuda Turana, mengatakan orang dengan gangguan demensia (ODD) berpotensi meningkat hingga 4 kali lipat di tahun 2045, mengingat gaya hidup anak muda saat ini yang serba instan.

“Demi ini estimasi demensia di Indonesia sekitar 1,2 juta, sementara diprediksi pada 2050-an itu akan meningkat sekitar 4 juta. Jadi kurang lebih sebenarnya akan meningkat 4 kali lipat,” katanya kepada Media Indonesia di Gedung Aneha Atmajaya Jakarta pada Jum’at (20/9).

Lebih lanjut, Prof Yuda memaparkan angka lansia secara umum juga diprediksi meningkat pada 2045 dari 11.75 persen menjadi 20 persen atau sekitar 50 juta dari total populasi.

Baca juga : Penggagas Aplikasi Kesehatan Irene Tanihaha Ajak Anggota Lansia Jalani Hidup Sehat

“Hal itu menyebabkan Indonesia akan menjadi aging country, jadi artinya saat kita Indonesia emas, lansianya akan semakin banyak,” tuturnya.

Melalui data penelitian Aneha bersama ALZI yang melibatkan 2.100 responden usia 65 tahun di Jakarta dan Sumatera Utara, sebanyak 28 persen responden tergolong demensia.

“Tetapi data yang menarik adalah, dari 2.100 orang responden ternyata hanya 5 orang atau disebut kurang dari 1 persen saja yang pernah mendapatkan formal diagnosis,” kata Prof Yuda.

Cek Artikel:  Teknologi Nuklir Pengobatan Kanker Mulai Digunakan di Indonesia

Baca juga : Demensia dan Alzheimer Ancam Kejahteraan Hidup, Hindari sejak Awal

Prof Yuda memaparkan jika ada 100 persen pengidap demensia, sebanyak 80 persen dari data tersebut menganggap bahwa Demensia merupakan hal yang normal, sementara hanya 20 persen yang sadar mengenai gejala demensia dan mengakses pelayanan ke rumah sakit.

“Tapi dari 20 orang demensia yang datang ke tenaga kesehatan, 65 persen menganggapnya sebagai gangguan yang normal, artinya hanya 8 orang saja yang sadar bahkan jika dirincikan lagi, dari 8 orang tersebut, sebanyak 4 orang beranggapan bahwa demensia tidak bisa disembuhkan dan tidak bisa melakukan apa-apa. Jadi sisanya kalau ada 100 orang, di ujung akhir itu cuma 4-5 orang,” jelasnya.

Prof Yuda memaparkan sebanyak 65 persen profesional kesehatan dan perawatan juga salah mengira demensia adalah bagian normal dari penuaan, naik dari 62% pada tahun 2019. Sementara itu, 88 persen orang yang hidup dengan demensia menyatakan mengalami diskriminasi, naik dari 83 persen pada tahun 2019.

Baca juga : Demensia, Penyakit yang Disebut Hidden Disability 

“Sebanyak 31 persen orang yang hidup dengan demensia menghindari situasi sosial karena khawatir mengenai reaksi orang lain dan 47% pendamping berhenti menerima undangan untuk mengunjungi keluarga dan teman,” jelasnya.

Cek Artikel:  Tema Hari Rabies Sedunia 2024 Breaking Rabies Boundaries untuk Eliminasi Rabies Dunia

Di antara masyarakat umum, lanjut Prof Yuda, sebagian besar responden merasa lebih percaya diri untuk melawan stigma dan diskriminasi demensia dibandingkan tahun 2019, terutama di negara-negara berpendapatan tinggi (64%).

Sementara itu, Laporan Alzheimer Dunia 2024 yang dipublikasikan oleh Alzheimer’s Disease International (ADI), didukung oleh survei yang dianalisis oleh London School of Economics and Political Science (LSE), menemukan bahwa 80% masyarakat masih salah kaprah bahwa demensia adalah bagian normal dari penuaan dan bukan kondisi medis, peningkatan 14% sejak survei terakhir dilakukan pada tahun 2019.

Baca juga : Perbanyak Konsumsi Sayur, Makan Sosis dan Daging Olahan Tingkatkan Risiko Demensia

“Pandangan yang tidak akurat tentang demensia ini menjadi perhatian utama, terutama dari para pelaku dunia kesehatan, karena dapat menunda diagnosis dan akses ke pengobatan, perawatan, dan dukungan yang tepat. Hal ini terjadi pada saat perawatan baru disetujui di seluruh dunia, bersamaan dengan terobosan dalam diagnostik,” kata CEO ADI Paola Barbarino.

Di bulan Alzheimer September 2024 ini ALZI juga bekerja sama dengan Universitas Katolik Atma Jaya untuk membangun ALZI Academy and Healthy Aging Center yang pertama di Indonesia. ALZI Center ini akan berguna sebagai sarana pembelajaran lintas generasi, memberikan pendidikan dan pelatihan bagi para pelaku dunia kesehatan dan keluarga, serta memberikan ruang aman dan nyaman bagi para lansia dan ODD untuk tetap beraktivitas.

Cek Artikel:  Peran Vital Palang Merah Indonesia dalam Konflik Bersenjata dan Kemanusiaan

Pendiri ALZI, DY Suharya mengatakan layanan ALZI Center adalah buah dari advokasi yang telah dilakukan selama 11 tahun terakhir dan diharapkan dapat mendorong masyarakat agar lebih berdaya untuk mengatasi stigma.

“ALZI juga menyadari bahwa semakin banyak sadar dampak gaya hidup mereka terhadap risiko terkena kondisi tersebut, dengan lebih dari 58 persen masyarakat umum percaya bahwa demensia disebabkan oleh gaya hidup yang tidak sehat,” tuturnya.

Selain itu, DY menjelaskan sebanyak 45 persen kasus demensia dilaporkan dipengaruhi oleh hanya 14 faktor risiko yang dapat dimodifikasi, ini merupakan kemajuan yang penting.

“ALZI dan Atma Jaya merupakan role model dalam perannya bermitra di Regional Asia Pacific karena ALZI merupakan member dari Alzheimer’s Disease International sebuah organisasi federasi lebih dari 100 organisasi Demensia Alzheimer sedunia yang berdiri sejak tahun 1984,” tuturnya.

Diharapkan ALZI Academy & Healthy Aging Center bisa menjadi platform lintas generasi yang bisa menginspirasi organisasi Alzheimer dalam bermitra dengan institusi akademi di negaranya masing-masing. (H-2)

Mungkin Anda Menyukai