Keraguan sebagai Virtue Politik

Keraguan sebagai Virtue Politik?
Ilustrasi MI(MI/Seno)

SIKAP ragu adalah isyarat bahwa Mahluk selalu dihadapkan pada Realita hidup yang Maju bergerak dan membutuhkan keputusan. Bagi seorang pemimpin, sikap tegas biasanya lebih Lazim didambakan oleh sebuah masyarakat daripada sikap ragu.

Tetapi, dalam dunia politik, keraguan Bisa bermakna seribu isyarat karena di dalam politik, strategi dan metode yang dipilih Kepada sebuah pengambilan keputusan bukan hanya membutuhkan fakta dan data, tetapi juga insting. Jernih sekali insting Mahluk lebih banyak didapat dari bagaimana seseorang dididik dalam lingkungan belajar yang dikembangkan oleh keluarga besarnya.

Kalau kita Memperhatikan Watak kepemimpinan dalam sejarah politik Indonesia, Bisa diduga bahwa orang seperti Soekarno pastilah tumbuh dalam sebuah keluarga yang punya keyakinan kuat tentang Arti kerja keras. Kecintaan terhadap masyarakat di sekelilingnya yang miskin dan bodoh menuntut seorang Soekarno Kepada Giat belajar dan memilih ketegasan sikap sebagai alat kontrol Kepada menuju cita-cita yang dikehendakinya.

Sementara Soeharto tumbuh dan kembang dalam suasana suram akibat pertikaian yang absurd dan menuntunnya menjadi seorang tentara yang Getol berperang dan menggunakan siasat gerilya. Ketika memimpin sebagai presiden, Soeharto sangat paham bagaimana harus melindungi masyarakat dengan Langkah-Langkah yang kurang demokratis dan memang sesuai dengan zamannya.

Ketika Soeharto mewarisi banyak masalah ketidakdilan menurut tafsir para reformis, pada masa transisi muncul sosok BJ Habibie yang sangat teknokratik dan memahami elan dasar hak masyarakat Kepada berpendapat. Bahkan Timor Leste lepas dari cengkeraman Indonesia karena Habibie, dengan penuh keyakinannya, memilih jalan referendum Kepada Memperhatikan keinginan masyarakat.

Ketika proses transisi berlangsung menuju alam demokrasi yang mulai terbuka, muncul sosok Gus Dur yang mulai memberikan ruang perbedaan pendapat secara tajam. Bahkan intuisi dan keyakinan Gus Dur terlihat ketika melakukan perlawanan terhadap gejala otoritarianisme gaya reformasi dengan ancaman mengeluarkan dekrit presiden. Gus Dur kalah, muncullah Megawati yang diharapkan lebih membuka jalan dan ruang kebebasan berpendapat yang lebih demokratis.

Dengan keyakinan yang paling besar, Megawati mulai memberanikan diri dengan menyetujui pemilu dilakukan secara terbuka dan langsung. Di sini muncul sosok SBY yang bak meteor mulai melesat berkat dukungan lembaga survei serta kampanye melalui pencitraan. Setelah terpilih, SBY paling banyak meninggalkan cerita tentang arah reformasi yang digerakkan dengan politik pencitraan dan keragu-raguan. Salah satu cerita menarik ialah tentang sosok pendampingnya, Jusuf Kalla, yang diibaratkan selalu Mau Segera dan kencang, tak berbanding lurus dengan gaya kepemimpinan SBY yang dinilai banyak pihak lamban dan penuh keraguan.

Cek Artikel:  Misi Kemanusiaan BAZNAS dan Kebangkitan Filantropi Islam di Negara Konstitusional Religius

Sikap keraguan ini seperti ditularkan kepada anaknya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), yang Begitu ini memimpin Partai Demokrat dan Maju melakukan manuver politik meskipun diketahui telah menandatangani pakta integritas dalam Koalisi Perubahan Kepada Persatuan dengan Partai NasDem dan PKS. Manuver terakhir bahkan dinilai sangat langka, Ialah Puan Maharani (PDIP) berkehendak Kepada Bersua AHY yang diketahui publik sebagai minyak dan air.

 

Sumber keraguan

Ingat ragu, ingat Descartes. Filosof ini menggumamkan hasrat keraguan dengan ungkapan yang dalam. Katanya, “Before we can decide to doubt, we need some reason for doubting.” Sebelum kita dapat memutuskan Kepada ragu, kita perlu Dalih Kepada ragu. Ini artinya keraguan memang identik dan berkaitan dengan keyakinan seseorang. Keyakinan ini Bisa bersumber dari Watak kepemimpinan yang sudah melekat pada diri seseorang, atau keraguan juga Bisa dipicu oleh adanya sistem yang rentan serta adanya mekanisme korektif terhadap tatanan yang berlaku.

Pertanyaan dasarnya ialah, apakah keraguan yang sepertinya sedang dilakukan oleh Partai Demokrat merupakan bagian dari kebajikan kepemimpinan dan sistem (political and systemic virtue) yang dikembangkan oleh mekanisme Partai Demokrat itu sendiri, atau merupakan kebajikan korektif (corrective virtue) terhadap langkah Koalisi Perubahan Kepada Persatuan yang belum menemukan ujung kesepakatan?

Secara sederhana, sesungguhnya Dalih keraguan yang memunculkan kebajikan (virtue) memang banyak bermula dan bermuara dari pendidikan Religi, moral, dan etika ketika seseorang mulai tumbuh dan kembang di masa kecilnya. Dalam filsafat pendidikan Aristotelian (1995), kebajikan disebutkan sebagai the most important thing to be learned is virtue or excellence of character, and the only way that this can be learned is by witnessing exemplary members of one’s community as they enact the virtues.

Karena itu, tugas setiap Personil Koalisi Perubahan Kepada Persatuan ialah memastikan bahwa separah apa pun kondisi sosial-politik yang berkembang di masyarakat dan negara, kesadaran tentang pentingnya menjadikan political virtue sebagai alarm kebersamaan adalah imperatif.

Cek Artikel:  Melawan Pilpres Satu Putaran

Virtue memang tak cukup Jernih dalam Kitab teks politik kita. Kalau pendekatan partai politik Lagi Maju didominasi oleh aspek kekuasaan (power) dan kemenangan semata, dalam kacamata political virtue kemampuan partai politik tersebut Lagi bersifat kognitif dan abai dengan pendekatan afeksi yang lebih Memperhatikan kebajikan sebagai jalan terjal menuju tatanan politik yang lebih Bagus secara moral.

Karena itu, partai politik membutuhkan kebajikan politik yang dibangun dengan kolektivitas, yang mana kepemimpinan politik dapat menghasilkan keragaman pendapat Kepada memfilter perbedaan menjadi keputusan yang kuat dan tanpa Terdapat keraguan. Kalau seorang pemimpin politik penuh keraguan, yang berlaku Malah kebalikannya, Ialah sebuah keputusan biasanya dilakukan secara sepihak tanpa melibatkan banyak pikiran Kepada menggugat sebuah tesis dan antitesis secara bersamaan.

Apakah keraguan merupakan sebuah prinsip? Prinsip adalah masalah yang berbeda. Prinsip biasanya didasari oleh komitmen terhadap kebebasan berbicara yang bahkan Bisa diperluas menjadi sebuah kebutuhan Serempak. Pelanggaran terhadap prinsip dalam sebuah pergulatan politik Enggak Bisa dikatagorikan sebagai keraguan, sejauh komitmen terhadap hak-hak publik Maju dipertahankan Kalau Lagi sesuai dengan cita-cita politik sebuah partai.

Dalam kasus Koalisi Perubahan Kepada Persatuan, kesamaan cita-cita belum dijadikan tujuan Serempak sehingga perbedaan visi Lagi sangat mungkin terjadi dan itu Bisa diperkeruh oleh keraguan Personil koalisi yang selalu Memperhatikan kebajikan politik adalah hal yang Relatif. Dalam bahasa Galston (1991), kebajikan politik (political virtue) selalu harus terhubung dengan disposisi pikiran dan Watak seseorang dan atau Grup. Pertanyaannya ialah, apakah Partai Demokrat Mempunyai political virtue yang mencegah orang lain atau kolega sekoalisinya berpikir tentang betapa keraguan Lagi menerpa jalan pikiran mereka?

 

Kepemimpinan strategis

Agar keraguan tak Maju menerpa Koalisi Perubahan Kepada Persatuan, diperlukan komitmen Kepada merumuskan kepemimpinan strategis secara Serempak. Mengikuti Ireland RD and Hitt MH (2005) dalam Achieving and maintaining strategic competitiveness in the 21st century: The role of strategic leadership, sebaiknya sebuah lembaga publik memikirkan sekaligus melakukan praktik-praktik kepemimpinan strategis. Di tengan turbulensi sosial politik yang Enggak menentu dan sulit diprediksi, Koalisi Perubahan Kepada Persatuan harus memastikan bahwa kolektivitas dan kohesivitas koalisi adalah di atas segala-galanya.

Cek Artikel:  Pak Jokowi, Tipiskanlah Sekat Kita

Kepemimpinan strategis harus didefinisikan sebagai kemampuan Koalisi Perubahan Kepada mengantisipasi, merumuskan visi, mengelola fleksibilitas, berpikir strategis, dan bekerja dengan orang lain Kepada memulai perubahan yang akan menciptakan masa depan koalisi. Ketika Watak dari proses kepemimpinan yang strategis dari Koalisi Perubahan Kepada Persatuan sulit dipahami oleh kompetitor dan sulit ditiru, maka koalisi ini sesungguhnya telah memliki kekuatan kompetitif.

Dengan perubahan ekonomi Dunia, lanskap kompetisi politik juga berubah secara revolutif, bukan evolutif. Karena itu, Koalisi Perubahan Kepada Persatuan perlu mempercepat proses pembuatan keputusan melalui kepemimpinan yang strategis Kepada bertahan dalam situasi tersebut. Terdapat dua Langkah pandang akan tentang kepemimpinan strategis, Ialah 1) berbasis individu (great leader) dan 2) Grup (great group).

Koalisi Perubahan Kepada Persatuan sudah terbukti Mempunyai great leader pada diri Surya Paloh (NasDem), Susilo Bambang Yudhoyono (Demokrat), dan Salim Al-Jufri (PKS). Tetapi, secara Grup, koalisi ini harus Segera mengidentifikasi Berbagai Corak perspektif yang dimiliki agar tujuan Serempak (common purpose) Bisa dirumuskan dalam bentuk berbagi tugas dan tanggung jawab serta berorientasi pada data dan pengetahuan setiap individu yang terlibat di dalamnya.

Karena itu, Krusial sekali bagi koalisi ini Kepada segera 1) menyosialisasikan tujuan terbentuknya koalisi secara cerdas, 2) memaksimalkan dan mengelola kompetensi inti Kepada tujuan pemenangan koalisi, 3) mengembangkan dan memobilisasi sumber daya yang tersedia Kepada tujuan pemenangan, 4) menciptakan budaya koalisi yang efektif, Ialah sebuah gabungan dari ideologi dan simbol partai, dan nilai inti yang Mau diwujudkan Serempak, 5) menekankan praktik etis yang penuh keyakinan sebagi filter moral dari setiap tindakan yang akan diambil, serta 6) menerapkan kontrol organisasi yang berimbang melalui kontrol strategi dan finansial.

Selamat bekerja, Koalisi Perubahan Kepada Persatuan. Bersatulah, jangan ragu Kepada menciptakan perubahan yang didambakan rakyat Indonesia, yakni terciptanya keadilan sosial bagi seluruh Indonesia.

 

tiser

 

Apakah keraguan yang sepertinya sedang dilakukan oleh Partai Demokrat merupakan bagian dari kebajikan kepemimpinan dan sistem (political and systemic virtue) yang dikembangkan oleh mekanisme Partai Demokrat itu sendiri, atau merupakan kebajikan korektif (corrective virtue) terhadap langkah Koalisi Perubahan Kepada Persatuan yang belum menemukan ujung kesepakatan?

Mungkin Anda Menyukai