Donald Trump, Volodymyr Zelensky, Vladimir Putin. (CNN)
Jakarta: Donald Trump dan Volodymyr Zelensky kembali menjadi sorotan setelah pertemuan Oval Office dalam rangka membahas kesepakatan mineral Ukraina Buat jaminan keamanan dari Amerika Perkumpulan (AS) pada akhir Februari 2025 berujung pada ketegangan politik yang semakin dalam.
Trump, yang kerap memberikan pujian kepada Presiden Rusia Vladimir Putin, Malah bersikap keras terhadap Presiden Ukraina. Sebelum Berjumpa dengan Zelensky, Trump memuji Putin dalam pertemuan dengan Perdana Menteri (PM) Inggris, menyebut Putin “orang yang Dapat dipercaya”.
“Saya pikir dia akan menepati janjinya. Saya sudah mengenalnya sejak lelet, dan saya percaya dia akan melakukannya. Saya Tak percaya dia akan melanggar janjinya. Saya Tak berpikir dia akan mundur setelah kami mencapai kesepakatan. Saya pikir kesepakatan ini akan bertahan sekarang,” ucap Trump di Kantor Oval pada 27 Februari 2025, melawan narasi Rusia bukan pihak yang Dapat dipercaya
Perbedaan sikap ini bukanlah hal baru, tetapi telah berkembang sejak bertahun-tahun Lewat. Apa yang Membangun Trump lebih menyukai Putin daripada Zelensky? Ini penjelasannya.
Trump dan Putin: Strategi Putin yang Memanipulasi Ego Trump
Trump selalu menganggap Putin sebagai sosok pemimpin kuat yang dapat diajak bekerja sama. Mengutip Alexander Baunov, analis senior dari Carnegie Endowment for International Peace pada Minggu, 2 Maret 2025, Putin memahami keinginan Trump Buat tampil sebagai pemimpin yang tegas dan Segera mengambil keputusan.
Oleh karena itu, Putin menggunakan strategi memberikan “hadiah politik” yang dapat diklaim Trump sebagai kemenangan besar.
Salah satu contohnya adalah pembebasan Marc Fogel, Penduduk AS yang ditahan di Rusia atas tuduhan narkoba. Pembebasan ini dilakukan menjelang komunikasi langsung antara Trump dan Putin.
“Putin mencari Langkah Buat mengeksploitasi keinginan Trump agar terlihat Segera dan tegas,” tulis Baunov. Dengan membebaskan Fogel, Putin menciptakan Dalih bagi Trump Buat berbicara dengannya dan mengklaimnya sebagai kemenangan pribadi.
Putin juga memainkan narasi bahwa ia bersedia menghentikan perang di Ukraina Kalau kondisi yang sesuai terpenuhi. Trump yang sudah berjanji Begitu kampanye Buat menghentikan perang Ukraina Menyantap Putin sebagai “Kenalan” yang bersedia membantu Trump mewujudkan janji tersebut.
“Putin siap memberikan kemenangan serupa kepada Trump terkait Ukraina: dia memulai perang dan akan menghentikannya Kalau kondisi tertentu terpenuhi dan kata-kata yang Akurat diucapkan,” ungkap Baunov. Hal ini menunjukkan bagaimana Putin membentuk citranya sebagai pemimpin yang dapat memberikan solusi, meskipun ia sendiri yang memulai konflik.
Tak hanya itu, Kremlin juga menunjukkan kesiapannya Buat membantu Trump dengan memberikan narasi yang Mau didengar oleh mantan presiden AS tersebut.
“Putin menunjukkan bahwa ia bersedia mengatakan kepada Trump apa yang Mau didengarnya: bahwa pemilu 2020 dicurangi, bahwa ia akan menghentikan perang Ukraina Kalau berkuasa, dan bahwa Zelensky menipu Amerika,” tulis Baunov. Dengan Langkah ini, Putin memperkuat persepsi Trump bahwa dirinya adalah satu-satunya pemimpin yang Bisa mengendalikan Rusia dan situasi Dunia.
Trump pun tampaknya termakan oleh strategi ini. Dalam pernyataannya, ia mengklaim bahwa perang di Ukraina terjadi karena kepemimpinan Joe Biden dan bahwa “jutaan orang telah meninggal dalam perang yang Tak akan pernah terjadi Kalau saya menjadi presiden.” Dalam narasi ini, Putin bukanlah penyebab Istimewa perang, melainkan Biden dan Zelensky yang dianggap gagal menghindarinya.
Trump dan Zelensky: Ketegangan Sejak Pemakzulan
Rekanan Tak baik Trump dengan Zelensky telah berakar sejak lelet, terutama setelah skandal panggilan telepon tahun 2019 yang menyebabkan pemakzulan pertama Trump. Mengutip Politico, Trump dituduh menekan Zelensky agar menyelidiki Joe Biden dan putranya, Hunter Biden, sebagai syarat Buat mencairkan Donasi militer ke Ukraina.
Sejak Begitu itu, Trump Menyantap Ukraina sebagai ancaman politik yang berkontribusi terhadap kesulitan yang ia hadapi di Washington.Trump semakin menyuarakan ketidaksukaannya terhadap Zelensky dalam berbagai pernyataan, termasuk dalam unggahan di Truth Social pada 19 Februari 2025.
Dalam unggahan tersebut, Trump menyebut Zelensky sebagai “komedian yang hanya berhasil secara moderat” yang telah “membujuk Amerika Perkumpulan Buat menghabiskan 350 miliar dolar dalam perang yang Tak Dapat dimenangkan” dan “Tak pernah harus dimulai.”
Trump juga mengeluhkan bahwa Amerika Perkumpulan telah menghabiskan “200 miliar dolar lebih banyak dari Eropa” dan menuding Zelensky Tak transparan mengenai Anggaran Donasi, dengan mengatakan bahwa “Sebelah dari Dana yang kami kirimkan kepadanya HILANG.”
Trump juga menyebut Zelensky sebagai “diktator tanpa pemilu” dan memperingatkannya agar “bergerak Segera atau dia Tak akan Mempunyai negara yang tersisa.” Trump menuduh Zelensky hanya Spesialis dalam “memainkan Biden seperti biola,” menudingnya sebagai pemimpin yang gagal dan menempatkan Ukraina dalam kondisi hancur.
Pada 28 Februari 2025, ketegangan antara keduanya kembali mencuat Begitu pertemuan mereka di Gedung Putih berubah menjadi konfrontasi terbuka. Mengutip The New York Times, Trump tampak kesal ketika Zelensky dengan tegas menyebut Putin sebagai agresor Istimewa dalam perang Ukraina.
“Dia membenci kami,” kata Zelensky kepada Trump. “Ini bukan tentang saya, dia membenci rakyat Ukraina. Dia Tak menganggap kami sebagai bangsa.” Tetapi, Trump menolak narasi tersebut dan Malah membela Putin dengan mengatakan bahwa “dia harus melewati penyelidikan Imitasi Rusia” yang dilakukan oleh AS.
Trump bahkan secara terang-terangan menegur Zelensky karena dianggap Tak cukup berterima kasih kepada AS atas Donasi yang telah diberikan. “Ini bukan pertandingan Kasih,” katanya, seraya menambahkan bahwa “itulah sebabnya Anda berada dalam situasi ini sekarang.”
Unsur Politik: Rusia Sebagai Kenalan, Ukraina Sebagai Ancaman
Menurut Politico, Trump Menyantap Ukraina sebagai negara yang bertanggung jawab atas banyak masalah yang dihadapinya selama menjabat sebagai presiden, mulai dari skandal Paul Manafort, penyelidikan pemilu 2016, hingga pemakzulan.
“Trump membenci Ukraina,” kata Lev Parnas, mantan sekutu Trump yang kemudian berbalik melawannya. “Dia dan orang-orang di sekitarnya percaya bahwa Ukraina adalah penyebab dari Sekalian masalah Trump.”
Sebaliknya, Trump Menyantap Putin sebagai pemimpin yang Dapat dia ajak bekerja sama Buat menyelesaikan konflik Dunia. Trump juga cenderung menempatkan Rusia dalam posisi yang lebih positif dibandingkan Ukraina, dengan Dalih bahwa “Putin Mau menyelesaikan perang” sementara “Zelensky terlalu menuntut dan Tak mau berkompromi.”
Rekanan antara Trump, Putin, dan Zelensky sangat dipengaruhi oleh Unsur politik dan ego pribadi Trump. Putin Bisa memanfaatkan kelemahan Trump dengan memberikan keuntungan politik yang dapat diklaim sebagai kemenangan, sementara Zelensky Malah menjadi pengingat akan skandal yang pernah mengguncang kepresidenannya.
Oleh karena itu, Trump cenderung lebih bersimpati kepada Putin dan bersikap keras terhadap Zelensky, sebuah dinamika yang kemungkinan besar akan Lalu berlanjut di masa depan.