Liputanindo.id – Kesehatan pencernaan anak menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan orangtua, terutama konstipasi (sembelit) terhadap anak.
Apabila pencernaannya baik maka otomatis tumbuh kembang anak baik, karena sistem pencernaan memproses nutrisi dari makanan dan minuman yang dikonsumsi anak.
“Di saluran pencernaan akan diserap nutrisi yang berfungsi untuk perkembangan dan pertumbuhan si kecil. Apalagi dua tahun pertama merupakan periode emas yang mana nutrisi dibutuhkan untuk perkembangan otak juga, nutrisi ini pun berkaitan antara pencernaan dengan tumbuh kembang anak,” ujar Medical Executive PT Kalbe Farma Tbk, dr. Elda Panggabean dalam Live Instagram @ptkalbefarmatbk.
Ia menjelaskan, pencernaan sehat untuk si kecil perlu dilihat secara umum kondisi sistem tubuh anak. Dalam hal ini, melihat grafik tumbuh kembang anak yang harus sesuai usia, berat badan, tinggi badan, jenis kelamin juga lingkar kepala, yang dapat dilakukan pengukuran pada grafik pertumbuhan ketika melakukan konsultasi dengan dokter.
Kemudian, memerhatikan frekuensi BAB (buang air besar) yang harus teratur sesuai usia dan jenis makanan yang dikonsumsi.
“Apabila jenis makanan yang dikonsumsi anak adalah full ASI (air susu ibu) dan anak BAB hanya satu kali dalam seminggu, maka kondisi tersebut normal. Pandai juga dilihat dari mood, karena anak kecil sulit untuk menjelaskan kondisi kesehatan yang dialami. Biasanya, jika terjadi masalah dengan kondisi pencernaannya, mood anak akan berantakan, seperti rewel, nangis, hingga sulit makan,” tutur dr. Elda.
Terkait kesehatan pencernaan pada anak, dr. Elda mengungkapkan, penyakit yang umum terjadi ialah konstipasi dan diare.
Gangguan kesehatan ini menjadi momok bagi para orangtua. Kalau terjadi pada orang dewasa, dapat ditangani karena sudah tahu apa yang terjadi. Berbeda dengan gangguan pencernaan pada anak-anak, akan lebih sulit diketahui dan bahkan membuat orangtua stres.
Perlu diketahui juga, klasifikasi diare dan konstipasi ada yang fungsional dan organik. Pada kondisi konstipasi fungsional, tidak ditemukan adanya kelainan pada organ, penyebabnya bisa jadi mungkin anaknya memiliki kebiasaan menahan buang air besar (BAB), terutama sering terjadi pada anak pra-sekolah yang menjalani belajar toilet training.
Sedangkan konstipasi organik merupakan keadaan konstipasi dimana terdapat kelainan pada organ, misalnya penyakit saraf atau parkinson yang bisa disertai dengan konstipasi.
“Konstipasi pada si kecil adalah sesuatu yang harus diperhatikan dengan seksama, namun jangan panik. Pertama, perhatikan frekuensi seberapa jarang anak BAB. Definisi konstipasi pada anak sampai dengan usia 4 tahun, yaitu frekuensi BAB kurang dari 3 kali dalam seminggu. Tanda kedua, disertai dengan rasa nyeri, kadang-kadang anak merasa sakit ketika ngeden bahkan komplikasinya dapat terjadi sobekan di sekitar anus atau fisura ani. Tanda ketiga, terlihat ada sesuatu di feses anak, misalnya serat, lendir, atau sesuatu lainnya. Kalau konstipasi dibiarkan, dapat juga berisiko anak terkena ambeien,” jelas dr. Elda.
Berdasarkan data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), sebagian besar konstipasi pada anak (lebih dari 90 persen) adalah konstipasi fungsional. Ketika dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, biasanya tidak ditemukan kelainan organik atau fungsi organ.
Tetapi, kabar baiknya, keluhan konstipasi dapat diperbaiki dengan mengonsumsi asupan probiotik atau suplemen probiotik untuk pencernaan anak. Lantas, mengapa suplemen prebiotik dapat menjadi alternatif menjaga kesehatan pencernaan anak?
Kata dr Elda, apabila keseimbangan bakteri baik di pencernaan anak terganggu, hal ini bisa mengakibatkan bakteri jahat lebih banyak, sehingga muncul keluhan pencernaan, seperti diare, sembelit, sakit perut, dan lainnya.
“Suplemen prebiotik mengandung bakteri baik dibutuhkan untuk melindungi pencernaan, melawan bakteri jahat tersebut, probiotik membantu menambah jumlah bakteri baik yang sudah ada di dalam tubuh. Probiotik juga bisa membantu memperbaiki kasus alergi, eksim, asma, rinitis alergi,” paparnya seperti dikutip dari keterangan pers Liprolac.