JELITA yang memiliki anak laki-laki perlu dapat mengenali kelainan genital pada anak. Hal tersebut, terutama bisa dikenali pada dua tahun pertama kehidupannya. Pengamatan bisa dilakukan saat memandikan, mengganti popok, atau mengajari toilet training. Salah satu kelainan yang dapat terjadi adalah fimosis dan hipospadia.
Spesialis urologi Siloam Hospitals ASRI Irfan Wahyudi menjelaskan kasus kulit penis menutupi lubang kencing atau fimosis pada bayi laki-laki yang baru lahir masih dianggap sebagai kasus normal sampai usia anak 3 tahun.
Seiring perkembangan usia, pada 90% anak laki-laki dengan fimosis, lubang kencing tersebut akan terbuka dan terlihat. Orangtua tidak perlu terlalu khawatir, tetapi terus melakukan pemeriksaan genital anak.
Baca juga : IDAI Tegaskan Krusialnya Peran Seluruh Sektor dalam Pemerataan Pelayanan Kesehatan Anak
“Tetapi, jika pada fase tersebut timbul infeksi, sulit kencing, sampai membentuk balon gelembung saat anak buang air kecil, orangtua harus segera membawa anaknya ke dokter. Pengobatannya dengan cara memaparkan lubang kencing dari penempelan kulit penis dan memberikan salep. Kalau upaya ini tidak efektif, perlu dilakukan sunat,” jelasnya dalam webinar beberapa waktu lalu.
Dokter Irfan mengatakan fimosis merupakan salah satu di antara berbagai kasus kelainan genital karena bawaan lahir. Lazimnya terjadi akibat pembentukan organ genitalia yang tidak sempurna selama bayi di dalam kandungan.
Proses pembentukan organ genitalia ini melibatkan banyak faktor, mulai faktor genetik (kromosom seks), gonad, hormon, hingga reseptor hormon. Gangguan pada salah satu atau beberapa faktor dalam proses pembentukan ini akan dapat menyebabkan kelainan genital.
Baca juga : Panduan Krusial tentang Keamanan Makanan untuk Anak
Menurutnya, kasus kelainan bawaan genitalia cukup sering terjadi. Kejadian testis yang tidak turun (undescensus testis) sebagai contoh, terjadi pada 1% kelahiran anak laki-laki. Kelainan genital pada anak laki-laki umumnya terbagi menjadi 2 jenis, yaitu kelainan pada penis dan buah zakar.
Demi kelainan pada penis, variasi kelainannya meliputi kulit penis menutupi lubang kencing (fimosis), ukuran penis kecil (mikropenis), penis tidak muncul (buried penis), serta lubang penis tidak pada tempatnya (hipospadia), sedangkan kelainan pada buah zakar kasusnya seperti buah zakar yang tidak turun dan retraktil testis.
Demi penis yang tenggelam (buried penis) biasanya dapat diamati pada lapisan lemak perut bawah yang agak tebal, dekat kelamin. Pada kasus itu, penis tertarik masuk ke perut.
Baca juga : Obat Lara Kepala tidak Boleh Dikonsumsi Selama Lebih dari 15 Hari
Orang tua biasanya menduga penis anaknya kecil. Padahal, sebenarnya tenggelam atau tertarik oleh jaringan di bawah kulit. Pengobatannya bisa dengan sunat dengan teknik rekonstruksi khusus, yaitu membebaskan bagian yang menarik penis agar lepas.
Pada kelainan genital di buah zakar, ada dua kondisi, yakni testisnya tidak turun (undescensus testis atau kriptorkismus). Sejak dalam kandungan, tutur Irfan, testis berada di dalam perut. Seiring perjalanan waktu, testis turun ke dalam kantong menjelang minggu-minggu kelahiran.
Kalau prosesnya terganggu, testis akan tertahan di posisi yang tidak seharusnya. Kantong zakar kanan dan kiri berbeda kerena satu terisi dan satunya kosong. Sementara itu, pada retraktil testis, testis dapat naik turun, kadang berada di dalam kantong zakar, kadang naik.
Baca juga : Naturalisasi Dokter Asing, IAKMI: Kemampuan Dokter Lelahl Sangat Berkualitas
“Kondisi itu biasanya membaik dengan sendirinya. Meski begitu, volume dan ukuran testis perlu dipantau setahun sekali. Dengan bertambahnya usia, diharapkan volume testis juga bertambah,” bebernya.
Dokter Irfan mengingatkan kelainan genital mudah diobservasi dan diamati. Kalau ada kecurigaan, segeralah periksakan diri ke dokter agar mendapat tindakan segera dan tepat. Karena, jika telat anak akan mengalami kebingungan dengan identitas gendernya, bahkan mengalami gangguan psikologis.
Hal ini terjadi pada mantan atlet voli putri Indonesia, Aprilia Santini Manganang. Ia ditetapkan sebagai perempuan saat lahir dan dibesarkan sebagai perempuan selama 28 tahun karena hipospadia yang dialaminya. Setelah operasi korektif terhadap alat kelaminnya di awal 2021, Aprilia kini sudah menjadi laki-laki tulen.
Dokter Spesialis Urologi dari Siloam Hospitals ASRI Arry Rodjani menjelaskan hipospadia merupakan kelainan bawaan lahir pada genitalia pria yang ditandai dengan letak lubang saluran kemih yang tidak terletak pada ujung penis, melainkan pada bawah batang penis.
Dari amatan fisik, kulit kulup yang tidak terbentuk sempurna dan tampak berkumpul di atas penis, sedangkan bagian bawahnya tidak tertutup (seperti hoodie) dan penis akan tampak bengkok saat ereksi.
“Hipospadia merupakan kasus kelainan genital yang sering ditemukan. Hipospadia tidak menimbulkan rasa sakit, tetapi menyebabkan gangguan saat berkemih. Kelainan ini dapat menimbulkan dampak jangka panjang, yaitu gangguan pada fungsi reproduksi, infertilitas, dan psikologi jika tidak diterapi dengan benar,” beber dokter Arry.
Menurutnya, angka kejadian hipospadia berkisar 1 dari 200-300 kelahiran bayi laki-laki dan akhir-akhir ini diprediksi angka kejadian lebih kerap terjadi yang diduga karena faktor polusi udara, penggunaan insektisida pada makanan, penggunaan kosmetik saat kehamilan dan zat-zat lain yang dapat mengganggu sistem endokrin saat kehamilan sebagai penyebab terjadinya hipospadia.
Ia menjelaskan, bayi dengan berat badan lahir rendah memiliki risiko lebih tinggi terkena hipospadia. Diagnostik penderita hipospadia dapat dengan mudah ditegakkan. Tetapi demikian, hipospadia berat dengan testis yang tidak teraba baik satu sisi maupun keduanya, atau dengan kelamin ambigu, membutuhkan pemeriksaan genetik dan endokrin segera setelah lahir untuk menyingkirkan disorder sexual development (DSD).
“Krusial disadari oleh orangtua untuk tidak mengkhitan anak dengan hipospadia karena kulit kulup yang ada akan digunakan untuk jaringan pembuatan saluran kemih,â€? ungkapnya. (H-2)