DALAM beberapa tahun terakhir, masalah perumahan di Indonesia, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah, telah menjadi perhatian serius pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya. Tetapi, upaya yang dilakukan sejauh ini belum sepenuhnya menjawab tantangan yang ada, terutama terkait kuota rumah subsidi yang semakin terbatas.
Habisnya kuota rumah subsidi pada 2024, yang hanya disiapkan untuk 166.000 unit, menjadi sorotan utama. Sebagai catatan, pada 2023 saja realisasi telah mencapai 229.000 unit yang sepenuhnya terserap oleh masyarakat berpenghasilan rendah. Hal ini menunjukkan adanya kekurangan sebesar 34.000 unit atau sekitar Rp4,3 triliun, sebuah angka yang signifikan dalam konteks pengentasan backlog perumahan subsidi.
Permasalahan ini bukanlah hal yang baru. Siklus kekurangan kuota dan stagnasi dalam realisasi KPR rumah subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah terus berulang. Masyarakat telah melihat berbagai alasan klasik yang diajukan, namun yang paling mendasar adalah kurangnya keinginan untuk mencari solusi nyata atas permasalahan ini.
Baca juga : Komisioner Tegaskan Tapera Bukan Iuran, Tapi Tabungan Pengentasan Backlog Perumahan
Sering kali, solusi yang diajukan muncul menjelang akhir tahun seolah-olah untuk menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat tanpa tindakan berkelanjutan.
Stagnantik menunjukkan bahwa saat ini ada sekitar 12 juta keluarga di Indonesia yang belum memiliki rumah. Kalau pemerintah benar-benar ingin mengentaskan masalah ini, maka langkah konkret yang diperlukan adalah pembentukan kementerian khusus yang menangani perumahan.
Kehadiran kementerian ini diharapkan mampu meminimalisir berbagai persoalan klasik yang ada, terutama yang berkaitan dengan kuota dan anggaran perumahan subsidi. Dengan adanya kementerian perumahan, akan terlihat bahwa pemerintah serius dalam membantu masyarakat MBR untuk memiliki rumah yang layak.
Baca juga : Penyediaan 3 Juta Rumah jadi Upaya Pengentasan Kemiskinan
Tugas kementerian perumahan tidak hanya akan menyelesaikan masalah kuota, tetapi juga berfungsi sebagai sinergi antara berbagai lembaga yang terlibat dalam sektor perumahan.
Misalnya, Badan Percepatan Pembangunan Perumahan (BP3) yang selama ini berfungsi juga bisa dimaksimalkan melalui kementerian ini, sehingga tidak perlu ada lembaga yang tumpang tindih. Cikal bakal kementerian ini dapat berasal dari Tim Satgas Perumahan yang telah terbentuk sebelumnya, yang memiliki pemahaman dan pengalaman dalam menangani isu-isu perumahan.
Momen pelantikan presiden terpilih pada 20 Oktober 2024 dan susunan kabinet yang baru dapat menjadi tonggak sejarah bagi penyelesaian masalah kuota dan anggaran yang selama ini menjadi momok bagi para pengembang rumah subsidi.
Baca juga : Tekan Nomor Backlog, Bank DKI dan PT SMF Jalin Kemitraan Maksimalkan Penyaluran FLPP
Para pengembang membutuhkan kepastian dalam hal kebijakan dan kuota yang memadai agar mereka bisa merencanakan pembangunan dengan lebih baik. Stagnasi di sektor ini bukan hanya merugikan pengembang, tetapi juga masyarakat MBR yang berharap dapat memiliki rumah layak huni.
Perumahan memiliki dampak domino yang besar terhadap ekonomi negara. Sektor properti tidak hanya berkontribusi terhadap pendapatan asli daerah (PAD) melalui berbagai instrumen pajak, seperti PPH, PPN, dan BPHTB, tetapi juga membuka lapangan kerja di berbagai industri terkait. Kalau sektor ini mengalami stagnasi, dampaknya akan dirasakan oleh banyak pihak, mulai dari pengembang, pekerja konstruksi, hingga masyarakat yang membutuhkan tempat tinggal.
Oleh karena itu, Asosiasi IKADERI (Ikatan Dewan Pengembang Rumah Berdikari) sangat mendesak agar pemerintah segera mendirikan kembali Kementerian Perumahan.
Baca juga : Wacana Pembentukan Kementerian Perumahan, Ini Kata Basuki Hadimuljono
“Kami dari Asosiasi IKADERI mengusulkan agar secepatnya mendirikan kembali Kementerian Perumahan. Di mana cikal bakalnya adalah dari SATGAS Perumahan yang sudah terbentuk. Kementerian akan bisa fokus dan bisa benar-benar membuat Program Rumah subsidi berkelanjutan,” ungkap Ketua Lumrah IKADERI, Yoyo Sugeng Triyogo, Senin (30/9).
Dengan adanya kementerian ini, diharapkan akan ada koordinasi yang lebih baik dengan lembaga lain, seperti Direktorat Jenderal Pajak, untuk merumuskan stimulus pajak yang menarik bagi pengembang dan masyarakat masyarakat berpenghasilan rendah.
Kementerian juga dapat bekerja sama dengan pihak perbankan untuk membuat program KPR subsidi yang lebih menarik dan tidak membebani APBN. Hal ini penting agar masyarakat dapat dengan mudah mengakses pembiayaan perumahan yang mereka butuhkan, tanpa proses yang rumit dan membingungkan. (S-1)