KEMENTERIAN Pertanian menekankan bahwa daging ayam ras dan telur ayam ras telah mencapai swasembada dan memiliki daya saing yang tinggi.
Keduanya termasuk dalam kategori barang kebutuhan pokok dan barang penting (bapokting) yang merupakan sumber pangan hewani strategis bagi masyarakat.
Baca juga : Kejar Swasembada, Kementan Pacu Pemanfaatan Lahan Tidur
Komoditas unggas berkontribusi sebesar 60% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sektor peternakan, menyerap 10% tenaga kerja nasional, dan memiliki nilai ekonomi lebih dari Rp700 Triliun.
Ketika ini, sektor perunggasan berkembang pesat seiring dengan meningkatnya produktivitas daging ayam ras dan telur ayam ras. Selama periode 2020-2024, produksi daging ayam ras tumbuh rata-rata 4,51% per tahun, sedangkan produksi telur ayam ras meningkat 5,45% per tahun.
Pada tahun 2024 ini, Kementan melaporkan bahwa produksi daging ayam ras nasional mencapai 3,84 juta ton, dengan kebutuhan mencapai 3,72 juta ton, sehingga menghasilkan surplus bulanan sebesar 116,19 ribu ton, atau surplus kumulatif (termasuk carry over) sebanyak 239,09 ribu ton.
Baca juga : Strategi Jitu Perunggasan Dukung Program Makan Bergizi
Demi produksi telur ayam ras, diperkirakan mencapai 6,34 juta ton dengan kebutuhan sebesar 6,24 juta ton, yang menghasilkan surplus sebesar 173,62 ribu ton.
Data mengenai supply dan demand komoditas unggas ini menunjukkan penguatan kapasitas produksi nasional dan sering diartikan sebagai kelebihan stok yang perlu dikelola dalam sistem buffer stock nasional.
Indonesia memiliki peran strategis dalam penyediaan pangan dunia dari produk unggas.
Baca juga : Kementan Gencar Sosialisasikan Kebijakan Pengembangan Tebu Rakyat
Meskipun pangsa pasar telur konsumsi Indonesia baru menjangkau Timur Leste dan Singapura, posisi Indonesia sebagai produsen telur ayam ras berada di urutan keempat di dunia setelah India.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyatakan bahwa Indonesia memiliki ketersediaan pangan unggas yang melimpah, dan posisi ini memperkuat kemampuan Indonesia untuk berkontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan pangan dunia.
Ia optimis bahwa dengan swasembada pangan asal unggas, Indonesia dapat berperan dalam mengatasi krisis pangan global.
Baca juga : Mentan Amran Ajak Para Senator DPD RI Kawal Produksi Pertanian Hingga Swasembada
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Akbar Suganda, menjelaskan bahwa produk unggas dari Indonesia telah diterima di beberapa negara.
Berbagai hambatan teknis terkait persyaratan ekspor, termasuk regulasi yang ketat, telah berhasil diatasi oleh pemerintah dan pelaku usaha.
Akbar merinci bahwa PT. Gizindo (CPI Group) telah mengekspor telur konsumsi ke Singapura dengan total 118 pengiriman selama Januari hingga September 2024, yang mencapai 38,36 juta butir setara 2,37 ribu ton, dengan nilai sekitar 4,44 juta USD.
Selain telur ayam ras, dua perusahaan perunggasan, yaitu PT. Charoen Pokphand Indonesia dan PT. Japfa Comfeed, secara rutin melakukan ekspor Day-old Chick Final Stock (DOC FS) ayam ras petelur, karkas ayam beku, dan ayam hidup ke Singapura setiap bulan.
Pada bulan ini, ekspor telur tetas dari Parent Stock ayam ras pedaging juga telah dilakukan oleh kedua perusahaan tersebut dengan jumlah mencapai ratusan ribu butir ke Uni Emirat Arab (UEA).
Akbar juga menambahkan bahwa Ditjen PKH telah menyusun peta jalan produksi telur untuk mendukung program Makan Bergizi Gratis (MBG) pada 2025-2029.
Sasaran produksi untuk tahun 2025 adalah 6,94 juta ton dan 7,81 juta ton pada 2029, dengan surplus tetap terjaga sebesar 4-5% untuk memastikan kebutuhan domestik dan program MBG terpenuhi.
Kementan berkomitmen untuk meningkatkan kapasitas produksi unggas melalui inovasi teknologi dan peningkatan infrastruktur, meskipun ada tantangan global seperti perubahan iklim.
“Surplus pada komoditas unggas menunjukkan bahwa kita berada di jalur yang tepat untuk mencapai kemandirian pangan dan aktif berperan di pasar regional dan global,” tutup Akbar. (RO/Z-10)