Kemenkumham, Euforia Independensi, dan Penguatan Peran Komnas HAM

 Kemenkumham, Euforia Independensi, dan Penguatan Peran Komnas HAM
Eva Safir Sari(Dok pribadi)

HAK asasi manusia (HAM) kerap dialamatkan kepada negara sebagai pihak yang mengemban kewajiban menghormati, melindungi, dan memenuhi hak asasi manusia, termasuk mencegah dan menindaklanjuti pelanggaran HAM.

Pengurangan hanya dapat dilakukan dalam keadaan darurat yang mengancam kehidupan bangsa. Bahkan pecahnya perang belum mencukupi syarat ini. Selama perang, hukum kemanusiaan internasional berlaku sebagai lex specialis.

Kendati demikian, sejumlah hak tetap tidak boleh dikesampingkan dalam keadaan apa pun, seperti hak untuk bebas dari perbudakan maupun penyiksaan.

Upaya-upaya yang telah dilakukan Pemerintah Indonesia untuk menegakkan dan melindungi HAM seperti memasukkan HAM ke UUD 1945 dan melakukan penyesuaian terhadap pasal-pasal yang berkaitan dengan penegakan HAM. Kemudian menerbitkan berbagai peraturan perundang-undangan sebagai instrumen nasional HAM, membentuk Komisi Nasional HAM dan Pengadilan HAM, serta lembaga-lembaga lain yang berwenang dalam penegakan HAM.

Kendati demikian, apabila menengok catatan sejarah, banyak kasus-kasus pelanggaran HAM yang sampai saat ini belum bisa diselesaikan dan diestafetkan kepada pemimpin yang baru. Tiba saat ini tercatat 12  kasus pelanggaran HAM berat yang belum tuntas, yakni pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib, pembunuhan massal 1965, peristiwa Talangsari Lampung 1989, Tragedi Trisakti, peristiwa Paniai (2014), peristiwa penghilangan orang secara paksa (1997-1998), peristiwa Wasior Wamena 2001, peristiwa rumoh geudong Aceh 1998, peristiwa pembunuhan dukun santet 1998-1999, peristiwa Jambo Keupok Aceh 2003, peristiwa Simpang KKA Aceh 3 Mei 1999, dan kerusuhan Mei 1998.

Lembaga perlindungan HAM di Indonesia

Upaya memastikan penikmatan HAM oleh seluruh masyarakat tanpa terkecuali dijalankan oleh sejumlah lembaga HAM antara lain Kementerian Hukum dan Hak Asasi Mahluk (Kemenkumham) RI dan Komisi Nasional Hak Asasi Mahluk (Komnas HAM).

Cek Artikel:  Paus Fransiskus dan Keteladanan dalam Langgam Foya-foya

Kemenkumham RI, berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 28 Pahamn 2023 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kemenkumham RI, sebagaimana Pasal 291, menyatakan bahwa tugas di bidang HAM dilakukan oleh Ditjen HAM yaitu menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang HAM sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.  

Sementara Pasal 292 menyatakan Ditjen HAM menyelenggarakan fungsi perumusan kebijakan, pelaksanaan kebijakan, pemberian bimbingan teknis dan supervisi, pelaksanaan pemantauan-evaluasi dan pelaporan di bidang HAM, pelaksanaan administrasi, dan pelaksanaan fungsi lain yang diberikan Menteri Hukum dan HAM RI.

Singkat kata, Kemenkumham RI mengambil peran sebagai regulator/ perumus kebijakan dan implementasinya di bidang HAM. Komnas HAM, berdasarkan Pasal 1 Ayat 7 UU Nomor 39 Pahamn 1999 tentang Hak Asasi Mahluk merupakan lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya.

Tujuan Komnas HAM termuat dalam Pasal 75 huruf (a) dan huruf (b) UU Nomor 39 Pahamn 1999 tentang HAM yaitu; (a) Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta Deklarasi Universal Hak Asasi Mahluk.

(b) Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.

Demi mencapai tujuan tersebut, berdasar ayat (1) pasal 76 UU Nomor 39 Pahamn 1999 tentang HAM, Komnas HAM melakukan fungsi pengkajian dan penelitian, penyuluhan, pemantauan dan mediasi tentang hak asasi manusia.

Cek Artikel:  Bersolidaritas pada Tatar Krimea

Berdasarkan Pasal 18 UU Nomor 26 Pahamn 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Mahluk, Ayat (1) menyatakan Penyelidikan terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat dilakukan oleh Komnas HAM.

Dengan kata lain, Komnas HAM didirikan sebagai lembaga yang secara independen (mandiri) mendorong pemajuan dan penegakan HAM sehingga seluruh manusia Indonesia dapat mengakses, menikmati dan terlindungi hak asasi manusianya.

Hal itu dilakukan oleh Komnas HAM melalui fungsi pengkajian dan penelitian, penyuluhan, pemantauan dan mediasi tentang HAM serta peran penyelidikan terkait pelanggaran HAM yang berat.

Rekanan/ sinergi yang seharusnya terjadi antara Kemenkumham RI dan Komnas HAM adalah mitra yang saling mengingatkan. Kemenkumham RI menghasilkan kebijakan dan melaksanakannya, sementara Komnas HAM memastikan Pemerintah melakukan perannya dengan baik.

Hanya saja, patut menjadi refleksi, apakah dengan memberikan rekomendasi dan laporan pelaksanaan fungsi, sudah dapat memastikan pemerintah melaksanakan tugasnya? Apabila demikian, seharusnya kasus-kasus pelanggaran HAM telah selesai atau unsur negara tidak menjadi pihak yang paling banyak diadukan melakukan indikasi pelanggaran HAM.

Perlu disampaikan bahwa lebih dari 10 ini Kepolisian dan pemerintah daerah selalu menjadi pihak yang paling banyak diadukan masyarakat melakukan indikasi pelanggaran HAM.

Euforia independensi?

Seiring reformasi lahir kelembagaan baru yaitu lembaga non struktural (LNS). Keberadaan LNS ditujukan untuk mengawasi tugas pemerintah, membantu tugas penyelenggaraan pemerintah, dan ada yang bersifat independen/mandiri.

Cek Artikel:  Identitas Pesawat Udara Indonesia Lagi Mengadopsi Negara Jajahan

Tiba saat ini belum terdapat standardisasi dalam pembentukan LNS, sehingga pengaturan LNS memiliki beragam variasi. Demikian halnya dengan fasilitas dan dukungan yang diperoleh oleh masing-masing LNS ini, sangat tergantung pada kemampuan diplomasi dan keteguhan hati dalam memperjuangkan nasibnya masing-masing.

Singkat kata, dalam statusnya sebagai LNS, Komnas HAM ditujukan untuk mengawasi tugas pemerintah, membantu tugas penyelenggaraan pemerintah, dan bersifat mandiri/ independen serta dibiayai oleh negara. Pada konteks mandiri ini, sesungguhnya terjadi anomali.

Betapa tidak, sulit kiranya menjadi mandiri apabila kewenangan yang dimiliki sangat terbatas yaitu sebatas menghasilkan rekomendasi dan laporan (Pasal 89 UU Nomor 39 Pahamn 1999 tentang Hak Asasi Mahluk), demikian halnya dengan dukungan sumber daya yang tidak signifikan mengingat kecilnya anggaran negara yang dialokasikan kepada Komnas HAM (tidak pernah lebih dari Rp100 miliar setiap tahunnya).

Kondisi ini sesungguhnya membawa kepada pemikiran lain, apakah Komnas HAM dibutuhkan untuk mengoptimalkan peran pemerintah dalam pemenuhan HAM, atau sekadar memberikan legitimasi bagi negara di mata dunia?

Apabila Komnas HAM hendak membalikkan keadaan untuk menjadi lebih kondusif, akan membutuhkan kemampuan diplomasi dan kerja keras mengingat tidak mudahnya proses yang harus dilalui terutama untuk menguatkan posisi Komnas HAM.

Posisi yang dimaksud adalah penguatan kewenangan yang tidak lagi sebatas menghasilkan laporan dan rekomendasi dan peningkatan dukungan sumber daya. Hal ini mungkin dilakukan karena Pemerintah belum mempunyai aturan yang baku tentang pembentukan dan pengelolaan LNS.

Mungkin Anda Menyukai