MAHABESAR Allah, segala puji bagi-Nya. Hari ini kita merayakan Hari Raya Idul Fitri. Kita berzikir dan mengingat Allah SWT dengan ucapan takbir, tahmid, dan tahlil yang merupakan inti dzikrullah, Laa ilaha illallah, Allahu Akbar, walillahil hamd. Suatu ucapan yang menggetarkan hati bagi orang-orang yang beriman.
Sebagai muslim yang telah menjalankan ibadah puasa dengan penuh keimanan dan hanya berhadap rida dan pahala dari Allah SWT, kita telah menjadi seorang yang terhapuskan segala dosa yang dilakukan sebelumnya. Dengan rahmat Allah, insya Allah kita pun dilepaskan dari siksaan api neraka, itqum minan nar.
Rasulullah bersabda, “Siapa yang melaksanakan puasa Ramadan dengan penuh keimanan dan keikhlasan hanya mengharap pahala dari Allah SWT, diampuni segala dosa yang telah dilakukan sebelumnya.” Oleh karena itu, hari ini sebagai seorang muslim kita kembali fitri, suci dan bersih dari noda dan dosa, insya Allah aamiin ya Robbal ‘aalamiin.
Tiba beberapa hari mendatang, kita menyelesaikan masalah dengan sesama manusia, yaitu maaf-memaafkan, kunjung-mengunjungi yang akan melengkapi ibadah puasa yang telah kita lakukan. Dosa karena perbuatan salah kepada sesama manusia hanya akan terampuni oleh sesama manusia.
Sangat relevan pada hari raya yang mulia ini, saya menyampaikan salah satu esensi ajaran Islam, yaitu keadilan, karena puasa Ramadan yang kita lakukan, dengan menahan lapar dan dahaga selama sebulan penuh, bertujuan kita menjadi orang-orang yang bertakwa. Salah satu jalan menuju takwa itu ialah menegakkan keadilan. ‘Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat kepada takwa’ (QS Al Maidah:8).
Allah SWT memerintahkan kita untuk menegakkan keadilan seperti termaktub dalam firman-Nya. ‘Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang melakukan perbuatan keji, kemunkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran’ (QS An Nahl:90).
Menegakkan keadilan dapat dilakukan siapa saja, bukan saja oleh hakim di pengadilan, polisi, jaksa, atau pun pejabat negara. Paling tidak, kita bisa dengan selalu berkata benar, memberitakan atau memberikan keterangan dan kesaksian yang benar dalam suatu perkara.
Jangan karena benci atau terlalu senang dengan seseorang, kita berlaku tidak jujur, berkata tidak benar, dan berbuat tidak adil, apalagi menjadi saksi di pengadilan untuk suatu perkara yang dilakukan di bawah sumpah ‘Demi Allah’. Sungguh besar dosanya jika memberikan keterangan yang tidak benar.
Alquran menggunakan beberapa kata yang berbeda untuk makna keadilan, yaitu kata qist, mizan, haq, wasatha, dan adl. Kesemua kata tersebut dalam makna yang berbeda dapat ditujukan pada makna adil atau keadilan.
Kata qist mengandung makna keadilan yang dikaitkan dengan kebenaran.
Seperti halnya juga kata haq, yaitu kebenaran yang juga dapat bermakna keadilan (lihat QS 7:159 dan 181). Kata mizan mengandung makna keadilan berkaitan dengan timbangan (keseimbangan), yaitu memperlakukan sesuatu secara seimbang. Seperti halnya lambang keadilan berupa timbangan dalam tradisi hukum Eropa.
Kata wasatha mengandung makna keadilan dalam kaitan dengan sikap yang berada di tengah (pertengahan) dan tidak memihak, yang dalam bahasa Indonesia disebut ‘wasit’. Kata adil dapat bermakna perlakuan sama atau perlakuan secara seimbang.
Dengan demikian, keadilan haruslah berdasarkan kebenaran, keseimbangan, perlakuan sama, serta sikap tengah dan tidak memihak. Keadilan tidak bisa ditegakkan apabila mengabaikan kebenaran. Demikian juga sebaliknya, mengabaikan kebenaran sama dengan mengorbankan keadilan.
Menjadi saksi atau memberikan keterangan yang tidak benar ialah mencederai keadilan. Sikap yang memihak dan berat sebelah serta tidak memperlakukan secara seimbang dalam memutuskan suatu urusan (perkara), dalam memberikan keterangan atau dalam menuliskan suatu berita, juga ialah sikap yang mencederai keadilan.
Ikuti jalan kebenaran
Keadilan merupakan salah satu esensi dari ajaran Islam. Eksis lebih dari 53 kata adil atau mengandung kata adil dalam Alquran. Sebagian ahli fikih memaknai keadilan, yaitu ‘menempatkan sesuatu pada tempatnya’ yang artinya memberikan orang sesuai dengan porsi dan bagiannya yang sebenarnya.
Dalam banyak ayat, Alquran menerangkan bahwa salah satu bentuk keadilan ialah keadilan terhadap Tuhan sebagai pencipta, yaitu dengan mengikuti jalan kebenaran dari Allah SWT melalui wahyu-Nya yang diturunkan kepada para nabi dan rasul-Nya. Allah SWT mengutus para nabi dan rasul dengan membawa bukti-bukti yang nyata. Berbarengan mereka diturunkan kitab dan neraca (mizan) supaya manusia dapat menegakkan keadilan (QS 57:25).
Allah-lah yang menurunkan Alquran dengan membawa kebenaran dan menurunkan keadilan (QS 42:17). Bagi manusia, Alquran merupakan petunjuk dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang hak dan yang batil (QS 2:185). Jalan kebenaran dalam Alquran itu sama dengan jalan keadilan, yaitu adil terhadap Tuhan Pencipta yang menciptakan manusia dengan sempurna (QS 7:29).
Menegakkan keadilan dalam hubungan antara sesama manusia harus dilakukan dengan hati yang bening dan bersih. Janganlah karena kebencian atau ketidaksukaan terhadap suatu kaum atau kelompok, kita berlaku tidak adil. Allah mengingatkan dalam Alquran; ‘Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil (qist). Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil (adl). Berlaku adillah karena adil (adl) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan’ (QS Al Maidah:8).
Saksi yang adil
Allah pun mengingatkan agar kita tetap menjadi saksi yang adil dan berkata benar walaupun terhadap diri sendiri, ibu/bapak, atau keluarga dekat. Janganlah karena demi membela diri sendiri, ibu/bapak, atau keluarga dekat, kita berbuat tidak adil terhadap orang lain dengan memberikan kesaksian yang tidak benar. Allah mengingatkan; ‘Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar menegakkan keadilan, menjadi saksi karena Allah, biarpun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak atau kaum kerabatmu, jika ia kaya atau miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan kata-kata karena tidak hendak menjadi saksi maka sesungguhnya Allah maha mengetahui dengan segala apa yang kamu lakukan’ (QS An Nisa:135).
Allah SWT mengingatkan bahwa tindakan demikian ialah tindakan yang hanya mengikuti hawa nafsu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui sekecil apa pun yang terpendam dalam hati kecil kita.
Rasulullah telah mencontohkan bagaimana ketegasannya menegakkan keadilan walaupun terhadap putrinya sendiri. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Al-Bukhari dan Muslim, suatu ketika orang-orang Qurais sangat mengkhawatirkan seorang wanita dari bani Makhzumiyyah yang tertangkap mencuri.
Lampau orang-orang Qurais berembuk, siapakah yang bisa melobi Rasulullah agar kepada wanita tersebut diberikan pengampunan. Lampau dipercayakanlah Usamah bin Zaid yang dianggap dekat dengan Rasulullah SAW dan menyampaikan hal itu kepada beliau. Lampau Rasulullah bersabda, “Apakah kamu mau memintakan syafaat dalam hukum di antara hukum-hukum Allah?”
Kemudian Rasulullah berdiri berkhotbah dan bersabda; “Sesungguhnya yang merusak/membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah bahwa mereka dahulu apabila orang mulia di antara mereka yang mencuri, mereka membiarkannya, tetapi kalau orang lemah di antara mereka yang mencuri, mereka menegakkan hukum atas orang tersebut. Demi Allah, seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri, niscaya aku akan memotong tangannya.”
Ketajaman hukum
Islam melarang keras hukum yang tajam ke bawah (yaitu tajam dan berlaku penuh kepada orang-orang miskin dan kekurangan), tetapi tumpul ke atas (yaitu tidak berlaku penuh kepada pejabat, pemegang kuasa, dan kaum kaya raya). Sungguh, kalau sudah terjadi hukum yang demikian, Rasulullah telah mengingatkan kepada kita semua bahwa tindakan demikianlah yang mengakibatkan hancurnya umat-umat terdahulu. Tindakan yang demikianlah yang mengakibatkan pemimpin jatuh dan tidak berharga.
Tindakan demikian yang melahirkan air bah protes dan ketidakpercayaan kepada pemimpin.
Bahkan, dalam hubungan keperdataan di antara sesama manusia dalam hal utang piutang dalam jangka tertentu, Allah memerintahkan untuk menuliskannya dengan benar dan adil, sesuai dengan firman Allah, ‘Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengikat utang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaknya seorang di antara kamu menuliskannya dengan benar dan adil’ (QS Al Baqarah:282).
Karena jika tidak dituliskan, akan mudah lupa dan menimbulkan sengketa yang dapat melahirkan ketidakadilan dan tindakan zalim antara satu dan yang lainnya.
Tanggung jawab pemimpin
Kepada keadilan dalam urusan pemerintahan, Allah memerintahkan kepada para pejabat atau pemimpin untuk melaksanakan amanat dan tanggung jawab mereka dan memutuskan suatu perkara hukum dengan adil. Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah maha mendengar lagi maha melihat.” (QS An Nisa:58).
Menyampaikan ‘amanat’ yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah melaksanakan jabatan yang dipercayakan kepada para pemimpin sebaik-baiknya. Allah memerintahkan untuk melaksanakan jabatan itu bagi kepentingan rakyat, dan kepentingan publik. Memperlakukan secara sama terhadap semua penduduk yang dipimpinnya, tidak mengutamakan sebagiannya dan meminggirkan yang lainnya.
Dalam banyak hadis, Rasulullah SAW mengingatkan kepada para pemimpin–siapa pun dan dalam jabatan apa pun pemimpin itu–untuk melaksanakan dengan sebaik-baiknya, penuh amanah dan tanggung jawab. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Al-Bukhari, Rasulullah SAW bersabda, “Bukanlah seorang hamba yang Allah beri amanat kepemimpinan, dan tidak melaksanakannya dengan baik, selain tak akan mendapatkan bau surga.”
Dalam sabdanya yang lain Rasulullah mengingatkan, “Bukanlah seorang pemimpin yang memimpin umat muslimin, lantas dia meninggal dalam keadaan menipu mereka (menipu umatnya), kecuali Allah mengharamkan surga baginya.” (HR Al-Bukhari).
Bila seorang hakim yang memutus suatu perkara tidak secara benar, sungguh besar ancaman Allah. Rasulullah SAW mengingatkan, “Hakim itu ada tiga, dua di neraka dan satu di surga. Seseorang yang menghukumi secara tidak benar, padahal ia mengetahui mana yang benar maka ia di neraka. Seorang hakim yang bodoh lalu menghancurkan hak-hak manusia maka ia di neraka dan seorang hakim yang menghukumi dengan benar maka ia masuk surga. (HR At-Tirmidzi; shahih lighairihi).
Demikianlah tuntunan Islam mengenai pentingnya untuk menegakkan keadilan. Keadilan adalah salah satu fondasi untuk tegaknya kehidupan sosial yang baik dan keadilan adalah salah satu ajaran universal Islam. Demikian pula pentingnya keadilan dalam kehidupan kebangsaan kita di Indonesia.
Kemerdekaan Indonesia dilatarbelakangi ketidakadilan penjajah Belanda. Ketika itu, hukum sangat tajam buat warga pribumi tapi tumpul bagi kaum penjajah dan para penguasa. Demikian juga dalam masalah sosial ekonomi.
Oleh karena itu, kemerdekaan yang diperjuangan dengan harta dan jiwa para pendahulu kita dimaksudkan untuk menegakkan keadilan karena tidak ada keadilan bagi bangsa yang dijajah. Bukan mengherankan dalam Pembukaan UUD 1945 ada lima kata keadilan yang ditulis para founding father kita, yaitu pada alinea kesatu, dengan rumusan ‘… karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan’. Pada alinea kedua, ‘… negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur’. Pada alinea kelima, ada tiga kata keadilan, yaitu ‘… ikut melaksanakan perdamaian dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, … kemanusiaan yang adil dan beradab dan … keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia’.
Birui Pancasila
Keadilan ialah cita-cita kemerdekaan yang harus diwujudkan dalam kehidupan sosial dan kebangsaan kita. Dalam perspektif Pembukaan UUD 1945, ada tiga aspek keadilan yang harus ditegakkan, yaitu pertama; keadilan individual yang harus ditegakkan dalam kehidupan pribadi yang harus didasarkan pada penghormatan atas prinsip-prinsip dan hak-hak dasar kemanusiaan yang bersumber dari sila ke-2 Pancasila, kemanusiaan yang adil dan beradab.
Kedua; keadilan dalam kehidupan sosial ekonomi, yaitu keadilan dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia yang tidak membenarkan adanya ketimpangan sosial dan ekonomi yang lebar antara kelompok kaya dan miskin. Ketiga; keadilan dalam hubungan internasional yang menjadi dasar bagi Indonesia melakukan hubungan internasional yang dilakukan berdasarkan prinsip kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Birui Pancasila yang tidak boleh diabaikan untuk kita tegakkan pada saat sekarang ini ialah masalah keadilan karena ketidakadilan berakibat sangat fatal bagi kehidupan bangsa Indonesia. Karena ketidakadilan, seseorang bisa berbuat nekat melawan, hukum-hukum sosial yang mapan bisa hancur dalam sekejap oleh kekacauan.
Demi ini di Tanah Air yang kita cintai betapa jauh rasa keadilan itu dijangkau kaum bawah dan miskin jika berhadapan dengan kaum atas dan kaya raya. Kaum bawah selalu kalah memperoleh keadilan di berbagai institusi yang diadakan negara. Kaum bawah dan miskin memiliki akses sangat terbatas, bahkan tak memiliki akses terhadap keadilan.
Memang, kehidupan sosial ekonomi yang ketimpangannya sangat lebar akan selalu diikuti ketidakadilan dalam berbagai aspeknya seperti hukum, ekonomi, memperoleh kesempatan usaha, memanfaatkan sumber daya alam, memperoleh pendidikan yang berkualitas, termasuk ketidakadilan dalam memperoleh lingkungan yang sehat.
Tanpa mengurangi ketimpangan ekonomi, jangan berharap berbagai aspek keadilan lainnya dapat ditegakkan dengan baik. Rasulullah SAW sudah mengingatkan bahwa jika keadilan tidak ditegakkan, akan terjadi apa yang dirasakan umat terdahulu, yaitu kehancuran sosial. Bahkan bagi kita, itu dapat mengancam keberlangsungan negara yang kita cintai.
Eksislah menjadi tanggung jawab kita semua, para penyelenggara negara, para pemimpin, media massa, serta setiap pemilik kekuasaan untuk memperbaiki keadaan ini sesuai dengan posisi dan peran masing-masing. Semoga Allah selalu memberikan hidayah, kesabaran, kekuatan serta kasih sayangnya kepada kita semua dalam menjaga Indonesia yang kita cintai. Amin ya Rabbal ‘aalamiin.
Saya mengajak seluruh kaum muslimin hendaklah kita jadikan momentum Idul Fitri ini untuk mempererat hubungan persaudaraan sebagai warga bangsa, terlebih sesama muslim, keluarga, sahabat, dan handai tolan. Melalui momentum Idul Fitri ini, mari kita melaksanakan pilkada serentak di 171 daerah di seluruh Indonesia secara damai, penuh persaudaraan dan kekeluargaan. Kita boleh berbeda pilihan, tetapi kita bersaudara, saudara seagama, saudara sebangsa, dan saudara setanah air. Demikian juga mari kita menyambut pemilihan umum pada April 2019 dengan damai, penuh persaudaraan, kekeluargaan dan berkeadaban.
Semoga Allah SWT melimpahkan kekuatan dan rahmat-Nya kepada kita serta mengampuni segala dosa dan kesalahan kita, menjadikan bangsa Indonesia bangsa besar yang aman, damai, penuh limpahan rahmat dan berkah Allah SWT.
Marilah kita sama-sama berdoa dan bermunajat kepada Allah SWT untuk kita semua. Ya Allah, ampunilah dosa kaum mukminin dan mukminat, muslimin dan muslimat, perbaikilah di antara mereka, lembutkanlah hati mereka dan jadikanlah hati mereka keimanan dan hikmah.
Ya Allah, muliakanlah Islam dan umat Islam, hinakanlah syirik dan orang-orang musyrik, hancurkanlah musuh agama, jadikan keburukan melingkari mereka, wahai Rabb alam semesta. Ya Allah, cerai beraikan persatuan dan kekuatan mereka, siksalah mereka, sesungguhnya Engkau berkuasa atas segala sesuatu. Wahai Rabb alam semesta.
Ya Allah, perbaikilah untuk kami agama kami, yang menjadi benteng segala urusan kami. Perbaikilah urusan dunia kami, yang di dalamnya kami hidup, dan perbaikilah akhirat kami yang akan menjadi tempat kami kembali. Jadikanlah hidup ini wahana bertambahnya segala kebaikan bagi kami dan jadikanlah mati sebagai titik henti untuk kami dari segala keburukan.
Ya Allah ya Tuhan kami, ampunilah segala dosa dan kesalahan kami, dan ampuni pula segala dosa dan kesalahan orangtua kami, rahmatilah mereka dengan curahan rahmat-Mu yang tidak bertepi. Ya Allah ya Rabb, bagi orangtua kami, yang telah mendahului kami, kami mohon kepada-Mu, kasihanilah mereka ya Allah dengan curahan rahmat-Mu, ampunilah segala dosa dan kesalahan mereka, sinarilah kubur mereka dengan sinar surgamu, tiuplah kubur mereka dengan angin yang datang dari surga-Mu.
Ya Allah, ya Rabb, tidak ada lagi yang dapat kami perbuat sebagai balas jasa kami kepada mereka kecuali kiriman doa dan permohonan kepada-MU, yang kami yakin sampai kepada mereka. Maka kabulkanlah permohonan kami ya Allah.
Ya Allah ya Tuhan kami, persatukanlah kami dalam rida-Mu, berilah kekuatan kepada kami untuk meperbaiki keadaan kami, membangun bangsa kami, dan berilah petunjuk kepada para pemimpin kami untuk menegakkan kebenaran dan keadilan sesuai dengan perintah-Mu. Kami yakin, ya Allah, atas pertolongan dan bantuan-Mu, setelah masa-masa sulit akan datang masa kemudahan dan setelah datang masa-masa sulit pasti akan datang masa kemudahan, dan hanya kepada-Mu-lah akhirnya kami kembali.
Inna ma’al-‘usri yusraa, wainna ma’al-‘usri yusraa, wa ilaa rabbika farghab.