Kekecewaan Pemilih Jadi Tantangan Terbesar Pilkada Jakarta

Kekecewaan Pemilih Jadi Tantangan Terbesar Pilkada Jakarta
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menggelar acara sosialisasi saat Car Free Day (CFD) di kawasan Sarinah, Jakarta, Minggu (22/9/2024).(MI/SUSANTO)

PAKAR hukum pemilu dari Universitas Indonesia Titi Anggraini berpendapat tantangan terbesar penyelenggaraan Pilkada Jakarta 2024 adalah kekecewaan pemilih. Tantangan itu harus dikelola dengan baik oleh pasangan calon, partai politik, maupun penyelenggara pilkada.

Menurut Titi, kekecewaan itu timbul karena publik menilai pencalonan gubernur-wakil gubernur oleh partai politik tak mencerminkan aspirasi mereka. Implikasinya, muncul gerakan untuk golput ataupun mencoblos semua pasangan calon dalam surat suara.

“Hal itu perlu disikapi secara dewasa dan bijaksana dengan mengedepankan nilai-nilai demokrasi yang inklusif,” kata Titi kepada Media Indonesia, Senin (23/9).

Baca juga : Tiga Paslon Pilkada Jakarta Ambil Nomor Urut Malam Ini

Sikap yang perlu ditunjukkan oleh pasangan calon, sambungnya, adalah dengan mengedepankan politik gagasan dan program serta deliberasi substantif bersama pemilih. Ini bertujuan agar pemilih merasa teryakinkan untuk memilih salah satu di antara mereka, bukan sekadar menjadi alat politik untuk mencapai kekuasaan.

Cek Artikel:  Pengundian Nomor Urut Kekasih Calon Kepala Daerah Pekalongan Diwarnai Keributan

Eksispun penyelenggara pilkada, baik KPU dan Bawaslu, diharapkan menghindari pendekatan dengan cara mengancam atau pemidanaan bagi kelompok masyarakat yang mempromosikan gerakan golput ataupun coblos semua pasangan calon.

Bagi Titi, kedua lembaga penyelenggara itu harusnya merangkul warga Jakarta untuk mengambil peran dalam mengawasi jalannya pilkada dengan luber dan jurdil. Ia berpendapat, preferensi politik pemilih adalah kehendek bebas warga negara yang tak dapat dipaksakan.

Baca juga : Ridwan Kamil Dengarkan Curhatan Penduduk

“Sikap yang inklusif, merangkul, dan terbuka akan membuat publik lebih bisa percaya dan mau terlibat dalam proses penyelenggaraan pilkada. Sebaliknya, jika penuh narasi mengancam atau menakuti, bisa jadi pemilih akan semakin tertantang untuk lebih militan untuk golput saja,” terang Titi.

Cek Artikel:  Survei Ketertarikan Penduduk Jakarta dengan Politik Tetap Rendah

Diketahui, kampanye Pilkada Serentak 2024 bakal dimulai lusa, Rabu (25/9). Titi mendorong setiap pasangan calon kepala daerah yang berlaga dapat mengedepankan politik gagasan berbasis program dan menjauhi praktik-praktik kampanye yang tak mendidik. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah memperbanyak dialog kepada masyarakat sebagai calon pemilih.

“Pemilih harus selalu diajak untuk menghindari jual beli suara dan praktik kampanye jahat yang bernuansa hegemoni identitas dan kebencian antarkelompok,” pungkas Titi. (H-2)

Mungkin Anda Menyukai