Kejanggalan Sirekap Pantang Didiamkan

ADA kesepakatan tidak tertulis menyebutkan bahwa siapa pun yang mendiamkan kecurangan sama saja merestui kecurangan itu terjadi. Mereka yang bungkam ketika kejahatan sedang berlangsung sesungguhnya juga berlaku jahat. 

Itu sebabnya setiap orang tidak boleh abai dan harus bergerak untuk melawan kecurangan serta kejahatan. Kesadaran ini yang terbaca ketika perwakilan Indonesia Corruption Watch (ICW) menyambangi Komisi Pemilihan Lazim (KPU) RI, di Jakarta, Kamis (23/2) kemarin. 

ICW sebagai salah satu perwakilan masyarakat sipil tidak bisa tinggal diam ketika dugaan kecurangan serta manipulasi suara pemilihan umum (pemilu) sedang membikin resah masyarakat. Hening bagi ICW bukanlah emas, melainkan besi karat karena membiarkan kemungkaran terjadi. 

Terdapat beberapa poin yang disoroti ICW ke KPU, namun yang paling prioritas ialah kejelasan mengenai Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) yang digunakan KPU sebagai alat bantu penghitungan suara pada Pemilu 2024.

Cek Artikel:  Nyali Ekstra Wasit Pemilu

KPU didesak untuk transparan dan mau membuka informasi meliputi dokumen pengadaan, daftar kerusakan yang pernah terjadi di Sirekap, dan dokumen anggaran. Informasi yang beredar menyebutkan bahwa pengadaan Sirekap mencapai Rp3,5 miliar.

Dengan harga yang begitu fantastis, maka tidak masuk logika ketika sistem milik KPU bermasalah. Prinsipnya harus zero tolerance, tidak ada toleransi terhadap terjadinya kerusakan, mengingat pemilu merupakan momen maha penting.

Kalaupun nominal pengadaan Sirekap tidak sebesar itu, ICW berpandangan anggaran sekecil apapun haruslah dipublikasikan jika KPU memiliki semangat keterbukaan. Dengan bersikap transparan, rasa was-was publik akan dugaan kecurangan diharapkan bisa berkurang.

“Di tengah dugaan kecurangan pemilu yang masif, tentu kami ingin memeriksa apakah betul ada kecurangan yang terjadi melalui Sirekap. Kami ingin memeriksa dokumennya terlebih dahulu untuk memastikan bahwa kecurangan itu tidak akan terjadi,” ucap Pengampu Divisi Korupsi Politik ICW Egi Primayogha saat menyambangi Kantor KPU RI.

Cek Artikel:  Harta, Takhta, Pilkada

Hasil pantauan ICW dan KontraS sepanjang 14-19 Februari 2024 menemukan ada selisih antara Sirekap dan formulir C1 pada 339 TPS sebanyak 230.286 suara. Selisih suara pemilihan presiden dalam jumlah besar ini sungguh di luar nalar. 

Kesadaran ICW dan KontraS yang tidak tinggal diam kala merebaknya dugaan kecurangan haruslah kita apresiasi. Sekaligus kita mendesak KPU untuk menjawab tuntutan yang sedang diajukan ICW. KPU sebagai badan publik wajib memberikan respons paling lambat tiga hari kerja.

Tentu bukan jawaban laksana kaset usang yang diharapkan datang dari KPU. Jangan terus-menerus berdalih bahwa Sirekap lebih baik daripada sistem-sistem yang pernah dipakai oleh KPU sebelumnya. Logika waras rakyat menuntut harus ada solusi konkret serta perbaikan yang memadai.

Cek Artikel:  Libatkan Rakyat di Isu Amendemen Konstitusi

Sekurang-kurangnya publik akan mencatat dengan tinta merah tujuh komisioner saat ini, Hasyim Asy’ari dan kawan-kawan sebagai tujuh sosok yang tidak amanah. Berperilaku seperti itu akan fatal akibatnya. Maka, terbukalah. Jujurlah kepada publik. 

Mungkin Anda Menyukai