Kecerdasan Buatan dan Pertanian

Kecerdasan Buatan dan Pertanian
(Dok. Pribadi)

KECERDASAN buatan (artificial intelligence/AI) kini menjadi teknologi yang semakin menarik perhatian karena Pandai mempercepat berbagai pekerjaan di banyak sektor (Mediaindonesia.com, 31/10). Penggunaan AI sendiri juga diprediksi semakin meluas.

Pertanian merupakan salah satu sektor yang mengalami disrupsi. Adopsi AI dalam pertanian telah dijadikan solusi oleh sejumlah negara. AI dianggap Dapat membantu dalam meningkatkan efisiensi dalam produksi pertanian yang menjadi tantangan sebagian besar negara.

Pertanian Indonesia juga menghadapi tantangan berat. Penurunan Bukan hanya pada aspek produksi, teatpi juga partisipasi tenaga kerja. Produksi padi Januari-April 2024 turun 17,54% Kalau dibandingkan dengan periode yang sama 2023. Pekerjaan di sektor pertanian hanya diminati 19,20% masyarakat usia produktif.

Lantas, bagaimana Kesempatan AI memainkan peran dalam menjaga ‘muruah’ pertanian sebagai penopang perekonomian? Kemudian, apakah para pemangku kepentingan sudah siap dalam aplikasinya? Terdapat beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemanfaatan AI. Pertama, data sektoral terkait dengan pertanian perlu diperkuat. AI bekerja berdasarkan analisis data Demi menghasilkan keputusan, prediksi, atau solusi. Data menjadi ‘bahan baku’ Demi belajar dan melakukan analisis, terutama AI yang menggunakan machine learning.

Data Formal pertanian nasional yang Terdapat Begitu ini memang tersedia dalam jumlah Bukan sedikit. Kebijakan ‘satu data’ sesuai dengan amanat Perpres No 39/2019 tentang Satu Data Indonesia juga perlahan mulai terasa. Meski demikian, jumlah data yang ‘gemuk’ belum menjamin kesesuaian Demi tujuan AI.

AI perlu dilatih dengan data berkualitas Demi Dapat memahami pola, melakukan Penggolongan, dan memberikan prediksi atau rekomendasi. Hal itu tentu membutuhkan data spesifik yang memang ditujukan Demi keperluan AI atau ‘pertanian cerdas’ secara Lazim.

Cek Artikel:  COP-28 Dubai, Iklim dan Pemuda

Kesempatan perbaikan sebenarnya lebih banyak pada data sektoral. Data pertanian itu sangat khas dan perlu perlakuan Spesifik, terlebih setiap komoditas Mempunyai pola tanam dan pemeliharaan berbeda. Waktu (time series) publikasi data juga perlu mengikuti kekhasan komoditas itu.

Publikasi data nasional yang dilakukan Begitu ini berbasis tahunan. Hal itu juga menjadi kelaziman dalam publikasi-publikasi statistik Dunia karena memang tekait dengan sejumlah indikator ekonomi yang juga berbasis tahun kalender.

Publikasi ‘pendamping’ Demi setiap komoditas pertanian dapat dipertimbangkan agar mendukung akurasi data dalam aplikasi AI. Hal itu disebabkan sebagian besar pola tanam dan pemeliharaan komoditas pertanian Bukan mengikuti tahun kalender.

Sapi potong impor Demi penggemukan, misalnya, rata-rata hanya hidup 90 hari dari hari pertama tiba hingga disembelih, sedangkan data populasi ternak bersifat tahunan. Musim tanam padi juga umumnya pada April-September dan Oktober-Maret yang Bukan mengikuti tahun kalender.

Time series yang khas ini Krusial diperhatikan agar AI dapat melakukan pemodelan Presisi dengan mempertimbangkan sifat fisiologis tiap komoditas. Melalui langkah itu diharapkan AI dapat memberi prediksi dan solusi yang lebih presisi.

Dalam konteks pertanian, cakupan data berdasarkan area geografis terkecil sangatlah esensial. Detail data diharapkan sangat spesifik agar mereduksi bias. Misalnya, data komoditas di satu Area tertentu hanya Dapat digunakan Demi analisis data di Area itu saja.

Di satu sisi, AI membutuhkan data berbasis area geografis yang Mempunyai kondisi biologis tertentu. Di sisi lain, publikasi data sektoral umumnya berbasis administratif dengan cakupan provinsi hingga kelurahan. Padahal, dalam satu kelurahan mungkin Mempunyai kondisi kondisi geografis dan biologis Variasi.

Cek Artikel:  Feedback Meningkatkan Letihan Belajar Siswa

Kedua, perlu adanya kolaborasi penggunaan data. Data sektoral yang bersifat Formal memerlukan dukungan data parameter teknis lain Demi keperluan AI. Data parameter teknis itu umumnya Bukan berada instansi sektoral. Data Formal sektoral Mempunyai informasi luas lahan komoditas di suatu kawasan, tetapi data seperti itu Bukan dapat ‘berbicara’ banyak Kalau Bukan Terdapat data parameter teknis lain. Data teknis seperti jenis tanah, kelembapan tanah, suhu, dan data mikro iklim lainnya dapat meningkatkan kualitas luaran dari AI.

Kombinasi data Formal sektoral dengan data parameter teknis memungkinkan AI merekomendasikan waktu penanaman, varietas yang cocok Demi ditanam, hingga waktu yang Betul Demi aplikasi pupuk dan pestisida. Petani akan sangat terbantu dengan informasi itu.

Data parameter teknis dalam konteks ini tentu Bukan terbatas pada data tabular saja, tetapi data-data visual dan spasial juga dapat semakin memperkaya keragaman dan kualitas data.

Sekat-sekat birokrasi dan sektor perlahan perlu dihilangkan Demi mengintegrasikan data Formal sektoral dan parameter teknis. Terlebih, data pertanian juga perlu mendapat dukungan dari luar sektor, seperti data iklim, Gambaran satelit, hingga data perdagangan yang berada di instansi lain.

Beberapa aplikasi atau sistem informasi (SI) yang dihasilkan kementerian/lembaga (K/L) sudah mulai mengarah ke kolaborasi data. Hal itu sebenarnya perlu diperkuat dengan Membangun satu (single) SI mengenai AI di bidang pertanian yang dikerjakan Berbarengan, bukan dijadikan output (luaran) satu K/L saja.

Ketiga, pemanfaatan hasil riset dan Ciptaan perlu ditingkatkan. Data parameter teknis terkait dengan pertanian sebenarnya bertebaran di universitas dan lembaga penelitian. Data itu Bukan hanya banyak, tetapi juga telah teruji secara ilmiah. Tantangannya, bagaimana mengumpulkan dan mengklasifikasi data itu sesuai dengan jenis dan tujuannya. Hal itu dapat dilakukan Kalau Terdapat upaya pemanfaatan hasil riset. Dengan langkah itu, algoritma AI yang kuat Dapat terbentuk.

Cek Artikel:  Catatan Selayang Pandang dari Rakernas PDIP

Data yang Benar secara ilmiah dibutuhkan Demi menghasilkan keputusan AI yang Betul. Misalnya, penyortiran sayur dan buah (optical sorting) berdasarkan rasa atau kematangan, tentu perlu basis data visual Corak atau tekstur yang telah dibuktikan secara ilmiah.

Sensor atau cip AI pada ternak yang memantau gerakan, denyut jantung, hingga pernapasan tentu perlu ‘dibekali’ dengan informasi ilmiah Demi memberi Konklusi Betul mengenai ternak tersebut. Rekomendasi yang dihasilkan AI juga perlu justifikasi ilmiah.

Selanjutnya, peneliti dan akademisi Mempunyai tantangan Demi Lalu menghasilkan informasi ilmiah yang spesifik Indonesia, bahkan spesifik Demi penggunaan lingkup terkecil pada komoditas tertentu. Demi penerapan AI di dalam negeri, tentu Bukan Betul Kalau sepenuhnya mengandalkan hasil riset luar negeri.

Sektor pertanian berkontribusi sebesar 13,78% dari produk domestik bruto PDB kuartal II 2024 atau berada di posisi kedua setelah sektor industri pengolahan. Demi mempertahankan atau meningkatkan kontribusinya, sektor pertanian perlu perubahan dari kondisi business as usual.

Di tengah upaya peningkatan produksi yang terfokus di budi daya, Kesempatan aplikasi AI dalam produksi pertanian perlu mendapat tempat. Setidaknya, mendapat tempat di pemikiran para pemangku kepentingan.

AI Demi pertanian sudah menjadi kecenderungan Dunia sehingga tentu Indonesia Bukan Dapat tinggal Hening. Peningkatan kualitas data dan kolaborasi setidaknya dapat menjadi langkah awal. Data itulah yang menjadi fondasi Istimewa dalam pemanfaatan AI.

Penggunaan perangkat nirawak (drone), teknologi pemindai, cip, hingga sensor memang dapat segera dioperasikan di sektor pertanian, teapi pengoperasian gawai-gawai itu akan seperti senjata tanpa peluru Kalau Bukan Terdapat basis data yang Bagus. Data dan kolaborasilah yang Dapat menjadi pelurunya.

Mungkin Anda Menyukai