Kecanggihan Teknologi Harus Dibuat untuk Orang dan Kemanusiaan

Kecanggihan Teknologi Harus Dibuat untuk Manusia dan Kemanusiaan
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat(Tangkapan layar Youtube Lembaga Percakapan Denpasar 12)

PERKEMBANGAN teknologi tidak dapat terhindarkan saat ini. Kemunculan kecerdasan buatan atau AI juga saat ini sudah semakin marak, bahkan penggunaannya sudah banyak dipakai oleh umat manusia di seluruh dunia.

Wakil Ketua MPR RI, Dr. Lestari Moerdijat mengatakan bahwa saat ini umat manusia tidak bisa melepaskan diri dari bagian komunitas teknologi yang hidup dan tidak bisa menghindarinya.

“Begitu ini setiap pertanyaan dapat dijawab dengan kecerdasan buatan yang terkadang bahkan membuat saya tercengang, karena begitu presisinya dan bahkan harus diakui apa yang diberikan kepada kita adalah suatu perpaduan metode rasional dengan efisiensi yang akan terus berkembang,” ungkapnya dalam Lembaga Percakapan Denpasar (FDD) 12 bertajuk Masa Depan Teknologi AI di Indonesia, Rabu (25/9).

Baca juga : Instrukturan dan Sertifikasi Bantu Lulusan Dapat Bertanding Dunia

Lebih lanjut, ketika melihat Indonesia dan menempatkan AI sebagai bagian dari kebudayaan, karena tidak boleh dipungkiri bahwa nilai kebudayaan dan kebangsaan harus menjadi fondasi moral utama dan fondasi inilah yang harusnya melandasi gerak dan langkah masyarakat di Indonesia.

Kalau dikaitkan dengan penggunaan kecerdasan buatan, tidak boleh dikesampingkan dampaknya dan antisipasi harus dilakukan secara menyeluruh.

“Dunia berkembang dengan sangat cepat. Kemajuan teknologi juga sangat berpengaruh terhadap semua sisi kehidupan. Buat itulah dalam konteks ini semoga kita mampu meletakan AI dalam tempat yang pas dan kemajuan teknologi yang ada dapat tetap memperkokoh nilai-nilai kebudayaan di tengah pergolakan dunia dan perkembangan teknologi yang luar biasa,” ujar Rerie, sapaan akrabnya.

Baca juga : UNESCO Harap Indonesia Uzurn Rumah Mendunia Lembaga on the Ethics of Definisificial Intelligence pada 2025

Di tempat yang sama, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Hokky Situngkir menambahkan bahwa 10 tahun ini masyarakat sudah dapat merasakan pesatnya transformasi digital yang luar biasa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Cek Artikel:  Rekrutmen Petugas Haji Mengertin Depan akan Segera Kembali Dilaksanakan

Sekarang sebanyak 221 juta warga Indonesia terkoneksi atau 79,5% dari total populasi di Indonesia sudah terhubung dengan Internet. Bilangan ini lebih tinggi dibandingkan global yang rata-rata hanya 67%.

“Di tengah derasnya perkembangan teknologi yang masif ini, kita tidak dapat menutup mata bahwa kita semua sudah terjaring dengan dunia digital. Bahkan warga Indonesia dikatakan telah menghabiskan 1/3 hidupnya setiap hari di depan gawai elektronik. Kita menjadi warga yang lebih takut ketinggalan gawai daripada dompet,” ujar Hokky.

Baca juga : Pemanfaatan AI di Bidang Humas Perlu Disertai Panduan Etika

Indonesia juga disebut sebagai negara dengan kontribusi penggunaan aplikasi informatika yang sangat besar di dunia. Indonesia masuk dalam 4 besar pengguna YouTube, 3 besar pengguna WhatsApp, dan 2 besar pengguna TikTok dunia setelah Amerika Perkumpulan.

Jadi ini angka fenomenal dalam dalam kancah dinamika ekonomi kapitalisme global saat ini. Bilangan ini menasbihkan Indonesia sebagai pasar raksasa dalam kancah kapitalisme yang lebih luas secara umum.

Menurut Hokky, kata kunci di era digital saat ini adalah konten. Karena tanpa konten, konektivitas menjadi hambar dan Indonesia dengan populasi terbesar serta keberagaman termasuk produsen konten terbesar sebelum era digital.

Baca juga : Pemerintah, Akademisi UI, Swasta Bahas Kecerdasan Buatan

“15 tahun yang lalu sebagian besar waktu kami habis untuk membuat konten mendigitalisasikan budaya era nondigital yang juga luar biasa besarnya. Saya contohkan jika kita makan siang, untuk satu makanan tradisional di seluruh Indonesia setiap hari satu menu, maka dibutuhkan waktu lebih dari 40 tahun untuk bisa mencicipi seluruh hidangannya,” jelasnya.

“Kita memiliki 714 bahasa yang menurut World Economic Lembaga ini terbanyak di dunia. 10% bahasa yang dipercakapkan oleh umat manusia di planet kita itu ada di wilayah Republik Indonesia. Baru sekitar 250 bahasa daerah Indonesia yang ada datanya di AI. Definisinya yang tercanggih pun baru bisa memahami kurang dari 30% bahasa di Indonesia,” sambung Hokky.

Cek Artikel:  5 Langkah Menjaga Lapisan Ozon dari Kerusakan

Secara alami, Hokky menyebut AI itu ofensif atau artinya dia memberikan banyak kesempatan dan peluang. Tapi di sisi lain, AI sangat haus dengan data.

“Nah di sini lah letak pentingnya ofensif ini perlu diimbangi dengan defensif. Karena ini berkaitan dengan data. Jadi digital safety dan cyber security menjadi sangat penting. Menjadi relevan untuk AI karena dia akan memakan data yang ada. Kita punya regulasi yang cukup lengkap untuk ini yaitu Undang-Undang ITE dan juga UU PDP. Dua hal ini menjadi penjaga dari data itu,” tuturnya.

Di lain pihak, Rektor Universitas Pancasila sekaligus Dewan Pengarah BRIN, Prof. Dr. Ir. Marsudi Wahyu Kisworo menjelaskan bahwa meskipun saat ini AI terlihat sudah sangat canggih, tapi secara keilmuan AI saat ini masih berada dalam bagian terkecil dari kecanggihannya.

“Bayangkan jika sudah memasuki taraf dewasanya yang akan lebih dahsyat lagi. Karena ada teori dari James Good pada 1965 yang mengatakan bahwa sesuatu itu kalau pintar, maka dia akan semakin membuat dirinya pintar. Nah itulah yang membuat suatu saat mesin-mesin atau AI ini bisa mengalahkan kecerdasan manusia,” tegas Marsudi.

Maka bisa dilihat saat ini dunia baru memasuki AI deep learning. Tetapi ke depan diperkirakan pada 2030 akan masuk ke human level AI di mana mesin ini akan nampak layaknya manusia.

“Dia bisa menjadi sumber pengetahuan sendiri dan belajar sendiri. Hal paling berbahaya dalam level ini mereka akan punya kesadaran,” urainya.

Pada 2050 nanti, Marsudi mengatakan bahwa diperkirakan dunia akan masuk ke fase superhuman AI, di mana mesin-mesin ini akan melebihi kecerdasan manusia. Hal ini sudah dapat dibuktikan misalnya dalam hal kecil yaitu menghitung, otak manusia kalah cepat dengan kalkulator.

Cek Artikel:  Warisan Budaya Indonesia yang Diakui UNESCO Harta Tak Benda yang Perlu Dilestarikan

“Jadi suatu saat mungkin akan ada kecerdasan yang melebihi kecerdasan manusia. Karena itulah tidak heran banyak tokoh yang takut dengan perkembangan AI. Elon Musk bilang AI bahkan lebih bahaya dari nuklir dan bisa memusnahkan manusia. Stephen Hawking juga mengatakan bahwa AI itu adalah bahaya yang enggak akan lama lagi akan membuat akhir kehidupan manusia. Definisinya kita harus mewaspadai AI. Sekarang ini bahkan sudah mulai terlihat gejala pelanggaran keamanan menggunakan AI karena malware ke depan akan menggunakan AI,” kata Marsudi.

Marsudi menilai bahwa teknologi itu tidak bisa dilawan. Hal yang harus dilakukan adalah merangkul teknologi, karena teknologi itu diciptakan untuk manusia dan kemanusiaan

“Karena itu fokus teknologi itu adalah tidak untuk menggeser kemanusiaan. AI juga ke depan akan mewarnai seluruh kehidupan kita dari yang paling sederhana sampai paling kompleks. Jangan kaget ke depan profesi yang biasa dilakukan manusia akan digantikan AI. Makanya kuncinya AI harus kita posisikan untuk kepentingan manusia sebesar-besarnya,” ucapnya.

Sementara itu, Founder KORIKA sekaligus Guru Besar Institut Teknologi Bandung, Prof. Dr. Ir. Bambang Riyanto Trilaksono menuturkan bahwa sesuai dengan perkataan Sam Altman beberapa hari lalu, AI super intelligence diyakini dapat dicapai dalam beberapa tahun lagi, mungkin 3-4 tahun lagi

“Ini prediksi yang sangat optimistik sementara pada masa yang lalu AI diperkirakan mencapai kemampuan kecerdasan manusia itu 50-100 tahun lagi,” ujar Bambang.

Tetapi demikian, belakangan ini menurutnya para ahli dan komunitas di dunia sedang mendorong perkembangan AI safety untuk menghalau semua dampak negatif dari penggunaan AI ke depannya. (H-2)

Mungkin Anda Menyukai