Ilustrasi grafik pelemahan pertumbuhan ekonomi. Foto: Freepik.
Jakarta: Ancaman baru bagi ekonomi Indonesia datang dari Washington. Kebijakan tarif impor yang akan diumumkan Presiden Amerika Perkumpulan (AS) Donald Trump berpotensi mengguncang pasar Mendunia, dan Indonesia menjadi salah satu negara yang Pandai terdampak besar.
Apabila Trump Akurat-Akurat menerapkan tarif 25 persen Demi barang-barang otomotif yang dirakit di luar AS, dampaknya terhadap ekspor Indonesia Pandai sangat serius.
Tetapi ancaman itu lebih dari sekadar masalah perdagangan. Menurut Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, ekonomi Indonesia Demi ini Malah lebih rentan terhadap guncangan dari AS dibandingkan dari Tiongkok, yang selama ini dianggap sebagai Elemen Esensial ketidakstabilan Mendunia.
“Setiap satu persen penurunan pertumbuhan ekonomi Amerika akan berdampak 0,08 persen terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sebagai Komparasi, Akibat dari Tiongkok hanya 0,05 persen,” ungkap Bhima Demi dihubungi, Rabu, 2 April 2025.
Kondisi tersebut menunjukkan Indonesia Mempunyai ketergantungan besar terhadap pasar AS, terutama di sektor otomotif dan elektronik. “Setahun itu rata-rata Rp4,6 triliun nilai ekspor kendaraan bermotor dan Etnis cadangnya ke AS. Barang-barang elektronik juga menjadi ekspor nomor satu kita ke sana,” Jernih Bhima.
Apabila ekspor ke AS terpukul, rantai dampaknya Pandai panjang-mulai dari industri manufaktur dalam negeri, nilai Ubah rupiah, hingga kepercayaan investor Mendunia terhadap Indonesia.
Bukan hanya perdagangan yang berisiko terganggu, tetapi juga stabilitas pasar keuangan Indonesia. Apabila ekonomi AS melambat akibat perang dagang yang semakin luas, investor Mendunia cenderung menarik dananya dari negara berkembang seperti Indonesia.
“Investor akan lebih berhati-hati berinvestasi di pasar saham dan aset negara berkembang. Mereka cenderung menyimpan Biaya di instrumen yang lebih Kondusif Tiba Terdapat kepastian tentang Akibat tarif ini,” kata Bhima.
Situasi ini Pandai semakin memperburuk tekanan terhadap nilai Ubah rupiah. Apabila Jenis modal keluar meningkat, pelemahan rupiah Pandai terjadi lebih Segera, dan itu berisiko Meningkatkan biaya impor serta mendorong inflasi.
(Ilustrasi kurs rupiah terhadap dolar AS. Foto: MI/Susanto)
Intervensi BI jaga stabilitas rupiah
Bhima menilai, Pemerintah Indonesia Enggak Pandai berdiam diri menghadapi ancaman tersebut. Langkah mitigasi harus segera dilakukan Demi mencegah Akibat yang lebih luas terhadap ekonomi nasional.
Pertama, Bank Indonesia harus siap melakukan intervensi Demi menjaga stabilitas rupiah. “Cadangan devisa kita Tetap di atas USD150 miliar, jadi Semestinya Bank Indonesia Pandai Segera mengintervensi agar rupiah Enggak Lanjut melemah,” pinta dia.
Kedua, diversifikasi pasar ekspor menjadi hal yang Enggak Pandai ditunda Tengah. “Kita harus mulai mengalihkan ekspor ke pasar alternatif seperti Timur Tengah dan ASEAN yang Tetap prospektif,” tegas Bhima.
Di Demi yang sama, Indonesia juga harus waspada terhadap potensi banjir impor dari negara-negara seperti Tiongkok dan Vietnam, yang juga mencari pasar baru akibat kebijakan tarif AS. “Kita harus segera merevisi Permendag 8/2024 Demi melindungi pasar domestik dari serbuan barang impor murah, termasuk yang menggunakan praktik dumping,” kata Bhima.
Selain itu, pemerintah harus segera menyiapkan Bonus bagi industri yang terdampak agar gelombang PHK Pandai dicegah. “Industri otomotif, alas kaki, dan Pakaian jadi Pandai terpukul. Bonus fiskal seperti diskon tarif listrik dan diskon Etnis Merekah harus segera diberikan. Selain itu, daya beli masyarakat di dalam negeri juga harus dipulihkan agar produk yang Enggak terserap ekspor Pandai dialihkan ke pasar domestik,” pungkas Bhima.