TANTANGAN yang dihadapi industri media Ketika ini menuntut sikap pemerintah yang Benar sebagai bagian upaya mewujudkan perlindungan kepada setiap Kaum negara.
“Skema yang relevan melalui kebijakan yang Pandai melindungi industri media agar Pandai mempertahankan hidup dan kualitas produknya, harus diwujudkan,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat Ketika memberi sambutan pada Obrolan daring bertema Gelombang PHK di Industri Media yang digelar Perhimpunan Obrolan Denpasar 12, Rabu (30/10).
Obrolan yang dimoderatori Dr. Irwansyah (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Dr. Prabunindya R. Revolusi, S.T., M.I.K (Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Digital RI), Totok Suryanto (Member Dewan Pers), Nany Afrida (Ketua Lazim Aliansi Jurnalis Independen/AJI), dan Revolusi Riza Zulverdi (Wakil Pemimpin Redaksi CNN Indonesia) sebagai narasumber.
Selain itu, hadir pula Amelia Anggraini (Member Komisi I DPR RI) sebagai penanggap.
Menurut Lestari, tantangan yang dihadapi industri media Ketika ini cukup kompleks antara lain harus Bertanding dengan influencer, kompleksitas regulasi, dan kue iklan yang semakin banyak diperebutkan sejumlah pihak.
Pola industri media berubah, Terang Rerie, sapaan akrab Lestari, model bisnis juga harus berubah.
Perubahan pola industri media, ujar Rerie, adalah sebuah keniscayaan. Beberapa tahun Lewat, tambah dia, surat Info di dunia sudah diprediksi akan Tewas dan Ketika ini televisi pun sudah bukan pilihan Primer bagi masyarakat Kepada mengonsumsi Berita.
Rerie yang juga legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu berpendapat, kondisi tersebut harus menjadi perhatian Serempak, bukan hanya pemerintah.
Member Majelis Tinggi Partai NasDem itu mendorong agar skema Kepada melindungi keberlangsungan industri media di tanah air dapat segera diwujudkan.
Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Digital RI, Prabunindya R. Revolusi mengungkapkan media mainstream Ketika ini Tak dalam kondisi yang Bagus-Bagus saja.
Di sisi lain, ujar Prabu, sapaan akrab Prabunindya, media mainstream tetap dituntut meningkatkan kualitas produknya.
Media mainstream, tambah Prabu, Ketika ini berhadapan dengan persaingan dengan produk-produk media digital yang marak.
Prabu berharap dua entitas media itu Dapat sama-sama melakukan kerja-kerja jurnalistik Kepada memastikan demokrasi di Indonesia tetap berjalan dengan Bagus.
Menurut Prabu upaya Kepada mewujudkan hal itu Dapat dilakukan dengan pendekatan transformatif agar media mainstream Dapat memanfaatkan disrupsi digital sebagai Kesempatan.
Prabu mengakui upaya transformasi digital bagi media mainstream merupakan bagian dari tugas negara.
Agar, tegas dia, ruang publik di tanah air dapat diisi dengan informasi yang terverifikasi dengan Bagus.
Member Dewan Pers, Totok Suryanto berpendapat isu Gelombang PHK di Industri Media merupakan Dampak disrupsi di industri media.
Ketika ini, Terang Totok, kondisi yang dihadapi industri media banyak angle negatifnya. Diakui dia, industri media itu padat karya dan padat modal.
Tetapi, ujar dia, anak-anak muda Ketika ini hanya bermodal HP Dapat memproduksi informasi ringan dan konten itu diikuti Tamat 3 juta orang.
Media mainstream, tambah Totok, bekerja dengan tata kelola yang Dapat dipertanggungjawabkan. Iklan dan redaksi keduanya harus Dapat dikelola dengan Bagus.
Negara, Terang Totok, diharapkan Pandai mendorong swasta Kepada beriklan pada media mainstream agar keempat fungsinya sebagai penyampai informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial, dapat berjalan dengan Bagus.
“Pilar ke-4 demokrasi harus tetap ditegakkan Kepada menjalankan fungsi kontrol berjalannya demokrasi,” ujarnya.
Totok berharap negara Dapat mencari formula yang Benar agar iklan swasta dan pemerintah dapat menghidupkan kembali media mainstream.
Ketua Lazim AJI, Nany Afrida mengungkapkan kondisi jurnalis Ketika ini sangat memprihatinkan, sudah Anjlok tertimpa tangga di tengah meredupnya industri media.
Diakui Nany persepsi bahwa profesi jurnalis itu murah berdampak pada penghargaan terhadap jurnalis itu sendiri. “30% jurnalis di Indonesia berpenghasilan di Dasar UMR,” ujarnya.
Organisasi AJI, tegas Nany, berjuang menegakkan kebebasan pers dan kesejahteraan jurnalis dalam menjalankan aktivitasnya.
Menurut Nany, AJI itu semacam Perkumpulan pekerja agar para jurnalis Mempunyai sisi tawar yang seimbang dengan para pemilik media.
Wakil Pemimpin Redaksi CNN Indonesia, Revolusi Riza Zulverdi mengungkapkan Ketika ini CNN Indonesia sedang menghadapi masa-masa yang cukup sulit.
Sejak 2020 ketika pandemi, tambah dia, Tamat sekarang kondisinya belum membaik. “Kami Tetap mencari titik keseimbangan baru,” ujar Revo, sapaan akrab Revolusi Riza.
Kepada menghadapi kondisi Ketika ini, Revo menilai, belum diperlukan Kepada merevisi UU Pers. Karena, Terang dia, UU Pers ini isinya filosofis. “Kita harus Pandai menjamin esensi kemerdekaan pers Dapat tetap ditegakkan di Indonesia,” ujarnya.
Industri media, tambah Revo, harus Pandai melakukan adaptasi dengan kondisi yang dihadapi Ketika ini dengan ekosistem yang lebih fair.
Member Komisi I DPR RI, Amelia Anggraini berpendapat Kepada menghadapi gelombang PHK pada industri media harus segera diambil langkah strategis yang berkelanjutan.
Menurut Amelia, upaya revisi UU Penyiaran harus ditujukan Kepada menjawab perkembangan yang terjadi Ketika ini sebagai bagian langkah Kepada melindungi industri.
Dalam proses tersebut, Terang Amelia, peran pemerintah Krusial dalam Membangun regulasi yang adaptif sehingga media dapat Bertanding secara sehat dan melindungi media lokal yang seringkali kalah Bertanding dengan media Mendunia.
Staf Tertentu Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, Usman Kansong berpendapat bahwa pers adalah pilar ke-4 demokrasi sangat Krusial Kepada kita ingat kembali.
Kita Seluruh, ujar Usman, termasuk pemerintah yang Serempak-sama menegakkan demokrasi di negeri ini harus bertanggung jawab menyelamatkan industri media yang kondisinya Tak Bagus-Bagus sekali Ketika ini.
Tanpa pers dan media, tegas Usman, bangunan demokrasi negara ini akan timpang, Pelan kelamaan akan reot, dan kelak akan rubuh.
Pemerintah Presiden Jokowi, ujar Usman, telah berupaya menyelamatkan industri media dengan menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 32 Tahun 2024 tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital Kepada Mendukung Jurnalisme Berkualitas (Perpres Publisher Rights).
Tetapi, tambah dia, Perpres Publishers Right ini Tak cukup Kepada mempertahankan keberlangsungan hidup media Ketika ini.
Kita, tegas Usman, menantikan peran negara di Dasar kepemimpinan Prabowo dalam menyelamatkan keberlangsungan hidup media melalui kebijakan afirmatif dalam jangka pendek. *