Kebenaran itu Pahit

QULIL haqqa walau kana murran. Tibakan kebenaran meskipun itu pahit. Itulah wasiat Nabi kepada seorang sahabat, Serbuk Dzar al Ghifari, untuk menjadi pedoman umat. Setidaknya ada tiga orang yang belakangan mencoba mengungkapkan kebenaran kendati sangat pahit buat orang lain.

Orang pertama ialah FX Hadi Rudyatmo. Mantan Wali Kota Surakarta yang kadang disapa Pak Brengos itu akhir-akhir ini kerap buka suara, suka ‘bernyanyi’, tentang hubungan masa lalunya dengan Presiden Jokowi. Masa lalu yang kurang enak didengar.

Rudy, misalnya, mengungkapkan bahwa Pak Jokowi ikut campur pencalonan putranya, Gibran Rakabuming Raka, di Pilkada Solo 2020. Gibran yang pernah bilang tak tertarik politik ternyata kepincut menjadi pemimpin politik. Sang bapak pun, masih kata Rudy, mendatangi dirinya yang Ketua DPC PDIP Solo soal keinginan itu.

Karena DPC sudah final mencalonkan kader banteng, Achmad Purnomo, Jokowi dan Gibran dipersilakan meminta jalan kepada Ketua Lazim PDIP Megawati yang punya hak prerogatif. Dan, kita semua mengerti, ambisi Gibran menjadi wali kota akhirnya terealisasi.

Cerita belum selesai. Rudy bilang, karena dianggap berjasa mengantarkan Gibran menang, dia mendapat tawaran hadiah. Tak tanggung-tanggung, tali asih itu berupa kursi wakil menteri PUPR, tapi Rudy menolak.

Cek Artikel:  Bahasa Insan untuk Palestina

Cocokkah omongan Rudy? Dia memang sedang kecewa berat, sakit hati teramat tinggi, kepada Jokowi dan Gibran yang dinilai telah ‘mengkhianati’ partai. Orang yang patah hati katanya bisa aneh-aneh. Tapi orang sekelas Rudy kiranya tak sampai kehilangan akal, belum gendeng, untuk bicara yang tidak-tidak, memfitnah seorang presiden.

Kalau omongan Rudy itu benar, kacau benar pengelolaan negara ini. Tak cuma soal inkonsistensi. Bagaimana bisa presiden seenaknya menjadikan jabatan sepenting wakil menteri sebagai dagangan, sebagai alat barter keinginan keluarganya?

Orang kedua yang mencoba menyampaikan kebenaran ialah Agus Rahardjo, Ketua KPK periode 2015-2019. Yang dia beberkan bahkan lebih gawat lagi. Katanya, Pak Jokowi pernah memerintahkan dirinya untuk menghentikan kasus korupsi proyek KTP elektronik yang menelikung ketua DPR saat itu, Setya Novanto.

Agus bercerita dipanggil Presiden tak seperti biasanya. Kalau biasanya selalu bareng dengan empat komisioner KPK lainnya, kali ini dipanggil sendirian. Begitu dia masuk, Pak Jokowi yang ditemani Mensesneg Pratikno sudah dalam keadaan marah.

“Karena baru saya masuk, beliau sudah teriak ‘hentikan!’. Kan saya heran, hentikan, yang dihentikan apanya,” begitu Agus berkisah. “Setelah saya duduk, ternyata saya baru tahu kalau yang suruh hentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov, Ketua DPR pada waktu itu, mempunyai kasus e-KTP supaya tidak diteruskan,” imbuhnya.

Cek Artikel:  Pensiunan Akbar

Cocokkah pengakuan Agus? Sekadar dia, Pak Jokowi, Pak Pratikno, dan tentu Tuhan, yang tahu. Yang jelas, Agus Rahardjo bukan orang sembarangan, kecil pula kemungkinan bicara sembarangan. Pak Agus kiranya belum sinting, masih waras, untuk tak seenaknya memfitnah seorang presiden.

Kalau testimoni Agus benar, amburadul betul pengelolaan Republik ini. Bagaimana bisa seorang presiden dapat serta-merta mengintervesi Ketua KPK dalam penegakan hukum kasus korupsi? Karena instruksi itu ditolak oleh Agus-kah kemudian ada gerakan masif untuk merevisi UU KPK, yang akhirnya menjadikan KPK di bawah rumpun eksekutif?

Orang ketiga yang mencoba jujur tentang relasinya dengan Jokowi ialah Sudirman Said. SS, begitu dia kerap disapa, mengaku juga pernah dimarahi Presiden. Gara-garanya, dia melaporkan Novanto kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) pada November 2016 karena diduga mencatut nama Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla untuk meminta saham kepada PT Freeport Indonesia, atau kasus ‘papa minta saham’.

Cek Artikel:  Wakanda No More

Presiden marah ke menteri hal yang lumrah. Presiden menegur jajaran kabinet juga sangat lumrah. Tapi, ketika kemarahan dan teguran itu dilayangkan saat anak buah sedang berusaha menjalankan tugas, rasanya kok tidak lumrah. Entah ada kaitannya atau tidak, SS kemudian diberhentikan dari Menteri ESDM pada 2016.

Cocokkah klaim Sudirman Said? Yang saya tahu, dia adalah tokoh berintegritas. Meski beda posisi politik dengan Jokowi saat ini, kiranya dia belum edan untuk mengarang cerita buruk tentang presiden.

Istana telah membantah pernyataan Agus dan SS. Presiden malah balik bertanya, untuk apa, untuk kepentingan apa, hal itu diramaikan. Bukan apa-apa, mereka juga punya hak untuk menyampaikan kebenaran versinya.

Siddhartha Gautama berkata; tiga hal yang tidak dapat disembunyikan lama-lama ialah matahari, bulan, dan kebenaran. Tan Malaka bilang; secepat apa pun kebohongan, kebenaran pasti akan mengejarnya.

Saya sih yakin, para pembaca sudah pintar untuk meyakini siapa yang memang benar dan siapa yang cuma mengeklaim benar dalam perkara Jokowi, Rudy, Agus, dan SS. Becik ketitik ala ketara, begitu pitutur leluhur kita.

Mungkin Anda Menyukai