Keadilan Buntu di Pohuwato


BELUM tuntas kemarahan masyarakat Pulau Rempang, Kepulauan Riau, yang terjadi pada awal September Lampau, kini muncul Kembali amuk serupa di Kabupaten Pohuwatu, Provinsi Gorontalo. Kantor Bupati Pohuwatu dan kantor PT Puncak Emas Tani Sejahtera (PT PETS) menjadi sasaran amarah rakyat pada Kamis (21/9).

Potensi konflik antara investor dan kepentingan Kaum lokal di Pohuwatu sejatinya sudah terdeteksi sejak akhir tahun Lampau. Para penambang emas Berbarengan keluarga mereka sudah resah sejak pemerintah memberi izin usaha pertambangan kepada PT PETS dan kontrak karya kepada PT Gorontalo Sejahtera Mining PT GSM, keduanya anak usaha dari PT Merdeka Copper Gold Tbk, pengelola Proyek Emas Pani (Pani Gold Project/PGP).

Cerita selanjutnya mudah ditebak, kehadiran perusahaan tersebut mengganggu mata pencaharian Kaum lokal yang sudah menambang sejak 1990-an. Sebagai penambang tradisional, bermodal alat mirip tempayan Demi mendulang, mereka mencari butiran-butiran emas Demi memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga mereka.

Cek Artikel:  Nestapa Pahlawan Terlilit Pinjol

Menambang emas sudah menjadi profesi mereka selama puluhan tahun, diturunkan dari orangtua mereka.

Di mata pemerintah, tentu saja tambang-tambang emas yang terhampar luas di Pohuwatu menjadi modal pertumbuhan ekonomi, Bagus bagi daerah maupun nasional. Apalagi, emas-emas itu Lagi banyak tersimpan di perut bumi Pohuwatu karena selama ini hanya didulang secara tradisional.

Di tengah tekanan ekonomi pascapandemi covid-19, pemerintah tentu mencari investor yang Dapat menggarap tambang-tambang emas di sana secara modern, tentunya Demi memberi pemasukan ke negara.

Di sini kerap kali pemerintah dituding lebih condong ke investor. Dengan dalih investasi dan pertumbuhan ekonomi, investor bak mendapat karpet merah.

Tetapi, konflik Kaum di Pulau Rempang dan Pohuwatu dapat menjadi bukti bahwa Langkah pemerintah memacu pertumbuhan ekonomi Tak memperhatikan hak-hak dasar rakyat. Pertumbuhan ekonomi yang cacat karena pertumbuhan dibangun di atas penderitaan rakyat kecil.

Cek Artikel:  Bangsa Pembangun Peradaban Damai

Konflik di Pohuwatu ialah satu dari banyaknya kasus serupa di Indonesia. Rakyat kecil acapkali menjadi korban dari kepentingan bisnis. Hak guna usaha atau izin tambang diobral pemerintah ke swasta tanpa memperhatikan hak-hak masyarakat lokal.

Pemerintah mestinya menjadi Penyambung yang cakap dan adil, yang Dapat mempertemukan investor dan masyarakat lokal. Tak sulit mestinya bagi pemerintah karena investor dan masyarakat lokal punya kepentingan yang sama, sama-sama mencari cuan.

Pemerintah tinggal mempertemukan mereka di satu meja Demi mempertemukan kedua kepentingan yang sebenarnya sama. Begitu mereka mencapai kata sepakat, pemerintah tinggal menunggu setoran pajak dari mereka.

Tetapi, Apabila Menyaksikan fakta investor yang kerap berbenturan dengan masyarakat lokal, mudah dinilai pemerintah, Bagus pusat dan daerah, belum cakap dalam mengelola investasi. Belum Terdapat jaminan kemudahan berusaha bagi investor, belum Terdapat pula jaminan keadilan bagi masyarakat setempat.

Cek Artikel:  Menyelamatkan UMKM Seutuhnya

Lampau di sini akhirnya memunculkan pertanyaan, siapa yang akhirnya bakal menikmati pembangunan di Pohuwatu? Sementara bunyi sila kelima Pancasila belum berubah, Lagi ‘Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia’.

Mungkin Anda Menyukai