‘MALAM Minggu, aye pergi ke bioskop. Bergandengan, ame pacar nonton koboi. Beli karcis, tau-tau kehabisan. Jaga gengsi, terpaksa beli catutan…’
Nyaris 60 tahun Lampau, Benyamin Sueb menyodorkan lirik Musik Malam Minggu itu kepada Bing Slamet. Yang disodori Lampau mengganti judulnya menjadi Nonton Bioskop. Bing Slamet pula yang menyanyikan Musik itu secara pas: kesialan yang didendangkan dengan riang. Musik itu pun meledak, bahkan dinyanyikan ulang oleh beberapa grup musik era kekinian.
Urusan bioskop memang bukan soal hidup dan Tewas. Tetapi, bioskop merupakan bagian Krusial dalam dunia hiburan. Ia semacam tempat katarsis, bahkan eskatologis, bagi mereka yang penat, dirundung sial, dan dimabuk asmara. Bioskop bahkan kerap jadi tempat nobar (nonton bareng), politisi, dan pejabat di negeri ini.
Sayangnya, sudah lebih dari setahun Sebelah terakhir bioskop tutup. Pandemi korona Membikin bioskop merana. Bisnis tontonan layar perak pun hancur. Ketua Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) Djonny Syafruddin mengatakan kerugian gabungan pengusaha mencapai lebih dari Rp1 triliun selama rentang waktu penutupan bioskop yang relatif panjang. Djonny mengatakan kerugian satu bioskop karena Tak beroperasi mencapai Rp150 juta setiap bulan.
Djonny Tak mengarang cerita. Pengelola bioskop PT Graha Layar Prima Tbk (pemilik bioskop CGV) melaporkan kerugian fantastis akibat Tak beroperasinya bioskop, yakni lebih dari Rp445 miliar selama 2020. Padahal, tahun sebelumnya (2019), Demi pandemi belum melanda, mereka Lagi mencetak Untung Rp83,3 miliar. Sepanjang 2020, jejaring bioskop CGV hanya Bisa membukukan pendapatan Rp255,8 miliar, anjlok 81,9% daripada pendapatan 2019 yang mencapai Rp1,4 triliun.
Penurunan terjadi di berbagai lini bisnis perusahaan mulai bisnis bioskop hingga pendapatan dari iklan. Pendapatan bioskop turun menjadi hanya Rp160,79 miliar dari semula mencapai Rp887,13 miliar. Akibat lanjutannya, pendapatan dari bisnis makanan dan minuman pun ikut turun menjadi hanya Rp64,07 miliar dari sebelumnya Rp358,41 miliar. Tutupnya bioskop dan tayangan Gambar hidup yang terbatas juga memengaruhi pendapatan dari iklan yang turun menjadi Rp30,85 miliar dari 2019 sebesar Rp168,14 miliar.
Kerugian Lanjut terjadi hingga semester I tahun ini. Emiten pengelola bioskop CGV dan penyediaan makanan dan minuman, PT Graha Layar Prima Tbk (BLTZ), itu pun mencatatkan kerugian sebesar Rp168,04 miliar pada semester I-2021. Kerugian sedikit membaik atau turun 9,39% dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp185,46 miliar. Meski membaik, tetap saja Tak Lezat karena merugi.
Maka itu, pengumuman Komandan PPKM (pemberlakuan Restriksi kegiatan masyarakat) Jawa-Bali Luhut Binsar Pandjaitan serasa melegakan. Lega bagi pengusaha bioskop, sekaligus penikmat Gambar hidup-Gambar hidup layar lebar. Luhut mengumumkan daerah-daerah dengan PPKM level 2 dan level 3 boleh membuka Tengah bioskop. Syaratnya, hanya Kepada separuh kapasitas dan para penontonnya berstatus ‘hijau’. Hijau itu maknanya penonton sudah divaksinasi dan Tak terindikasi terkena covid-19. Itu Bisa dideteksi lewat aplikasi Acuh Lindungi.
Dunia hiburan, khususnya Gambar hidup, memang sudah menjadi kebutuhan Krusial. Kian Krusial Demi orang butuh sarana Kepada meningkatkan imunitas. Lebih Krusial Tengah karena industri perfilman amat bergantung pada bioskop. Apalagi, pertumbuhan industri Gambar hidup Indonesia semakin meningkat dengan semakin banyaknya produksi Gambar hidup dalam negeri dan jumlah penontonnya.
Pada 2018, sebelum pandemi, misalnya, Gambar hidup yang bergenre romansa remaja, Dilan, Bisa menyedot penonton hingga 6,3 juta orang. Gambar hidup itu juga Bisa bertahan di layar-layar bioskop hingga lebih dari satu bulan. Semakin tingginya jumlah penonton yang menyaksikan Gambar hidup lokal tersebut tentu merupakan hal yang sangat menggembirakan bagi industri Gambar hidup nasional. Pasalnya, dengan semakin banyaknya jumlah penonton, diharapkan makin banyak investor yang melirik industri Gambar hidup lokal.
Walhasil, kontribusi industri perfilman Tanah Air terhadap perekonomian nasional Bisa digenjot. Data menunjukkan, pada 2015, industri Gambar hidup menyumbang Sekeliling 0,16% (Sekeliling Rp25 triliun) terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Jumlah itu memang Lagi di Rendah rata-rata sektor industri kreatif lain yang Bisa menyumbang 6,03% terhadap PDB Indonesia. Tetapi, setelah itu hingga badai pandemi korona melanda, tren kontribusi industri Gambar hidup terhadap PDB Lanjut merangkak naik.
Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mencatat jumlah penonton Gambar hidup di Indonesia tumbuh 230% dalam lima tahun terakhir, sebelum akhirnya pandemi covid-19 melanda. Bahkan, Indonesia dikenal sebagai pasar Kepada Gambar hidup-Gambar hidup box office terbesar ke-16 di dunia dengan nilai pasar US$345 juta atau Sekeliling Rp4,8 triliun.
Karena itu, pembukaan kembali bioskop bakal memicu Tengah geliat para ‘anak turunannya’, yakni industri Gambar hidup, pekerja Gambar hidup, pekerja bioskop, dan Lamban laun usaha makanan dan minuman. Kepada yang terakhir ini harus lebih bersabar karena pembukaan kali ini belum membolehkan penonton menikmati makanan dan minuman di tempat.
Lamban atau Segera, dengan disiplin protokol kesehatan yang ketat, bioskop akan bergairah kembali. Penonton boleh menikmati Gambar hidup layar lebar Tengah sembari mendendangkan syair: ‘Aduh Emak, asyiknye. Nonton dua-duaan. Kayak nyonya dan tuan di gedongan. Mau beli minuman, kantong Nihil glondangan. Malu ame tunangan, kebingungan’…

