KDRT Sering Terlambat Dilaporkan karena Ketimpangan Rekanan Kuasa

 KDRT Sering Terlambat Dilaporkan karena Ketimpangan Relasi Kuasa
Korban dan pelaku KDRT yang viral, Cut Intan Nabila.(Dok. Instagram Cut Intan Nabila)

KOMISIONER Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, Maria Ulfa menjelaskan kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) sering dilaporkan ketika korban sudah benar-benar tidak mampu menahannya atau dalam posisi lema. Sehingga banyak kasus KDRT yang terlambat dilaporkan.

“Sebagian besar korban melaporkan kasus KDRT yang dialami setelah kejadiannya berulang dan betul-betul tidak mampu lagi bertahan atau mengalami situasi yang dirasakannya tidak aman,” kata Maria saat dihubungi, Jumat (16/8).

Hal tersebut karena ada relasi kuasa yang timpang antara suami dan istrinya. Dalam budaya patriarki istri diposisikan sebagai pihak yang subordinat, sementara suami diposisikan sebagai pihak yang punya kuasa sehingga bisa menguasai apa saja terhadap istri, dan istri harus tunduk terhadap suaminya.

Cek Artikel:  Tips Membangun Rumah Tema Industrial

Baca juga : Ramai Soal KDRT Selebgram Cut Intan Nabila, KPAI: Korban Tak Boleh Hening

“Dalam pandangan Komnas Perempuan, segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi yang harus dihapus,” ujar Maria.

Komnas Perempuan memberikan perhatian serius terhadap KDRT yang setiap tahunnya secara konsisten menempati angka tertinggi Kekerasan terhadap Perempuan yang dilaporkan selama 10 tahun terakhir.

KDRT termasuk dalam kategori Kekerasan Berbasis Gender (KBG), terjadi dalam 3 ranah yaitu di ranah personal, ranah publik dan ranah negara. Salah satu bentuk KBG di personal adalah KDRT baik dalam bentuk fisik, psikis, ekonomi maupun seksual.

Cek Artikel:  Letusan Gunung Berapi di Era Dinosaurus dan Pengaruhnya pada Kepunahan Massal

Baca juga : Polisi Ungkap Penyebab KDRT yang Menimpa Selebgram Cut Intan Nabila

Berdasarkan data dari lembaga layanan per 2023 KGB di ranah personal paling banyak merupakan kekerasan seksual sekitar 34,80%; psikis 28,50%; fisik 27,20%; dan ekonomi 9,50%.

“KDRT memang termasuk kekerasan di ranah personal sehingga korbannya cenderung menutupi kasus yang dialaminya, karena ada anggapan di masyarakat bahwa menjadi aib keluarga ketika kasus yang dialaminya diketahui oleh orang lain, dan pihak lainnya mengetahuinya seringkai pihak korban yang dipersalahkan karena dianggap tidak menurut terhadap suami,” jelas dia.

Padahal di dalam UU Nomor 23 Pahamn 2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) negara memberikan jaminan perlindungan terhadap korban KDRT.

Cek Artikel:  India Deteksi Kasus Mpox Pertama

Dalam UU KDRT disebutkan bahwa setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk mencegah berlangsungnya tindak pidana, memberikan perlindungan kepada korban, memberikan pertolongan darurat; dan membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan.

(Z-9)

Mungkin Anda Menyukai