Katakan dengan Masker

Katakan dengan Masker
Adiyanto Wartawan Media Indonesia(MI/Ebet)

PEKAN Lewat, pemerintah melalui Satgas Covid-19 Formal mencabut aturan penggunaan masker dalam perjalanan. Artinya, melalui surat edaran terbaru mengenai protokol kesehatan yang berlaku pada masa transisi pandemi menjadi endemi di Indonesia, masyarakat Tak Tengah diwajibkan memakai atribut tersebut ketika berada dalam transportasi Lumrah, seperti bus, kereta api, dan pesawat terbang. Aturan yang mulai berlaku 9 Juni 2023 hingga batas yang belum ditentukan itu juga berlaku di terminal, stasiun, dan bandara.

Tetapi, selang dua hari setelah pengumuman itu, saya menyaksikan perdebatan mengenai aturan tersebut di sebuah gerbong KRL. Satpam yang bertugas di salah satu rangkaian commuter line itu menegur seorang anak muda yang kedapatan Tak memakai masker. Si anak muda berpegang pada aturan baru tersebut, tetapi si satpam keukeuh menyuruh dia memakainya. Si anak muda menurut. Persoalan pun selesai. Itu hanya masalah sosialisasi. Si satpam rupanya belum Paham adanya peraturan baru dan berdalih hanya menjalankan tugas.

Peristiwa itu mengingatkan saya pada kasus tewasnya seorang satpam sebuah supermarket di Michigan, Amerika Perkumpulan, Sekeliling tiga tahun Lewat, yang ditembak seorang pengunjung hanya lantaran persoalan sepele itu. Di negara-negara Barat, terutama AS, masker oleh sebagian besar orang dianggap mengekang kebebasan individu. Ketika badai covid-19 sedang ganas-ganasnya, atribut itu bahkan jadi simbol politik identitas antara simpatisan Partai Republik dan Demokrat. Yang satu emoh Mengenakan masker, sementara yang lain Taat pada protokol kesehatan. Tak jarang perbedaan prinsip itu berujung pada gesekan, seperti apa yang terjadi di Michigan.

Cek Artikel:  Perlindungan Hukum Tenaga Medis dan Non-Medis Implikasi UU Kesehatan dan PP 28 Pahamn 2024

Baca juga : Terima Kasih Relawan

Tetapi, terlepas dari perdebatan kecil yang saya saksikan dalam gerbong KRL Jakarta-Bogor, pada Minggu, siang pekan Lewat itu, masyarakat, terutama mereka yang selama ini merasa sesak memakai masker, memang kini Bisa bernapas lega dengan adanya aturan baru tersebut. Selain badai covid-19 dianggap sudah reda, mulut dan hidung juga Tak Tengah pengap terkungkung kain kecil yang harganya dulu sempat melambung. Ya, itu dulu, Sekeliling tiga tahun Lewat, era ketika virus korona menebar ketakutan di negeri ini, sekaligus juga menguak borok lain dengan munculnya para spekulan farmasi, penimbun tabung oksigen, pembuat surat bebas covid-19 Palsu, hingga petugas jaga karantina yang Bisa diajak kongkalikong.

Cek Artikel:  Definisificial Intelligence Jalan Mengubah Industri dan Kehidupan

Seperti halnya virus korona, bentuk patologi sosial semacam itu kini juga Tetap Eksis dan bergentayangan. Mereka Sekadar bermutasi menjadi bentuk lain, dari yang kelas teri hingga kakap. Maklum, Buat penyakit-penyakit sosial itu hingga kini memang belum Eksis ‘vaksin’ atau ‘obat’ yang betul-betul Mujarab. Bahkan, boleh dibilang sudah sistemis. Apalagi Kalau sudah dicampuri urusan politik, persoalannya bakal semakin pelik. Tetapi, biarlah itu jadi urusan para elite dengan tim satgas reformasi hukumnya. Kita, masyarakat kecil, Buat sementara mungkin Konsentrasi saja pada urusan perut dan virus agar Tak mudah terserang penyakit.

Meski kini Satgas Covid-19 sudah membolehkan bebas masker, sebaiknya kita tetap memakainya, terlebih di tempat Lumrah. Apalagi, bukan hanya korona, mycobacterium tuberculosis penyebab tuberkulosis (Tb) juga Tetap berkeliaran. Begitu juga dengan bermacam virus, kuman, dan bakteri lainnya, ditambah pula polusi udara. Ampun, saya bukan bermaksud cawe-cawe, Sekadar sekadar mengingatkan. Soalnya, kalau sakit, kita sendiri juga kan yang repot. Apalagi, kalau Tak punya asuransi atau BPJS. Jadi, sebaiknya kita tetap ‘ingat pesan ibu’. Setidaknya, tetap Giat cuci tangan dan memakai masker Kalau sewaktu-waktu diperlukan. Intinya, tetap jaga kebersihan diri ataupun lingkungan Sekeliling. Ingat, sakit itu mahal bung.

Cek Artikel:  Peningkatan Program Cek Kesehatan Gratis

Baca juga : Mengubah Visi

Nah, kembali ke soal masker, selain demi kesehatan, kain kecil itu kini telah menjadi salah satu atribut budaya dalam kehidupan masyarakat di abad modern. Ia menjadi pelengkap identitas penampilan sehari-hari, seperti halnya kacamata atau arloji. Di Korea Selatan, meski pemerintah setempat sudah mencabut aturan penggunaan masker di ruang publik sejak awal tahun, banyak anak muda di sana hingga kini tetap memakai atribut tersebut. Pertimbangannya bukan Tengah lantaran takut covid-19, tetapi semata demi penampilan. Sebagian dari mereka bahkan merasa dirinya terlihat lebih keren dengan memakai masker. Nah, bagaimana dengan Anda? Kalau saya pribadi sih pertimbangannya selain tentu saja demi kesehatan, juga Buat menutupi hidung yang dari sononya memang tak mancung.

Mungkin Anda Menyukai