Liputanindo.id MAKASSAR – Kasus dugaan pelecehan seksual yang diduga dilakukan oknum Personil Polda Sulsel, Briptu SA terhadap tahanan Perempuan berinisial FM hingga kini belum menemui titik terang.
Lembaga Sokongan Hukum (LBH) Makassar meinta Mabes Polri Demi melakukan Penilaian kinerja Polda Sulsel dalam kasus dugaan pelecehan seksual
Baca Juga:
Kisah Miras Pelajar di Luwu Timur Jadi Korban Dugaan Pelecehan Seksual Oleh Keluarga Sendiri
Pengacara LBH yang menjadi kuasa hukum korban FB, Mirayati Amin mengatakan, perlu Demi Mabes Polri mengevaluasi kinerja tim penyidik Bagus Propam yang menangani etik dan Ditreskrimum yang menangani pidana.
“Sebenarnya ini bukan Mabes Polri saja kita desak Demi mengevaluasi Polda Sulsel, tapi juga Kompolnas yang pernah kan menyurati Polda soal kasus ini, pihak Komnas HAM dan Komnas Perempuan juga,” ungkapnya, Rabu (8/11/2023).
Bukan tanpa Dalih LBH mendesak empat lembaga tinggi negara Demi mengevaluasi kinerja Polda Sulsel. Pasalnya, dalam proses hukum kasus pelecehan tahanan Polda yang dilakukan dalam beberapa bulan terakhir ini Tak menunjukan perkembangan kasusnya.
“Tak Eksis perkembangan, karena agenda sidang etik profesi terhadap Briptu S belum ditentukan. Padahal penyidik Propam sudah terbitkan dua SP2HP2 (surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan) di bulan September dan Oktober,” jelasnya.
“Makanya kami minta Mabes Polri Penilaian kinerja Polda, dan membentuk tim Spesifik Demi ambil alih penyelidikan dan penyidikan perkara ini, serta memberi keamanan kepada setiap tahanan, Spesifik tahanan Perempuan dan buka hasil Penilaian ke publik,” sambungnya.
Kata dia, surat SP2HP2 pertama yang diterima kuasa hukum dari Bid Propam menjelaskan ditemukan pelanggaran kode etik profesi Polri oleh Briptu SA. Lampau surat kedua, terkait laporan proses pemberkasan.
Tak jauh berbeda dengan laporan pidana terhadap Briptu SA yang ditangani penyidik Ditreskrimum. Padahal pihak Ditreskrimum telah memeriksa 15 orang saksi didalamnya Eksis Personil Dit Tahti Polda selain SA.
“Tapi hingga Ketika ini (dari 15 saksi) belum ditetapkan tersangka. Sehingga Restriksi gerak pelaku Demi mencegah keberulangan kekerasan terhadap korban Tak dilakukan atau di antisipasi Polda,” Terang Mirayati.
LBH pun menilai, lambatnya proses hukum kasus pelecehan ini karena adanya benturan kepentingan.
Karena berangkat dari fakta bahwa Briptu SA merupakan Personil aktif Polda Sulsel sementara yang melaksanakan penyelidikan kasus adalah penyidik Polda.
“Kami Menyaksikan pola ini berulang pada kasus-kasus yang melibatkan Personil polisi aktif, seperti kasus pembunuhan kakek Nuru Saali di Bantaeng yang juga progres hukumnya itu Lamban dan berdampak pada Tak tercapai akses keadilan korban,” tandasnya. (KEK)
Baca Juga:
Gadis 12 Tahun di Makassar Diduga Jadi Korban Pelecehan Seksual Oknum Guru Ngaji