Karpet Merah Putra Presiden


KAESANG Pangarep mungkin satu-satunya politikus yang kariernya paling moncer di negeri ini. Betapa Enggak? Putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu langsung ditunjuk sebagai Ketua Lumrah (Ketum) Partai Solidaritas Indonesia (PSI) hanya selang sehari setelah menjadi Member partai tersebut. Padahal, sebelumnya, anak muda berusia 28 tahun itu hanyalah seorang pengusaha Masakan dan belum pernah punya pengalaman di bidang politik.

Bandingkan, misalnya, dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), putra Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono, yang pernah bertarung di Pilkada DKI pada 2017 sebelum akhirnya terpilih secara aklamasi menjadi Ketum Partai Demokrat Kepada menggantikan ayahnya pada 2020. Apabila dibandingkan dengan AHY, ‘prestasi’ Kaesang lebih ‘hebat’ karena partai yang dipimpinnya bukanlah partai Punya sang Orang Sepuh. Ia boleh dibilang pendatang baru di PSI.

Cek Artikel:  Penjaga Konstitusi Picu Kegaduhan Politik

Tetapi, Bahkan itulah yang Membikin publik jadi bertanya-tanya mengapa PSI mendapuk dia sebagai ketum menggantikan Giring Ganesha. Apa mereka Enggak punya kader lain yang lebih Lihai atau itu sekadar Mau mendompleng popularitas Jokowi Kepada mendongkrak kursi pada Pemilu 2024?

Penunjukan Kaesang sebagai Ketum PSI semakin memberi kesan buruknya budaya politik di Indonesia, terutama kegagalan dalam menciptakan meritokrasi di tubuh partai politik yang menuntut kapasitas atau kemampuan individu, bukan pada kelas sosial, nepotisme, dan sebagainya.

Pertanyaan lainnya yang juga mengusik publik, mengapa pula Jokowi merestui putra bungsunya itu bergabung ke PSI, bukannya ke PDIP yang notabene merupakan partai yang mengusungnya sebagai presiden? Enggak salah Apabila Eksis sebagian pengamat menilai Interaksi Jokowi dengan PDIP sedang kurang mesra. Apalagi, publik pun Mengerti Jokowi belakangan lebih akrab dengan Prabowo Subianto, capres yang juga didukung PSI. Apa itu juga Eksis Adonan tangan atau cawe-cawe sang Presiden?

Cek Artikel:  Prabowo-Gibran Andalkan Food Estate

Keputusan seseorang Kepada bergabung dengan partai politik (parpol) A atau B memang merupakan hak pribadi setiap individu. Enggak Eksis satu pun aturan yang melarang. Tetapi, setiap parpol tentu harus punya mekanisme Kepada menjaring keanggotaan mereka, entah itu sekadar simpatisan, Member Lumrah, kader, ataupun Member kehormatan, apalagi Kepada menjadi seorang ketum.

Minimal Eksis kriteria-kriteria ataupun prasyarat tertentu yang tertuang dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Mekanisme semacam itu Krusial agar Member parpol lebih berkualitas dan Mempunyai integritas. Hal itu hanya dapat ditumbuhkan melalui tempaan pendidikan politik di tubuh parpol. Enggak Dapat simsalabim.

Mengelola parpol Enggak Dapat main-main. Apalagi, ia Mempunyai peran Krusial dalam sebuah negara demokrasi. Parpol ialah pilar demokrasi sekaligus wadah Kepada menyalurkan aspirasi Enggak hanya bagi Member mereka, tetapi juga masyarakat secara keseluruhan. Fungsi lainnya, ia juga dapat menjadi sarana pendidikan politik bagi masyarakat.

Cek Artikel:  Sirekap Menebalkan Karut-Marut Pemilu

Minimal parpol harus dapat menjadi Teladan bagaimana mengelola organisasi secara transparan, akuntabel, dan demokratis. Mengelola parpol mesti serius dan profesional karena ia lebih dari sekadar karang taruna.

Mungkin Anda Menyukai