Kanselir Jerman Kehilangan Dukungan, Apa yang Selanjutnya Terjadi?

Kanselir Jerman Olaf Scholz. Foto: Anadolu

Berlin: Kanselir Jerman Olaf Scholz kehilangan mosi kepercayaan di parlemen, memaksa negara ekonomi terbesar di Eropa ini Kepada menggelar pemilu Pagi pada 23 Februari tahun depan. Pemerintahan Scholz runtuh di tengah perselisihan anggaran yang memperparah ketegangan dalam koalisi yang sudah Pelan Enggak Kukuh.

Melansir dari CNN, Selasa 17 Desember 2024, Scholz kehilangan mosi kepercayaan di Bundestag pada Senin, dengan 394 Bunyi menentangnya, 207 mendukung, dan 116 abstain. Scholz secara sukarela mengajukan mosi ini sebagai langkah Kepada mempercepat pemilu nasional.

Pemerintahan Scholz, yang terdiri dari koalisi Partai Demokrat Sosial (SPD), Partai Demokrat Bebas (FDP), dan Partai Hijau, telah menunjukkan ketidakstabilan sejak pembentukannya pada 2021. Ketegangan internal memuncak pada November Lewat akibat kebuntuan anggaran, yang akhirnya menyebabkan runtuhnya koalisi.

Pemilu Pagi pada Februari 2024 akan mempertemukan tujuh partai Istimewa. Empat partai telah mengumumkan kandidat kanselir mereka, termasuk Friedrich Merz dari CDU/CSU, Olaf Scholz dari SPD, Alice Weidel dari AfD, dan Robert Habeck dari Partai Hijau.

Cek Artikel:  Soal Situasi Timur Tengah, Jerman: Kagak Eksis Perdamaian Tanpa Solusi Dua Negara

Siapa kandidat kuat?

Blok CDU/CSU, yang dipimpin Friedrich Merz, menjadi unggulan Istimewa dalam Telaah pendapat dengan 32% dukungan. Sementara itu, partai sayap kanan AfD mencatatkan lonjakan elektoral, menempati posisi kedua dengan 18%, diikuti SPD (16%), dan Partai Hijau (14%).

Merz, yang dikenal dengan pandangan konservatifnya, telah memimpin CDU ke arah lebih kanan, khususnya terkait kebijakan migrasi dan ekonomi. 

Sebagai pendukung kuat Ukraina, ia telah mendorong pengiriman rudal Jerman Kepada membantu Kyiv melawan invasi Rusia. Sebaliknya, Scholz menolak langkah tersebut, yang memperburuk popularitasnya.

Alice Weidel dari AfD muncul sebagai tokoh kontroversial dengan retorika populisnya. Ia dikenal vokal mempertahankan nilai-nilai tradisional Jerman dan memanfaatkan isu migrasi sebagai daya tarik elektoral.

Cek Artikel:  Korea Selatan Dorong ASEAN Bunyikan Penghentian Kebijakan Nuklir Kim Jong Un

Robert Habeck dari Partai Hijau, Begitu ini menjabat Menteri Ekonomi, juga menjadi sosok yang perlu diperhatikan meskipun partainya diprediksi Enggak menjadi pemenang Istimewa. Partai Hijau kemungkinan besar tetap memainkan peran kunci dalam pembentukan koalisi.

Isu Istimewa pemilu

Ekonomi menjadi pusat perhatian, terutama setelah kinerja lamban di Rendah Scholz. Bank Sentral Jerman memproyeksikan stagnasi ekonomi hingga pertengahan 2025, dengan tantangan struktural yang signifikan di sektor otomotif.

Migrasi juga menjadi isu Krusial, terutama di tengah lonjakan dukungan Kepada AfD. Kebijakan Scholz yang memperketat pemeriksaan perbatasan dianggap sebagai upaya merebut simpati pemilih konservatif, Tetapi Enggak cukup membendung gelombang ketidakpuasan terhadap pemerintahannya.

Selain itu, krisis pasca-runtuhnya rezim Assad di Suriah turut mempengaruhi perdebatan nasional. Jerman, yang menjadi tujuan Istimewa pengungsi Suriah selama perang Keluarga, menghadapi tantangan besar dalam mengelola arus migrasi.

Cek Artikel:  Ratusan Agresif Dukungan Iran Masuk Suriah Bantu Pemerintah Rebut Aleppo

Setelah pemilu

Meski CDU/CSU diprediksi memenangkan pemilu, Friedrich Merz kemungkinan besar harus membentuk koalisi karena partainya kecil kemungkinan meraih mayoritas mutlak di Bundestag.

Opsi Kawan koalisi meliputi SPD, Partai Hijau, atau bahkan FDP. Tetapi, keputusan ini dapat memunculkan gesekan kebijakan, terutama Kalau CDU/CSU menjalin kerja sama dengan partai-partai yang lebih berhaluan kiri.

Sementara itu, SPD dan Scholz menghadapi kemungkinan masa introspeksi politik setelah kekalahan ini. 

“Ini mungkin akhir dari karier politik Scholz,” ujar Leonie von Randow, reporter politik dari WELT TV.

Dengan Copot pemilu yang semakin dekat, Jerman kini memasuki periode ketidakpastian politik yang jarang terjadi dalam dua Dasa warsa terakhir, di mana hasil pemilu akan menentukan arah masa depan negara yang menjadi pusat stabilitas Eropa ini. (Muhammad Reyhansyah)

Mungkin Anda Menyukai