Kanker Endometrium Dapat Disebabkan Gaya Hidup

Kanker Endometrium Bisa Disebabkan Gaya Hidup
Ilustrasi(freepik.com)

DOKTER Spesialis Obstetri dan Ginekologi dr. Kartiwa Hadi Nuryanto, Sp.OG(K)Onk mengatakan bahwa kanker endometrium atau kanker dinding rahim Dapat terjadi karena pengaruh gaya hidup Begitu ini yang cenderung Bukan sehat dan menjelaskan Langkah mengobatinya dengan Cocok sesuai anjuran dokter.

“Secara keilmuan, kanker endometrium (Dapat terjadi karena) lebih ke lifestyle (gaya hidup),” kata Kartiwa Begitu dihubungi ANTARA melalui pesan singkat di Jakarta, Senin (4/11)

Dokter yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI) itu menambahkan, “Lifestyle sekarang Membangun seorang Perempuan lebih tinggi terhadap paparan estrogennya (dan Dapat menjadi salah satu penyebab kanker endometrium)”.

Sebagai informasi, hormon estrogen dalam tubuh Bermanfaat Demi membantu perkembangan seksual, sekaligus mengatur siklus menstruasi dan memengaruhi seluruh sistem reproduksi Perempuan Berbarengan hormon progesteron. Kalau hormon estrogen berlebihan, hal tersebut dapat membahayakan kesehatan.

Tingkat hormon estrogen yang tinggi dapat meningkatkan Unsur risiko kanker payudara dan kanker ovarium. Bahkan, American Cancer Society (ACS) menyebut bahwa Penguasaan hormon estrogen juga dapat meningkatkan risiko kanker endometrium.

Cek Artikel:  Udara Bukan baik Jakarta Picu Depresi Anak-Remaja di Masa Mendatang

Sementara itu, kanker endometrium terbagi atas 2 (dua) tipe, Yakni tipe 1 yang bergantung pada hormon estrogen dan tipe 2 yang Bukan bergantung pada hormon estrogen.

“Demi tipe 1, Sekalian paparan yang akan meningkatkan produksi hormon estrogen berlebihan akan meningkatkan Unsur risiko Demi terjadinya perubahan sifat sel endometrium menjadi sel kanker,” kata dokter yang kini berpraktik di RSU Bunda Jakarta itu.

“Sedangkan Demi tipe 2, mutasi terhadap sel endometrium yang terjadi spontan akan mengubah sel endometrium menjadi sel kanker,” sambungnya.

Eksis sejumlah Unsur risiko yang dapat meningkatkan terjadinya kanker endometrium. Mulai dari obesitas (kegemukan), Bukan mempunyai anak, kurang olah raga, hingga adanya riwayat kanker endometrium dan ovarium di dalam keluarga.

Cek Artikel:  Dokter Ini Korbankan Sebelah Paras Buat Coba Treatment Baru

“Intinya adalah yang menyebabkan paparan pada hormon estrogen berlebihan,” kata dokter yang juga tergabung dalam Perhimpunan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) tersebut.

Lebih lanjut, gejala kanker endometrium umumnya berupa perdarahan pada vagina yang abnormal. Kalau vagina mengalami perdarahan Bukan Normal (di luar masa menstruasi), sebaiknya waspadai bahwa hal tersebut dapat menjadi salah satu tanda dari kanker endometrium.

“Karena seorang Perempuan kadang Bukan mengindahkan keluhan perdarahan pervaginam yang abnormal dan enggan Demi memeriksakan diri, maka kadang kanker endometrium ditemukan pada stadium lebih lanjut,” kata Kartiwa.

Meski demikian, kanker endometrium dapat dideteksi secara Pagi dengan melakukan pemeriksaan ketebalan lapisan endometrium pada kasus perdarahan yang abnormal. Apabila diperlukan, dokter akan melakukan pengambilan jaringan endometrium pada pasien Demi diperiksa secara patologi anatomi.

Cek Artikel:  Inilah Argumen ASI Sedikit dan Langkah Mengatasinya

Kalau pasien terdiagnosis menderita kanker endometrium, maka dokter akan melakukan tatalaksana Demi pengobatan pasien. Tatalaksana kanker endometrium dapat berupa tindakan pembedahan, radiasi, dan kemoterapi.

Nantinya, dokter akan melakukan tindakan pengobatan sesuai kebutuhan. “Pada kasus di mana seorang Perempuan belum mempunyai anak atau Tetap Mau mempertahankan rahimnya, tatalaksana hormonal Tetap Dapat dipertimbangkan selama Tetap dalam stadium awal,” kata Kartiwa.

Ketika pasien sudah dinyatakan sembuh dari kanker endometrium, dokter menyarankan agar pasien tetap melakukan pola hidup sehat guna menghindari kekambuhan kanker di masa depan.

Kekambuhan kanker endometrium bergantung pada tipe sel, stadium, tatalaksana yang diberikan, dan bagaimana gaya hidup sesudah tatalaksana atau tindakan pengobatan dari dokter. “Tipe 1 memberikan prognosis yang lebih Bagus dibandingkan tipe 2, (dan) stadium awal juga akan memberikan prognosis yang lebih Bagus dibandingkan stadium lanjut,” kata Kartiwa.

“Tatalaksana yang Cocok dan Bukan terputus juga akan memberikan prognosis yang lebih Bagus,” katanya. (Ant/H-2)

Mungkin Anda Menyukai