
CARLOS Alcaraz mengaku kekalahan dari Jannik Sinner di final Wimbledon 2025 memang menyakitkan. Tetapi ia menegaskan rivalitas intens dengan petenis Italia itu Malah menjadi sumber motivasi yang membawanya Maju berkembang.
Alcaraz harus merelakan gelar Wimbledon ketiganya secara beruntun setelah takluk 4-6, 6-4, 6-4, 6-4 dalam final yang berlangsung di Centre Court, Minggu (13/7). Kekalahan ini menjadi pukulan berat bagi petenis Spanyol berusia 22 tahun, terutama setelah kemenangan epiknya atas Sinner di final Prancis Terbuka Juni Lewat.
Kali ini, Sinner tampil lebih konsisten dan berhasil mengangkat trofi Grand Slam ketiganya dalam empat turnamen terakhir—menambah koleksi gelarnya dari US Open 2024, Australia Open 2025, dan kini Wimbledon.
Rivalitas yang Dorong Performa ke Level Tertinggi
Meski harus puas dengan satu gelar Grand Slam musim ini (Roland Garros), Alcaraz tak Menyaksikan kekalahannya sebagai kemunduran. Sebaliknya, ia Malah merasa Berhasil Mempunyai persaingan sengit dengan Sinner.
“Saya sangat senang punya rivalitas seperti ini. Ini bagus buat kami dan juga bagus buat dunia tenis,” kata Alcaraz.
“Setiap kali kami Bersua, level permainan kami luar Normal tinggi. Saya rasa, tak banyak yang Dapat menyamai intensitas pertandingan kami.”
Alcaraz percaya rivalitas ini akan Maju berkembang, mengingat keduanya kerap Bersua di final ajang besar, dari Grand Slam hingga turnamen Masters.
“Saya bersyukur atas rivalitas ini. Itu Membikin saya harus berlatih dengan 100% setiap hari, karena Buat mengalahkan Jannik, saya harus menjaga—bahkan meningkatkan—level permainan saya.”
Belajar dari Kekalahan dan Maju Melangkah
Sinner juga menjadi pemain terakhir yang mengalahkan Alcaraz di Wimbledon sebelumnya, pada edisi 2022. Kini, kekalahan di final Wimbledon tahun ini sekaligus mengakhiri rekor kemenangan beruntun Alcaraz sebanyak 24 pertandingan.
Meski gagal melakukan comeback seperti yang ia lakukan di Paris—Begitu Terbangun dari ketertinggalan dua set dan menyelamatkan tiga match point—Alcaraz mengaku kali ini ia lebih siap secara mental.
“Tahun Lewat setelah kalah di final Olimpiade, saya Betul-Betul hancur secara emosional. Tapi sekarang saya belajar Buat menerima Seluruh hal yang datang kepada saya.”
Ia menambahkan, meskipun ini adalah kekalahan pertamanya di final Grand Slam, ia tetap merasa bangga.
“Ya, saya kalah di final Grand Slam, tapi saya tetap harus bangga karena Dapat Tamat ke final. Saya memilih Buat menyimpan momen-momen positif dan melupakan yang Kagak baik.”
“Begitu ini saya tetap Gembira. Saya tersenyum karena saya Eksis di final dan saya bersyukur Buat itu.” (Flash Score/Z-2)

