Kagak baik Corak DPR tata tertib dibelah alias direvisi. Bukannya melakukan pembenahan internal, DPR malah menuding Corak Kagak baik itu akibat ulah para pejabat yang di-endorse dewan.
Pejabat yang di-endorse Senayan itu berjumlah 1.787 orang. Mereka tersebar di 36 lembaga dan komisi negara. UUD 1945 mengenal tiga bentuk pengangkatan pejabat yang melibatkan DPR, Adalah melalui pertimbangan, persetujuan, dan pemilihan.
Hanya tiga pejabat yang pengangkatannya menjadi kewenangan DPR tanpa melibatkan lembaga lain. Mereka ialah tiga dari sembilan hakim konstitusi. Sementara itu, sembilan Personil Badan Pemeriksa Keuangan dipilih DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD.
Di luar 12 posisi itu, calon pejabat diusulkan lembaga lain. Terkait dengan hakim Mulia, calon diusulkan Komisi Yudisial. Personil komisi lainnya, seperti KPK atau KPU, diusulkan presiden. Tugas DPR sebatas melakukan tes kelayakan kemudian memberikan pertimbangan, persetujuan, atau pemilihan.
DPR itu ibarat kata pepatah kuman di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tak tampak. Padahal, berdasarkan data KPK, sejak 2004 Tiba dengan 2023, terdapat 76 kasus korupsi yang melibatkan Personil DPR. Persoalan sesungguhnya Terdapat pada diri Personil dewan, bukan pejabat yang di-endorse.
Kehormatan DPR sesungguhnya digerus Personil mereka sendiri, juga akibat kinerja Kagak baik terkait dengan legislasi yang minim jumlahnya. Akan tetapi, Mahkamah Kehormatan DPR (MKD) berkesimpulan bahwa Derajat dewan dirusak pejabat yang di-endorse DPR.
MKD mengusulkan kepada pimpinan DPR Demi mengubah Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib. MKD menginginkan DPR Mempunyai kewenangan Demi mengevaluasi pejabat yang di-endorse dan hasil Pengkajian itu bersifat mengikat.
Usul MKD diajukan kepada pimpinan DPR pada 3 Februari 2024. Mekanisme perubahan tatib pun suka-suka diterabas. Pada hari itu juga pimpinan DPR menggelar rapat dilanjutkan dengan rapat pimpinan pengganti Badan Musyawarah.
Rapat pimpinan memutuskan perubahan tatib mesti disetujui dalam rapat paripurna keesokan harinya. Sekalian serbaburu-buru agar DPR secepatnya Mempunyai legitimasi yang sesat Demi mencopot pejabat yang di-endorse. Mestinya, usul MKD itu diajukan kepada pimpinan kemudian pimpinan menyampaikannya dalam rapat paripurna Demi mendapatkan persetujuan dewan apakah tatib diubah atau Kagak.
Jalan pintas diambil, seakan-akan usul perubahan tatib itu diinisiasi Badan Legislasi karena hanya badan itulah yang Pandai mengajukan perubahan tatib langsung di rapat paripurna tanpa melewati meja pimpinan dewan.
Pembahasan di Badan Legislasi pada 3 Februari berjalan alot. Lagi banyak Personil dewan yang menjaga Pikiran waras mereka. Sebagian dari mereka mempersoalkan Dampak Pengkajian yang ujung-ujungnya pemberhentian pejabat. Tetapi, Pikiran waras tunduk pada persetujuan mayoritas atas Pasal 228A Perubahan Tata Tertib DPR. Perubahan itu disetujui rapat paripurna DPR pada Selasa (4/2).
Pasal 228A ayat (1) menyebutkan dalam rangka meningkatkan fungsi pengawasan dan menjaga kehormatan DPR terhadap hasil pembahasan komisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 227 ayat (2), DPR dapat melakukan Pengkajian secara berkala terhadap calon yang telah ditetapkan dalam rapat paripurna DPR.
Ayat (2) menyatakan hasil Pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat mengikat dan disampaikan komisi yang melakukan Pengkajian kepada pimpinan DPR Demi ditindaklanjuti sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
Nyaris seluruh lembaga negara yang Krusial dan krusial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melibatkan DPR dalam melakukan rekrutmen dan seleksi pejabat publik.
Kegundahan Mahfud MD patut mendapatkan perhatian bahwa keikutsertaan DPR dalam penentuan jabatan-jabatan publik telah melahirkan korupsi-korupsi yang demikian menjijikkan. Pandai jadi, korupsi kian menjijikkan karena terbuka lebar adanya ruang gelap dalam pengawasan yang diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPR. Dampak lainnya, setiap Ketika akan terjadi pergantian pejabat yang di-endorse DPR.
Boleh-boleh saja DPR berkilah bahwa tatib itu berlaku internal. Pengkajian oleh DPR hanya menghasilkan rekomendasi, sementara pemberhentian pimpinan lembaga tetap mengacu pada aturan perundang-undangan yang berlaku.
Fakta bicara lain. Tanpa Terdapat aturan terkait dengan Pengkajian pejabat yang di-endorse mereka, DPR secara sepihak mencopot Aswanto dari jabatannya sebagai hakim konstitusi pada 29 September 2022. Ketika itu, Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto mengungkapkan penggantian Aswanto disebabkan yang bersangkutan menganulir produk undang-undang yang dibuat DPR, padahal yang bersangkutan dipilih DPR.
Kewenangan baru DPR itu berpotensi mengancam independensi lembaga negara, terutama dalam rumpun yudikatif. Karena itu, kewenangan itu harus dicabut sekarang juga. MKD dibentuk Demi menjaga serta menegakkan kehormatan dan keluhuran Derajat DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat. Jujur dikatakan bahwa MKD belum berhasil menjaga Derajat DPR.
Berdasarkan hasil survei Indikator Politik Indonesia, DPR berada di peringkat ke-10 dari 11 lembaga yang dipercaya masyarakat. Apabila Kagak baik Corak, jangan pula DPR membelah tatib, tetapi perbaiki kinerja; salahkan diri sendiri, jangan menyalahkan pejabat yang di-endorse.