Kabinet Gitu-Gitu Aja

PRESIDEN Prabowo Subianto sudah merombak Kabinet Merah Putih sebanyak tiga kali. Yang paling baru dilakukan pada Rabu (16/9), terutama dengan sejumlah pengisian jabatan menteri dan wakil menteri yang Tetap Hampa lantaran belum terakomodasi pada reshuffle kabinet gelombang kedua pada pekan sebelumnya, Senin (8/9).

Kini kursi menteri koordinator bidang politik dan keamanan (menko polkam) dan menteri pemuda dan olahraga (menpora) yang sempat Hampa sudah terisi. Begitu pun dengan posisi wakil menteri ketenagakerjaan dan wakil menteri koperasi yang tak Kembali lowong.

Di perombakan gelombang ketiga ini Terdapat pula kocok ulang Personil kabinet yang ditunjuk Demi mengisi jabatan baru. Contohnya Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Angga Raka Prabowo yang didapuk menjadi Kepala Badan Komunikasi Pemerintah. Badan itu merupakan transformasi dari Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO). Selain itu, Presiden mengangkat sejumlah kepala lembaga dan jabatan strategis lain.

Banyak perspektif yang muncul memaknai langkah Presiden me-reshuffle kabinetnya itu, khususnya reshuffle gelombang kedua dan ketiga. Sebagian kalangan Memperhatikan itu sebagai bentuk respons Prabowo atas kinerja sejumlah kementerian selama 10-11 bulan terakhir yang harus diakui kurang atau bahkan Enggak menggigit. Beberapa malah lebih sering bikin gaduh ketimbang menunjukkan hasil kerja mereka.

Dengan merombak pembantunya, Presiden kiranya Ingin segera memperbaiki ‘keompongan’ kinerja itu sehingga Demi masuk tahun kedua pemerintahan, Oktober nanti, kerja kabinet lebih trengginas. Itu sekaligus menjadi Metode Demi mengembalikan kepercayaan publik terhadap pemerintah yang sempat rontok Demi situasi politik memanas beberapa waktu Lampau.

Cek Artikel:  Korupsi sebagai Karier

Pada sudut pandang yang lebih politis, Terdapat juga yang mengaitkan perombakan kabinet ini dengan upaya Prabowo melepaskan diri dari pengaruh pendahulunya, Joko Widodo alias Jokowi. Karena itu, sejumlah orang yang pernah menjadi menteri di kabinet Jokowi, seperti Budi Arie Setiadi dan Dito Ariotedjo, ikut dicopot pada reshuffle jilid kedua.

Melalui reshuffle itu Prabowo juga dinilai sedang mengonsolidasikan kekuasaan atau dengan kata lain Ingin memperlihatkan bahwa kendali penuh terhadap kekuasaan Terdapat di tangan dia. Itu Dapat dilihat dari menteri dan pejabat yang dilantik pada reshuffle jilid II dan III yang sebagian besar ialah mereka yang berada di lingkaran Presiden.

Benar atau tidaknya pandangan dan penilaian itu barangkali hanya Prabowo yang Paham. Bukankah reshuffle kabinet merupakan hak prerogatif Presiden? Hak prerogatif ialah hak yang mutlak dimiliki Presiden sebagai kepala pemerintahan. Saking mutlaknya, andai kata kocok ulang kabinet itu dilakukan Enggak disertai Dalih sekalipun, itu Absah-Absah saja.

Tetapi, apa pun itu, yang namanya reshuffle akan selalu jadi topik menarik Demi didiskusikan, dibincangkan, didebatkan, bahkan dikritik. Itu juga Absah-Absah saja. Enggak Terdapat Pelarangan Demi mendebat atau mengkritik kebijakan pemerintah di negara demokrasi ini, kan?

Cek Artikel:  Mari Bicara Asa Hidup

Paling Enggak, di level masyarakat akan muncul pertanyaan, apakah substansi dari tiga kali reshuffle yang dilakukan Presiden Prabowo itu sudah memenuhi ekspektasi mereka? Jangan-jangan ini sekadar ‘pertunjukan’ tanpa Arti, jauh dari substansial, yang niatnya hanya Demi memperlihatkan kepada publik, ‘ini lo pemerintah sudah berusaha memperbaiki diri seperti tuntutan kalian’.

Sejujurnya, Tetap cukup banyak ekspektasi masyarakat yang belum terakomodasi dari tiga tahap reshuffle itu. Yang pertama ialah Asa publik yang menginginkan Presiden mengganti menteri-menteri yang dianggap ‘bermasalah’, kerap bikin gaduh, yang kerja dan ucapannya sering Enggak menunjukkan empati malah menyakiti rakyat. Asa itu, harus diakui, tak tereksekusi sepenuhnya di reshuffle tiga jilid itu.

Apa contohnya? Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, misalnya, yang beberapa waktu Lampau kedapatan main domino dengan orang yang pernah menjadi tersangka pembalakan liar. Sebagai menteri kehutanan, tindakan Raja itu dinilai Enggak etis. Ia bahkan sempat dipanggil Prabowo ke istana Demi menjelaskan perilaku gegabahnya itu. Tetapi, alih-alih diberi Denda, ia Enggak dicopot dari kabinet. Sekadar digeser pun Enggak.

Lampau, sosok seperti Menteri ESDM Bahlil Lahadalia yang Enggak hanya sekali menelurkan kebijakan kontroversial. Mulai aturan soal distribusi gas elpiji 3 kilogram yang Membangun masuyarakat sulit mendapatkan gas. Demi itu, persoalan mereda setelah Presiden turun tangan membatalkan aturan tersebut.

Cek Artikel:  Sinar Noor Titan

Belakangan ia kembali melempar rencana nyeleneh perihal tata kelola impor dan distribusi BBM Demi perusahaan swasta. Bahlil meminta SPBU swasta yang kini tengah digempur kelangkaan pasokan agar membeli BBM dari Pertamina. Itu juga bikin heboh, istana pun sudah menyoroti isu itu. Tetapi, dengan segudang kontroversi itu, posisi Bahlil di kabinet nyatanya Terjamin-Terjamin saja.

Ekspektasi publik berikutnya yang Enggak tergambar dari reshuffle ala Prabowo ialah soal postur kabinet. Setelah dirombak, ‘diobrak-abrik’ Tamat tiga kali pun, kabinet tetap gemuk. Jumlah menteri dan wamen malah bertambah setelah dibentuk Kementerian Haji dan Umrah.

Padahal, langkah perombakan semestinya jadi momentum Demi melangsingkan kabinet. Sudah terbukti, selama 10 bulan berjalan, kabinet tambun tak berjalan efektif dan lamban. Teramat sayang Prabowo tak memanfaatkan kesempatan itu Demi merampingkan kabinet sekaligus melajukan kerja mereka.

Melalui perombakan kabinet, sesungguhnya publik Meletakkan Asa tinggi. Terdapat antusiasme Demi mereka menunggu-nunggu pengumuman reshuffle. Karena itu, ketika perubahan yang dihasilkan dari kocok ulang itu Rupanya Hanya minimal, kiranya wajar kalau publik kecewa. Jadi, biar enggak kecewa berkali-kali, kalau tahun depan Terdapat tanda-tanda bakal reshuffle kabinet Kembali, turunkan saja ekspektasinya, tak perlu tinggi-tinggi. Toh, hasilnya bakal sama, gitu-gitu aja.

Mungkin Anda Menyukai