PEMERINTAH akhirnya merespons tanda-tanda. Saya senang dengan itu. Saya juga Percaya, rakyat kalangan kelas menengah dan Dasar Niscaya lebih senang Tengah atas respons terbaru itu. Pula, saya sangat Percaya, akibat respons tersebut, gambaran dan bayang-bayang bakal terjadinya ‘the Chilean Paradox’ di negeri ini kian menjauh.
Di Lembaga ini, sudah dua kali saya menulis soal paradoks Cile. Pertama, awal 2024. Tulisan kedua, akhir pekan Lewat. Tulisan kedua saya kaitkan dengan kerusuhan di Nepal akhir-akhir ini yang menewaskan lebih dari 50 orang. Tujuan saya mengulang-ulang tulisan soal itu, Tak lain dan Tak bukan, Ingin menguatkan tanda-tanda. Siapa Paham, pemerintah membacanya Lewat mengambil tindakan sebelum semuanya terlambat seperti di Cile dan Nepal.
Di Cile, lebih dari lima tahun Lewat, terjadi kerusuhan dan badai politik Malah ketika ekonomi sedang bagus-bagusnya dan kemiskinan sudah sangat sukses ditekan. Perkaranya disulut kaum menengah yang lalai diperhatikan. Kerusuhan tersebut dimotori kelas menengah Cile yang merasa Tak puas dengan pemerintahan.
Mengapa? Mereka menilai kebijakan-kebijakan pemerintah Cile Demi itu memang terlalu Pusat perhatian kepada 10% masyarakat terbawah, sedangkan kebutuhan kelas menengah terhadap pendidikan yang bagus dan fasilitas Lazim yang layak amat kurang mendapatkan perhatian. Salah satu contohnya ialah penaikan tarif transportasi Lazim di jam-jam sibuk sebesar US$1,17 atau Sekeliling Rp16 ribu pada September 2019. Padahal, sembilan bulan sebelumnya (pada Januari) ongkos transportasi Lazim setempat sudah dinaikkan. Keputusan itu Terang memukul kaum menengah pekerja.
Demonstrasi pun pecah di ibu kota Cile, Santiago. Lebih dari 1 juta orang turun ke jalan. Demo bahkan berlangsung sangat keras dan menewaskan 18 orang. Sebagian besar korban meninggal akibat terjebak Demi menjarah toko yang kemudian dibakar. Presiden Cile Demi itu, Sebastian Pinnera, Tiba mengumumkan reshuffle besar-besaran pada kabinet.
Peristiwa Dekat sama juga terjadi di Nepal. Kemarahan anak muda di Nepal sangat mengerikan. Unjuk rasa yang dipicu Pelarangan penggunaan media sosial berujung kericuhan hingga menelan korban jiwa. Aksi itu juga menggambarkan kekecewaan masyarakat Nepal terhadap kondisi perekonomian yang tersendat, pengangguran di mana-mana, korupsi merajalela, hingga ketidakstabilan politik.
Padahal, ekonomi Nepal sedang naik kelas, meski tak tinggi-tinggi amat. Nepal terbebas dari 10 teratas negara termiskin. Apabila mengutip data Bank Dunia, Nepal tercatat sebagai negara dengan pendapatan menengah ke Dasar (lower middle income), naik dari sebelumnya negara miskin. Pendapatan per kapita negara tersebut berada di level US$1.447,3 pada 2024.
Dengan pendapatan sebesar itu, Nepal telah melepas status sebagai salah satu dari 10 negara termiskin di dunia, berdasarkan Penggolongan dari World Population Review. Dalam Penggolongan Bank Dunia, negara berpendapatan menengah ke Dasar Mempunyai pendapatan per kapita di rentang US$1.136-US$4.495.
Dari sisi ekonomi, Bank Dunia mencatat pertumbuhan ekonomi Nepal juga mengalami percepatan pada paruh pertama tahun fiskal 2025. Produk domestik bruto riil negara berpenduduk 30 juta jiwa itu tumbuh 4,9%, naik dari 4,3% pada paruh pertama tahun fiskal 2024. Pertumbuhan itu didorong terutama oleh sektor pertanian dan industri meskipun terjadi perlambatan di sektor jasa.
Nepal juga mencatat inflasi rendah sebesar 5%, turun Apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun Lewat sebesar 6,5%. Penurunan itu terutama disebabkan inflasi nonmakanan dan jasa, terutama di perumahan, utilitas, dan layanan restoran. Bank Dunia juga memperkirakan ekonomi Nepal akan tumbuh rata-rata 5,4% per tahun pada 2026-2027.
Meski keluar dari status negara miskin, Nepal Lagi menghadapi banyak persoalan terkait dengan kelas menengah mereka. Tantangan struktural yang signifikan Maju menghambat pertumbuhan domestik dan penciptaan lapangan kerja. Produktivitas tenaga kerja secara keseluruhan Lagi rendah. Persaingan yang lemah di bidang logistik dan transportasi, serta infrastruktur yang kurang memadai, membatasi ekspor sehingga Tak Bisa mendorong pertumbuhan ekonomi riil selama beberapa Dasa warsa terakhir.
Apabila mengutip Times of India, tingkat pengangguran anak muda, khususnya generasi Z, mencapai 20,8%. Secara nasional, tingkat pengangguran Nepal konsisten berada di atas 10% selama beberapa tahun terakhir dan mencapai 10,7% pada 2024. Bilangan-Bilangan itu menggumpal menjadi keresahan Serempak, ditambah dengan gaya hidup pejabat dan keluarga pejabat yang Getol pamer.
Penutupan medsos akibat para pemilik medsos itu Tak Taat terhadap aturan Nepal, sebenarnya hanyalah pemicu. Perkara dominannya soal kelas menengah dan gen Z yang luput dari perhatian. Situasi itu mirip dengan Cile, yang dalam gambaran makroekonomi Bilangan-Bilangan statistiknya memang moncer, tapi kelas menengah lalai diurus. Mereka itulah kaum cerdas yang Niscaya akan ‘cerewet’ terhadap keadaan.
Karena itulah, ketika pemerintah Indonesia meluncurkan 17 program paket stimulus ekonomi yang dinamakan Paket Stimulus Ekonomi 8+4+5 dengan total stimulus mencapai Rp16,23 triliun, saya menilai keputusan itu responsif. Apalagi, paket stimulus itu banyak menyasar kaum pekerja informal yang selama ini menjadi tulang punggung penyerapan tenaga kerja.
Melalui stimulus paket ekonomi itu, pemerintah mengejar Sasaran pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2% pada akhir 2025, dan menjaga daya tahan kelas menengah agar Tak makin goyah. Apalagi, program itu mencakup delapan inisiatif Penting, empat program yang diperpanjang ke 2026, serta lima program Spesifik Kepada penyerapan tenaga kerja.
Salah satu stimulus dalam delapan inisiatif Penting itu ialah diskon 50% iuran BPJS Ketenagakerjaan Kepada pengemudi ojek online (ojol), ojek pangkalan, sopir, kurir, dan logistik. Mereka itu ialah para pekerja informal yang selama ini tak disentuh perlindungan. Padahal, jumlah pekerja informal di negeri ini Lagi lebih dari 74 juta orang, atau Dekat 58% dari total angkatan kerja. Itu artinya lebih dari separuh.
Selain itu, pemerintah akan memberikan Sokongan pangan berupa 10 kg beras selama dua bulan terhadap 18,3 juta keluarga penerima manfaat. Sokongan seperti itu juga dimaksudkan sebagai bantalan agar tingkat kemiskinan rakyat Tak semakin dalam. Semoga stimulus itu Konkret, bukan ilusi. Semoga paket Sokongan itu seperti penggalan lirik Tembang Kau Datang karya band Krakatau: ‘Kau datang, demi kebahagiaanku yang kunanti’.

