Jurus Jenderal

BELAKANGAN Bunyi Presiden Prabowo Subianto kerap meninggi terkait dengan kinerja dan perilaku para pembantunya. Ultimatum dikumandangkan.

Meski tak menyebut secara Tertentu siapa menteri yang berkinerja dan berperilaku Enggak baik, asal bunyi, nirempati kepada rakyat, dan rekam jejak suram, itu menjadi sinyal bahwa mantan Komandan Jenderal Kopassus itu akan melakukan reshuffle (perombakan) Kabinet Merah Putih.

Bunyi meninggi juga diperlihatkan Prabowo bahkan atas nama Tuhan ketika berbicara soal perang melawan korupsi dan mafia yang diduga bermain di balik peristiwa Agustus kelabu, kerusuhan yang menyebabkan 10 korban tewas.

“Saya akan hadapi mafia-mafia yang sekuat apa pun. Saya bertekad memberantas korupsi, sekuat apa pun mereka. Demi Allah, saya Enggak akan mundur setapak pun,” kata Prabowo seusai menjenguk 17 polisi dan masyarakat yang menjadi korban demontrasi rusuh di RS Polri, Jakarta Timur, Senin (1/9).

Prabowo Enggak perlu gamang mengatasi kesengkarutan politik, sosial, dan ekonomi di negeri ini yang memicu gelombang unjuk rasa besar-besaran di Jakarta dan sejumlah daerah.

Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan ‘Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar’.

Prabowo bertanggung jawab atas keberlangsungan pemerintahan, Mempunyai hak prerogatif Kepada mengangkat dan memberhentikan menteri, serta berperan sebagai panglima tertinggi angkatan bersenjata.

Prabowo Berbarengan wakilnya, Gibran Rakabuming Raka, Mempunyai modal politik yang besar dengan raihan Bilangan 58% Bunyi rakyat dalam Pilpres 2024.

Cek Artikel:  Amnesti tanpa Amnesia

Enggak perlu Eksis kebimbangan Prabowo sebagai nakhoda Kepada membawa kapal besar bernama Indonesia menuju tujuan bernegara seperti yang dimandatkan konstitusi, yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan Lumrah, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian Kekal, dan keadilan sosial.

Walakin, perombakan kabinet bukan variabel determinan Kepada menciptakan kinerja kabinet sesuai dengan delapan misi pemerintahan (Astacita) karena Sekalian bergantung pada program kerja mereka yang Dapat memenuhi asas akuntabilitas, transparansi, responsif, dan partisipasi.

Program kerja pemerintahan jangan mengejar populisme, tetapi harus sesuai dengan kebutuhan, studi kelayakan, dan partisipasi yang bermakna (meaningful participation) dari rakyat.

Pasalnya, kebijakan yang populis atau asal beda dari pendahulunya Dapat menjadi jebakan ‘betmen’ yang akan mempersulit pemerintah dan berdampak bagi rakyat di kemudian hari.

Kebijakan yang populis seperti makan bergizi gratis (MBG), koperasi desa merah putih, dan sekolah rakyat, selain menyedot anggaran negara yang sangat besar, Tetap diragukan efektif karena kehadiran program-program itu bersifat komando (top down).

Kebijakan pemerintahan semestinya berdasarkan data dan fakta (evidence based policy) dengan skala prioritas Kepada menyelesaikan berbagai kebutuhan dasar masyarakat.

Semula anggaran MBG pada 2025 sebesar Rp71 triliun, Lampau digelontorkan Tengah sebesar Rp100 triliun sehingga total Biaya yang dikelola Badan Gizi Nasional (BGN) mencapai Rp171 triliun. Selanjutnya pada 2026 meroket jadi Rp335 triliun, atau meningkat tajam sebesar 96% Apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Alhasil, anggaran MBG yang dikelola BGN pada tahun depan melampaui kementerian dan lembaga lain.

Cek Artikel:  Sindiran tak Bermakna

MBG dan program populis lainnya menguras APBN, menggerus anggaran kementerian/lembaga dan daerah dan memperlebar defisit anggaran.

Mirisnya, dalam RAPBN 2026, pemerintah mengusulkan alokasi Biaya transfer ke daerah (TKD) sebesar Rp650 triliun. Alokasi Biaya itu turun 24,7% Apabila dibandingkan dengan Biaya TKD pada 2025 sebesar Rp864,1 triliun.

Selanjutnya, mudah ditebak. Pemerintah Membikin jurus penambahan utang sebesar Rp781,87 triliun pada 2026. Meskipun pemerintah menyatakan rasio utang terkendali terhadap PDB Indonesia, 39,96%, hal itu akan Membikin pemerintah kelimpungan membayar utang luar negeri yang kian menggunung.

Bank Indonesia mencatat utang luar negeri Indonesia pada April 2025 sebesar US$431,5 miliar atau Sekeliling Rp7.033,45 triliun. Jumlah itu naik 8,2% secara tahunan, lebih tinggi Apabila dibandingkan dengan periode Maret 2025 yang naik 6,4% secara tahunan.

Terkait dengan berkurangnya Biaya TKD yang terdiri atas Biaya alokasi Lumrah (DAU) dan Biaya alokasi Tertentu (DAK) secara signifikan akan berdampak pada pembangunan di daerah.

Kepala daerah tentu Enggak Ingin kewalahan menghadapi Akibat Enggak baik pengurangan TKD, seperti pembangunan infrastruktur dan penanggulangan kemiskinan.

Mereka akan meningkatkan pajak bumi dan bangunan (PBB) secara ‘gelap mata’, seperti di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, yang mematok penaikan 250%.

Menjelang setahun pemerintahan pada 20 Oktober mendatang, Prabowo Mempunyai waktu Kepada melakukan Pengkajian kinerja kabinet selain reshuffle kabinet jilid 2. Jangan ragu Sepak para pembantunya yang Enggak Mempunyai terobosan, apalagi Hanya bikin gaduh, dari kabinet.

Cek Artikel:  Psikologi Resesi

Di atas Sekalian itu, sangat Krusial bagi menteri memegang etika jabatan, seperti yang tertuang dalam sumpah jabatan Kepada empat menteri dan seorang wakil menteri yang dilantik kemarin.

Etika bagi pejabat publik akan menjadi dasar perilaku dan pengambilan kebijakan. Dengan etika yang kuat, sense of ethics, pejabat publik akan Mempunyai integritas, mengetahui kepatutan dan kepantasan, rasa malu, sekaligus mempunyai sense of crisis.

Pejabat publik yang Mempunyai sense of ethics dan sense of crisis Enggak akan Membikin kebijakan yang barbar, seperti tunjangan DPR dan DPRD yang di luar ‘nurul’ dan mengiris-iris hati rakyat yang hidupnya banyak dirundung masalah. Juga Enggak akan Eksis menteri yang main domino dengan mantan tersangka pembalak liar.

Selain kebijakan publik, dengan etika yang kuat, tak Eksis Tengah penyelenggara negara Bagus eksekutif dan legislatif yang bicaranya ‘asal jeplak’ yang menyinggung perasaan rakyat. Sense of ethics dan sense of crisis akan memagari pejabat publik dari abuse of power, pesta pora praktik rasuah.

Tetapi, Sekalian itu terpulang kepada Prabowo-Gibran, sejauh mana mereka menjadi pemimpin teladan, memberikan legacy yang besar bagi bangsa dan negara, dengan sense of ethics dan sense of crisis yang kukuh. Rakyat butuh Misalnya, aksi, bukan omon-omon. Tabik!

Mungkin Anda Menyukai