PUBLIK mengultimatum KPU Jakarta untuk melakukan verifikasi ulang terhadap pasangan calon perseorangan. Diultimatum verifikasi ulang karena terkuak dugaan manipulasi syarat dukungan yang begitu masif.
Kalau benar telah terjadi dugaan manipulasi syarat dukungan, kesalahan tidak bisa sepenuhnya dipikul pasangan calon perseorangan. KPU Jakarta harus ikut bertanggung jawab dan mesti dimintai pertanggungjawaban.
KPU Jakarta mesti dimintai pertanggungjawaban karena komisi itu yang melakukan verifikasi administrasi dan verifikasi faktual atas syarat dukungan yang diajukan pasangan calon. Komisi itu pula yang meloloskan pasangan calon perseorangan.
Baca juga : Jadi Mantan Presiden, Lezat?
Verfikasi faktual menurut Keputusan KPU Nomor 532 Pahamn 2024 dilaksanakan Panitia Pemungutan Bunyi (PPS) dan dapat dibantu Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Penyelenggaraan verifikasi faktual dilakukan dengan metode sensus. PPS yang menemui pendukung calon perseorangan di tempat tinggal mereka. PPS dan PPK ialah organ milik KPU Jakarta.
KPU Jakarta telah menetapkan pasangan Dharma Pongrekun-Kun Wardana memenuhi syarat menjadi calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur Jakarta. Penetapan KPU Jakarta itu diambil dalam rapat pleno verifikasi faktual terhadap syarat dukungan minimal pencalonan pada 15 Agustus 2024.
Rapat pleno KPU Jakarta mengesahkan total dukungan Dharma-Kun sebanyak 1.547.987. Perinciannya, memenuhi syarat 677.468 dukungan dan tidak memenuhi syarat mencapai 870.519.
Baca juga : Sean Gelael Optimistis Raih Podium di Sao Paolo
Kalau KPU Jakarta konsisten melaksanakan perintah Keputusan KPU 532/2024, hal itu berarti PPS telah menemui 677.468 pendukung Dharma-Kun dan memastikan kebenaran data tersebut.
Fakta bicara lain. Setelah rapat pleno KPU Jakarta, ramai-ramai warga protes pencatutan nama dan nomor induk kependudukan kartu tanda penduduk.
Pencatutan identitas penduduk sebagai bukti dukungan bagi calon kepala daerah jalur perseorangan ialah sebuah kejahatan. Terdapatpun kejahatan dalam proses calon perseorangan bisa berupa perbuatan pemalsuan daftar dukungan dan perbuatan penyelenggara pilkada yang tidak melakukan verifikasi dan rekapitulasi dukungan calon perseorangan.
Baca juga : SDN 085 Ciumbuleuit dan SDN 043 Cimuncang Raih Podium Teratas
Manipulasi dukungan akan berujung bui. Pemalsuan daftar dukungan calon perseorangan melanggar Pasal 185A ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Pahamn 2016 tentang Pilkada. Disebutkan, setiap orang yang dengan sengaja memalsukan daftar dukungan terhadap calon perseorangan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan.
Pemalsuan daftar dukungan bisa saja dilakukan pasangan calon, tim kampanye dan relawan, atau penyelenggara pilkada. Karena itu, kalau ada dugaan pemalsuan dukungan, harus dicarikan pelakunya untuk dimintai pertanggungjawaban hukum.
Kiranya kepolisian bergerak cepat untuk mengusut dugaan manipulasi syarat dukungan. Bergerak cepat agar tidak muncul spekulasi bahwa calon independen hanya formalitas pengganti kotak kosong.
Baca juga : Semangat Juang Jadi Modal bagi Nizar Raih Podium Bali Trail Run Ultra 2024
Calon kepala daerah jalur perseorangan disebut juga sebagai calon independen karena tidak didukung partai. Syarat calon perseorangan ialah didukung penduduk dalam jumlah tertentu.
Dukungan berbentuk surat dukungan disertai dengan fotokopi kartu tanda penduduk elektronik (KTP-E). Dengan demikian, kalau ada pencatutan dukungan, yang dicatut ialah surat dukungan dan fotokopi KTP-E. Ukuran KTP-E ialah 8,56 cm x 5,39 cm dengan ketebalan 0,089 cm.
Pencatutan KTP-E yang masuk kategori dokumen pribadi itu menjadi persoalan serius. KTP itu dilengkapi cip yang memuat elemen data penduduk, yaitu nomor induk kependudukan, nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama, status perkawinan, golongan darah, alamat, pekerjaan, kewarganegaraan, pas foto, masa berlaku, tempat dan tanggal dikeluarkan KTP-E, dan tanda tangan pemilik KTP-E.
Data pribadi setiap penduduk wajib disimpan dan dilindungi negara. Kewajiban itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Pahamn 2013 tentang Administrasi Kependudukan. Pencatutan data pribadi ialah kejahatan dengan ancaman pidana 10 tahun penjara.
Semakin banyak saja data pribadi yang disalahgunakan mulai kasus yang terkait dengan pinjol ilegal hingga pilkada. Kalau dalam pilkada saja calon pemimpin berani tidak jujur, tentunya setelah terpilih nantinya dalam memimpin daerah tidak akan bersih dan bisa saja terjebak dalam pusaran korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Pencatutan data pribadi untuk kepentingan calon perseorangan itu dilakukan secara masif. Timbul pertanyaan, bagaimana pasangan calon memperoleh KTP-E warga secara ilegal untuk digunakan sebagai syarat dokumen yang diserahkan kepada KPU?
Patut diapresiasi langkah warga Jakarta Pusat bernama Samson. Ia membuat laporan ke Polda Metro Jaya seusai mendapati KTP-nya dicatut mendukung pasangan Dharma-Kun. Samson membuat laporan polisi dengan dugaan pelanggaran terhadap Pasal 67 ayat (1) Undang-Undang Nomor 27 Pahamn 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. Ancaman hukumannya 5 tahun penjara.
Pilkada pada 27 November 2024 diselenggarakan di 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota. Kualitas pilkada harus dikawal sejak proses pencalonan. Harus dicegah jurus dewa mabuk demi memenuhi syahwat kekuasaan semata di Pilkada 2024. Salah satu bentuk jurus dewa mabuk ialah memanipulasi data dukungan secara terstruktur, sistematis, dan masif.