Jurnalis Berkinerja Berkualitas dengan Memperhatikan Elemen Regulasi Emosi

 Jurnalis Berkinerja Baik dengan Memperhatikan Faktor Regulasi Emosi
Reporter televisi sedang melakukan reportase.(Dok pribadi)

KEMENTERIAN Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyatakan bahwa rating penonton televisi swasta (melalui televisi digital), kembali normal di Februari 2023 setelah penghentian televisi analog di Indonesia. Meskipun minat masyarakat Kepada mengakses informasi melalui layanan media daring (non-televisi), Lagi jauh lebih unggul, masyarakat Bukan meninggalkan stasiun televisi sebagai penyedia informasi. 

Menurut survei Katadata Insight Center (KIC) Serempak Kemenkominfo (2022), televisi (terutama televisi Informasi) merupakan media yang paling dipercaya masyarakat Kepada mendapatkan informasi. Berkembangnya media online (daring) dan media televisi secara digital diikuti berkembangnya industri jurnalisme. Peran jurnalis televisi Informasi (reporter) sangatlah Krusial sebagai sumber daya dalam penyampaian isi Informasi.

Dibutuhkan banyak jurnalis Kepada mendapatkan dan mendistribusikan Informasi kepada masyarakat. Informasi yang didapatkan bersifat non-stop, Bukan terbatas oleh waktu. Informasi Bisa didapatkan dari berbagai Letak pada Area waktu yang berbeda-beda, dalam waktu 24 jam. Dengan demikian, banyak tenaga jurnalistik yang direkrut dan dididik.

Menjadi seorang jurnalis televisi bukanlah hal yang mudah karena bertugas menjaga kepercayaan publik. Jurnalis perlu menunjukkan perilaku/tindakan yang mengacu pada prinsip-prinsip jurnalisme. Penerapan prinsip-prinsip jurnalisme mendorong jurnalis lebih bertanggung jawab dalam menyajikan informasi, Membangun jurnalis Bisa menghasilkan Informasi yang Presisi, berimbang, dan Bukan beritikad Jelek. 

Selain itu jurnalis dituntut Kepada Bisa menghasilkan Informasi yang sesuai dengan fakta di lapangan, atau berdasar kebenaran data yang didapatkan. Walaupun dibutuhkan passion yang hebat dalam memaparkan Informasi, jurnalis tetap perlu menyadari dan waspada bahwa Informasi yang disajikan akan memicu reaksi publik dalam waktu Segera. 

Rangkaian tugas

Jurnalis yang Mempunyai kemampuan, tanggung jawab, dan menunjukkan kinerja yang Berkualitas akan Mempunyai kesempatan dan peran yang lebih besar dalam menjalankan tugasnya. Kepada itu, perlu diperhatikan bagaimana agar jurnalis Mempunyai kinerja yang Berkualitas. Koopmans (2011) mendefinisikan bahwa kinerja adalah: (a) rangkaian usaha yang ditunjukkan dalam menyelesaikan tugas-tugas organisasi (task performance), (b) berbagai perilaku/tindakan positif yang relevan dengan tujuan organisasi (contextual performance), serta (c) minimalisasi berbagai perilaku kerja kontraproduktif (counterproductive work behaviour). 

Cek Artikel:  Memperkuat Proporsional Terbuka

Dalam konteks jurnalistik, rangkaian usaha dan tugas yang dimaksud antara lain; Bisa menyelesaikan tugas menulis Informasi ataupun artikel berdasarkan pernyataan dan fakta, mengirimkan tulisan/Informasi kepada tim redaksi sesuai dengan waktu yang ditentukan, mewawancarai serta mengonfirmasi narasumber berdasarkan topik Informasi, menyampaikan informasi kepada khalayak secara aktual dan faktual, serta bersedia menerima penugasan rutin yang telah ditentukan.

Perilaku/tindakan positif jurnalis yang relevan dengan tujuan organisasi, meliputi kesediaan menerima penugasan di luar jadwal yang telah ditetapkan atau di daerah yang sulit. Selain itu berinisiatif dan bertanggung jawab memeriksa akurasi Informasi yang didapat, berkomitmen/Bukan mengeluh dalam melakukan peliputan. 

Bahkan di tengah-tengah kepadatan meliput Informasi, tetap berusaha aktif berpartisipasi dalam kegiatan organisasi, turut menjaga properti organisasi, atas nama organisasi bersedia membangun koneksi/Rekanan kepada narasumber, serta bersedia saling membantu di antara rekan kerja.

Terkait dengan meminimalisasi perilaku kerja kontraproduktif, jurnalis dituntut Kepada Bukan menyia-nyiakan waktu selama bertugas. Dia Bukan melanggar aturan yang telah ditetapkan, Bukan membicara hal-hal yang Bukan relevan dengan tugas, Bukan  berpikir negatif terhadap kondisi kerja, Bukan berkonflik dengan sesama rekan kerja, Bukan membicarakan hal-hal negatif mengenai organisasi/perusahaan tempat kerja, ataupun Bukan menulis Informasi tanpa validasi/dukungan data yang Betul.

Di antara ketiga jenis kinerja tersebut, kinerja yang terkait dengan usaha yang ditunjukkan dalam menyelesaikan tugas (task performance), tetap menjadi hal yang Istimewa. Kinerja dapat diprediksi oleh emotion regulation. Penelitian (De Clercq, Fatima, & Jahanzeb, 2022; Newman, Joseph, & MacCann, 2010; Trougakos, 2007) menunjukkan bahwa semakin Jelek regulasi emosi, semakin Jelek kinerja. 

Cek Artikel:  Kunci Revitalisasi Koperasi Desa

Karyawan yang merasa cemas, Bukan Kondusif (insecure), cenderung mengalami gangguan konsentrasi dalam bekerja. Konsentrasi yang rendah akan menyebabkan kualitas hasil kerja menurun, banyak potensi kesalahan yang akan dihasilkan pada Begitu individu kurang berkonsentrasi Begitu bekerja. 

Sehubungan dengan pekerjaan sebagai jurnalis, Begitu seorang jurnalis yang mengalami perasaan terancam, Bukan nyaman, kesal, dll Begitu bertugas, berpotensi melakukan kesalahan atau kurang optimal dalam menghasilkan pemberitaan. 

Pengaturan emosi

Oleh karena itu, diperlukan kemampuan regulasi emosi bagi seorang jurnalis. Emosi yang terkelola dengan Berkualitas akan menjadi dasar timbulnya pengalaman emosi positif, perasaan tenang, konsentrasi yang Berkualitas, sikap menerima/terbuka (open minded), pemikiran terhadap ide baru, inspirasi, ataupun kreativitas dalam menghasilkan pemberitaan. 

Berdasarkan broaden-and-build theory of positive emotions (Fredrickson, 2013), emosi positif menimbulkan sikap eksplorasi yang mendukung pengembangan wawasan/pengetahuan dan Interaksi sosial. Wawasan/pengetahuan serta Interaksi sosial, tentunya sangat dibutuhkan bagi seorang jurnalis dalam proses pembuatan Informasi.

Regulasi emosi (Gross, 2003) dapat dilakukan dengan dua Metode, Merukapan cognitive reappraisal dan suppression. Strategi cognitive reappraisal adalah Metode pengelolaan emosi dengan Menonton suatu situasi sulit dari perspektif mengenai manfaat (hikmah) yang didapatkan. Sedangkan suppression adalah Metode pengelolaan emosi dengan mencoba menahan atau Bukan mengekspresikan emosi negatif yang dialami. 

Strategi suppression Bisa saja diterapkan, Tetapi hanya Kepada sesaat/sementara waktu, Bukan Kepada jangka panjang. Strategi suppression yang diterapkan Maju menerus, Apabila Bukan terbendung pada akhirnya akan diekspresikan sebagai luapan emosi.

Dengan demikian, dari kedua strategi tersebut, strategi yang disarankan dalam pengelolaan emosi adalah strategi cognitive reappraisal. Misalnya penerapan strategi regulasi emosi cognitive reappraisal, Merukapan pada Begitu ditugaskan di daerah bencana. Begitu bertugas di derah bencana, seorang jurnalis dapat menerapkan strategi cognitive reappraisal dengan berpikir bahwa situasi sulit tersebut akan Mempunyai manfaat Kepada pengembangan dirinya atau membawa hikmah baginya. 

Cek Artikel:  Proporsional Tertutup Begal Demokrasi

Manfaat/hikmah yang dapat dipikirkan oleh jurnalis dalam situasi negatif, misalnya bahwa tugas ini dapat menjadi kebanggan Begitu diselesaikan dengan Berkualitas; tugas ini adalah bentuk kontribusi/pertolongan yang dapat dilakukan, dengan reportase kondisi bencana, Sokongan kepada korban akan segera datang; tugas ini melatih kemampuan kerja sama, tugas ini akan memperluas Interaksi/koneksi dengan berbagai pihak; tugas ini Membangun kita ingat kepada sang Pencipta/sang Maha Kuasa; tugas ini meningkatkan rasa empati kepada sesama, dan lain sebagainya; yang pada prinsipnya akan Membangun emosi yang dialami menjadi lebih Berkualitas/positif. 

Misalnya penerapan regulasi emosi yang bersifat suppression, yang dapat diterapkan Kepada jangka waktu yang singkat, adalah Begitu jurnalis dihadapkan pada situasi gempa bumi yang hebat. Begitu melaporkan secara langsung, Biar jurnalis merasa ketakutan, Mau berteriak kencang, Tetapi jurnalis Bahkan Bisa menunjukkan sikap tetap tenang. 

Misalnya lain ditunjukkan oleh jurnalis salah satu televisi Informasi pada 2016; Begitu situasi demonstrasi 212 berlangsung, jurnalis menunjukkan sikap tenang ketika berada di kerumunan (crowd) massa pendemo yang meneriaki bahkan mendorong tubuhnya berkali-kali. 

Dengan memahami regulasi emosi sebagai Elemen yang mempengaruhi kinerja, jurnalis diharapkan dapat mengantisipasinya sejak awal karir. Dengan regulasi emosi sebagai Elemen yang mendukung optimalisasi kinerja jurnalis, perusahaan media televisi dapat memulai program training dan mentoring dengan praktik langsung di Letak kejadian, agar ketika ditugaskan pada situasi yang menantang, jurnalis tetap dapat berkinerja dengan Berkualitas.

Mungkin Anda Menyukai