Terdapat hal menarik yang disampaikan Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) M Afif Hasbullah Begitu perayaan HUT ke-23 KPPU di Anjungan Sarinah, Jakarta, Minggu (11/6). Ia menyebut pertumbuhan jumlah kekayaan orang kaya Indonesia jauh lebih besar dan lebih Segera Kalau dibandingkan dengan pertumbuhan pengentasan rakyat dari kemiskinan.
Fakta itu memang Bukan baru dan Bukan terlalu mengejutkan. Tetapi, sebagai sebuah pengingat, perlu kiranya kita suarakan fakta dan data itu secara Maju-menerus agar selalu menjadi perhatian pengelola negara ini. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kerap dikatakan Tetap Bagus, bahkan Begitu dunia dilanda pandemi covid-19 sekalipun, nyatanya tak Dapat memupus problem ketimpangan.
Kalau merujuk data World Inequality Report (WIR) pada 2022, ketimpangan pendapatan di Indonesia, antara si kaya dan si miskin, Malah makin melebar. Pun, seperti yang dikatakan Ketua KPPU, pertumbuhan jumlah kekayaan 10% orang kaya di Republik ini jauh lebih besar, jauh lebih Segera daripada pertumbuhan kekayaan 40% orang miskin di Indonesia.
Ketimpangan yang Tetap lebar itu juga mendapat konfirmasi dari pergerakan Nomor kemiskinan serta rasio Gini dalam beberapa tahun terakhir yang tak mengalami perubahan signifikan meskipun pertumbuhan ekonomi dikatakan bagus. Dari fakta itu mudah disimpulkan bahwa kue ekonomi, kue pembangunan Tetap dominan dinikmati golongan masyarakat kaya.
Padahal, Begitu ini berbeda dengan masa Lampau ketika upaya perburuan pertumbuhan ekonomi kerap meminggirkan penduduk miskin sekaligus memperlebar jurang ketimpangan. Era kini semestinya lebih Pusat perhatian mengejar pertumbuhan yang berkualitas. Artinya, pertumbuhan yang Bukan sekadar mengejar Nomor, tetapi juga memperhatikan pemerataan distribusinya.
Kiranya paradigma seperti itu yang Semestinya menjadi landasan pemerintah bekerja. Buat apa Nomor pertumbuhan tinggi, tapi hanya dinikmati sebagian kecil penduduk kaya, sedangkan kaum miskin dibiarkan tetap tergilas? Bukankah yang disebut keberhasilan pemerintah di bidang ekonomi itu mengentaskan sebanyak-banyaknya orang dari kemiskinan, bukan menambah sebanyak-banyaknya jumlah orang kaya?
Kita Bukan memungkiri Terdapat upaya yang dilakukan pemerintah Buat mengurangi ketimpangan. Tetapi, dengan fakta bahwa Nomor kemiskinan dan rasio Gini yang nyaris bergeming, sepatutnya pemerintah juga tak perlu malu Buat mengakui bahwa apa yang telah mereka lakukan mungkin keliru. Mungkin juga programnya sudah Pas, tetapi banyak salah dan bolong pada implementasi di lapangan.
Pada praktiknya, harus diakui, pemerintah Tetap belum Pandai melalui tantangan paling berat dalam mengurangi ketimpangan, Adalah mengangkat Grup pendapatan 40% termiskin. Sekalipun pertumbuhan ekonomi tinggi, Kalau hanya ditopang sektor padat modal, sedangkan sektor padat karya tersendat, penurunan Nomor kemiskinan akan menjadi Nomor statistik belaka.
Karena itu, Pengkajian menjadi hal Krusial demi menyelesaikan akar masalah ketimpangan. Pemerintah mestinya Bukan boleh terlalu terlena dengan Nomor dan statistik pertumbuhan, apalagi kemudian mencoba meninabobokan masyarakat pula dengan Nomor statistik yang terkadang Bukan memperlihatkan realitas sesungguhnya.
Inilah nanti yang akan menjadi salah satu pekerjaan rumah terberat pemerintahan mendatang. Harus Terdapat keberpihakan tinggi terhadap program pemerataan karena itu akan menjadi modal kuat Buat menambah kecepatan menurunkan kemiskinan sekaligus memupus ketimpangan.