Junjung Tinggi Etika Digital sebagai Pembatas Kebebasan Bereskpresi di Media Sosial

Ilustrasi media sosial. Foto: Istimewa.

Magetan: Kebebasan berekspresi di media sosial menemukan batasannya pada etika digital. Penerapan etika digital diyakini mampu menjadi sarana yang membatasi kebebasan berekspresi di media sosial. Selain itu, kebebasan berekspresi di media sosial juga dibatasi norma dan aturan hukum.
 
“Ruang lingkup etika (akhlak) yang berupa kesadaran, integritas, tanggung jawab, dan kebajikan adalah batasan atas kebebasan berekspresi di media sosial,” kata Kepala Kantor Kementerian Keyakinan Kabupaten Magetan Taufiqurrohman, dalam webinar literasi digital untuk segmen pendidikan di Kabupaten Magetan, dikutip dari keterangan tertulis, Selasa, 24 September 2024.
 
Mengusung tema ‘Bebas namun Terbatas: Berekspresi di Media Sosial’ diskusi online yang diikuti pelajar dan tenaga pendidik madrasah di wilayah Kabupaten Magetan itu, digelar oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) bersama Kantor Distrik Kementerian Keyakinan Provinsi Jawa Timur.
 
Taufiqurrohman mengatakan, berekspresi atau berpendapat di media sosial harus dilandasi dengan kesadaran dan tujuan maupun kejujuran. Misalnya, menghindari plagiasi, manipulasi, dan lainnya.
 
“Berekspresi di media sosial juga harus mau menanggung konsekuensi atas perilaku dan perbuatannya, maupun hal-hal yang bernilai kemanfaatan, kemanusiaan dan kebaikan. Maksudnya, bebas tapi bertanggung jawab,” tegas dia.
 
Ungkapan di media sosial, menurut Taufiqurrohman, juga harus disertai penerapan etika dan etiket berinternet (netiket). Penerapan etika dan etiket, akan menghindarkan dari tindak negatif sekaligus menjadi saringan untuk berbuat hal positif, termasuk memanfaatkan internet untuk menebar kebaikan yang bermanfaat.
 
“Etika merupakan sistem nilai (norma) yang menjadi pegangan seseorang atau kelompok orang dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan etiket, yaitu tata cara individu berinteraksi dengan individu lain atau dalam masyarakat,” tuturnya.
 

Cek Artikel:  Pemerintah Dorong Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan untuk Perlindungan Pekerja Migran

 

Punya tanggung jawab

 
Dari sudut pandang berbeda, dosen Universitas Dr. Soetomo Surabaya Methiana Indrasari menegaskan, meskipun setiap warga memiliki hak asasi untuk mengakses, menggunakan, membuat, menyebarluaskan, dan berpendapat di media sosial, namun mereka juga memiliki tanggung jawab.
 
“Terdapat hak, ada tanggung jawab. Menjaga hak-hak atau reputasi orang lain, menjaga keamanan nasional, ketertiban masyarakat, kesehatan atau moral publik,” tegas Meithiana.
 
Sementara Mom Influencer Ana Livian mengingatkan tujuh hal yang tidak boleh disebar sembarang di media sosial. Di antaranya, tiket perjalanan atau boarding pass, Kartu Identitas Penduduk (KTP) dan Surat Izin Mengemudi (SIM).
 
“Kemudian, selfie dengan KTP, pamer dokumen penting, dokumen keuangan, dokumen rahasia perusahaan, dan hasil karya orang lain,” rinci Ana.
 
Diketahui, webinar seperti digelar di Magetan ini merupakan bagian dari program Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) yang dihelat Kemkominfo. GNLD digelar sebagai salah satu upaya untuk mempercepat transformasi digital di sektor pendidikan hingga kelompok masyarakat menuju Indonesia yang Makin Cakap Digital.
 
Tamat dengan akhir 2023, program literasi digital Kominfo ini mencatat sebanyak 24,6 juta orang telah mengikuti program peningkatan literasi digital yang dimulai sejak 2017. Kegiatan ini diharapkan mampu menaikkan tingkat literasi digital 50 juta masyarakat Indonesia hingga akhir 2024.

Cek Artikel:  Wacana Penaikan Biaya Hidup Buat Kelas Menengah Ketakutan

Mungkin Anda Menyukai