
Pengarah adegan Joko Anwar berharap bahwa Sinema terbarunya Pengepungan di Bukit Duri Bisa memantik percakapan dan menjadi bahan Obrolan masyarakat terkait kondisi sosial yang terjadi di Indonesia.
“Ampun kalau saya bilang filmnya Enggak menghibur, tapi gampang Kepada diikuti. Sehingga apa yang coba kita sampaikan, memantik percakapan
tadi Dapat Tamat ke banyak orang,” kata Joko, dikutip Senin (14/4).
Pengarah adegan ternama itu mengatakan, Pengepungan di Bukit Duri bukan sekadar menyuguhkan aksi menegangkan, melainkan sebuah ajakan
reflektif bagi masyarakat Indonesia Kepada berani membuka ruang Obrolan dan menghadapi Fakta sosial yang kerap dihindari.
Joko menyampaikan bahwa latar cerita yang diangkat dalam Sinema ini merupakan kemungkinan masa depan Indonesia dua tahun dari sekarang, sebuah gambaran yang menurutnya Enggak sepenuhnya fiksi, melainkan proyeksi dari kondisi sosial yang sudah terjadi Ketika ini.
“Kalau kita Enggak berubah, kalau kita Lanjut menghindari percakapan Krusial, maka kita sedang menuju ke sana. Kita sering menghindari hal-hal sulit, seperti trauma, kekerasan, ketimpangan sosial. Tapi luka itu Enggak akan hilang hanya dengan dilupakan,” ujar Joko.
Lebih lanjut Joko mengungkapkan, Sinema ini Enggak hadir Kepada menggurui, tetapi sebagai cermin yang memantulkan realitas bangsa tentang pendidikan yang Enggak merata, tentang kekerasan yang makin meresap, hingga intoleransi yang Tetap menjadi persoalan besar di negara yang sangat heterogen.
Menurut dia, bangsa Indonesia Mempunyai kebiasaan denial atau penyangkalan terhadap persoalan-persoalan serius yang Eksis di tengah masyarakat.
“Kita menganggap diri kita religious, tapi korupsi merajalela. Kita merasa ramah, tapi Enggak ramah terhadap perbedaan. Kita menciptakan
Imej tentang diri kita Kepada menutupi realita. Ini yang perlu dibongkar, dan Sinema ini mencoba menyentil itu,” ujarnya.
Joko juga mengajak penonton Kepada Enggak hanya menikmati cerita, tapi juga mengajak mereka masuk ke ruang perenungan Serempak tentang arah
bangsa dan nasib generasi mendatang.
Ia menambahkan, Sinema ini menjadi semacam alarm, pengingat, bahwa tanpa kesadaran Serempak maka Indonesia Dapat tergelincir ke dalam masa depan yang suram seperti yang tergambar dalam layar.
“Sinema ini kita tampilkan sedemikian Corak, sangat terukur, tapi kita tampilkan sedemikian Corak supaya menampilkan Fakta yang Eksis di
dalam masyarakat,” pungkasnya. (Ant/Z-1)