Jogetan Harga Pangan

AKHIR pekan lalu, Menteri Perdagangan yang juga Ketua Lazim PAN, Zulkifli Hasan, menggelar senam bersama di sebuah lapangan di Jambi. Dengan ditemani sejumlah pesohor yang sekaligus pengurus partai, Zulhas terlihat gembira sembari berjoget di panggung. Momen kegembiraan itu ia unggah di media sosial miliknya, beberapa saat setelah acara.

Saya tergelitik membaca komentar netizen yang ada di kolom di bawah video singkat yang diunggah itu. Lebih dari 240 akun menuliskan komentar mereka. Lebih dari separuh dari komentar itu isinya julit. Tentu ada juga yang memberikan semangat dan pujian.

Komentar bernada julit itu, misalnya, permintaan agar jogetan Pak Mendag tidak usah diunggah di TikTok karena media sosial itu tidak boleh lagi untuk transaksi dagang. Tulisan itu menyindir Zulhas yang baru saja meneken beleid larangan TikTok Shop sebagai lapak dagang.

Tetapi, umumnya netizen berkomentar tentang kontras antara kegembiraan Mendag dan kegetiran sebagian rakyat karena kian
membubungnya harga-harga pangan. Eksis, misalnya, yang menuliskan, ‘Ingat harga beras terus melambung, Pak’. Eksis juga yang menulis, ‘Katanya bantu rakyat? Nih, harga pangan terus melambung. Kan itu tugas Mendag untuk menstabilkan harga-harga’.

Menjadi pejabat memang mesti tahan banting, termasuk tahan dikritik. Apalagi, menjadi Menteri Perdagangan jelas bukan jabatan yang sepi dari kritik. Maklum, Kemendaglah yang punya tanggung jawab besar menstabilkan harga-harga kebutuhan pokok. Pak Menteri boleh saja rileks sejenak dengan berjoget di hari libur. Toh, menteri juga manusia.

Cek Artikel:  Jeritan Kelaparan

Tetapi, publik tidak mau tahu. Bagi mereka, sepanjang harga kebutuhan tidak kunjung stabil, mestinya pantang bagi pejabat untuk menunjukkan kerileksan di depan publik. Karena, kebutuhan pokok, terutama pangan, tidak mengenal hari libur. Urusan melambungnya harga pangan pantang untuk dibikin rileks.

Melansir Panel Harga Pangan Nasional Badan Pangan Nasional, dalam dua bulan terakhir, harga pangan masih terus terkerek. Akhir Agustus lalu, harga pangan seperti beras, telur, daging ayam, cabai keriting, kedelai impor, jagung, naik dalam rentang 2% hingga 6%. Hanya harga daging sapi murni yang turun, itu pun turun amat tipis: 0,01%.

Pekan ini, atau sebulan setelah kenaikan harga bulan lalu, harga-harga kebutuhan pangan bukannya turun, tapi tetap naik. Rentang kenaikannya sama, dari 2% hingga 6%. Bahkan, harga daging sapi yang sebulan lalu turun amat tipis, di akhir September ini ikut-ikutan naik sekitar 2%. Fakta seperti itulah yang membuat sebagian rakyat menganggap tidak etis ada pejabat penanggung jawab stabilisasi harga berjoget-joget di tengah situasi kebatinan rakyat yang risau oleh naiknya harga pangan.

Cek Artikel:  All Eyes on Rafah

Sikap seperti itu kiranya wajar. Karena, data Badan Pusat Tetaptik (BPS), Maret 2023, menunjukkan bahwa lebih dari separuh pengeluaran masyarakat (50,32%) dari rata-rata total pengeluaran sebesar Rp1,39 juta dibelanjakan untuk pangan. Kenaikan harga pangan otomatis bakal membuat goyah struktur belanja rumah tangga.

Itu baru rata-rata struktur belanja nasional. Bila diteropong lebih dekat lagi, situasi memprihatinkan dialami masyarakat berpenghasilan rendah. Pengeluaran makanan per kapita orang-orang dari golongan pengeluaran per kapita terendah mencapai 85% dari total pengeluaran mereka. Eksispun pada golongan pengeluaran per kapita tertinggi, mereka hanya membelanjakan 38% dari total pengeluaran bulanan untuk makanan.

Survei Indeks Ketahanan Pangan Mendunia (Economist Intelligence Unit) mengindikasikan bahwa permasalahan ketahanan pangan yang dihadapi Indonesia tidak melulu berasal dari faktor ketersediaan pangan, tetapi lebih besar bersumber dari ancaman kenaikan harga pangan, kualitas pangan yang rendah, serta investasi penelitian dan pengembangan sektor pertanian yang rendah.

Harga pangan yang terus bergejolak dan cenderung naik juga berdampak pada perkembangan tingkat kemiskinan nasional. Dengan proporsi pengeluaran makanan yang besar terhadap total pengeluaran rumah tangga, gejolak harga pangan menjadi hal yang sangat memberatkan, terutama bagi mereka yang berasal dari rumah tangga miskin dan hampir miskin.

Cek Artikel:  Tanda Bahaya

Dalam tinjauan kebijakan pembangunan yang dilaporkan oleh World Bank dikatakan bahwa dengan proporsi yang besar terhadap pengeluaran rumah tangga miskin, sedikit saja kenaikan harga pangan bisa membawa dampak signifikan terhadap kesejahteraan individu pada rumah tangga tersebut. Di antara berbagai bahan pangan, beras ialah yang paling besar pengaruhnya terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga miskin, mengingat konsumsinya mencapai hampir seperempat jumlah konsumsi rumah tangga miskin. Padahal, harga beras juga masih terus terkerek naik.

Penelitian yang pernah dilakukan The SMERU Research Institute selama empat tahun menunjukkan perubahan harga pangan bukan saja memengaruhi gizi dan pola makan masyarakat. Karena strategi bertahan hidup yang harus dijalankan, gejolak harga pangan juga mengubah pola kerja dan peran anggota keluarga. Beberapa anggota keluarga harus bekerja dengan jam kerja lebih panjang dan kadang harus melakukan lebih dari satu pekerjaan.

Perubahan peran ini berdampak pada kualitas pengasuhan dan perawatan anggota keluarga, yang pada akhirnya juga memengaruhi asupan gizi dan pola hidup sehat keluarga. Jadi, bila hendak rileks dan berjoget, Pak Mendag, sebaiknya pastikan dulu bahwa harga-harga kebutuhan pokok sudah mulai turun. Atau, bila sudah gatal ingin turun gelanggang joget, lakukan saja di rumah dan tidak usah diunggah.

Mungkin Anda Menyukai