Liputanindo.id JAKARTA – Wakil Presiden ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla atau JK, Begitu menjadi saksi meringankan (a de charge) dalam sidang kasus korupsi mantan Direktur Esensial (Dirut) PT Pertamina Karen Agustiawan, mengaku bingung kenapa Karen menjadi terdakwa korupsi.
Pasalnya, menurut JK, Karen hanya menjalankan tugas sebagai Dirut Pertamina Begitu melakukan pengadaan gas alam Likuid atau Liquefied Natural Gas (LNG) di Pertamina pada 2011-2014.
Baca Juga:
Eksepsi Ex Dirut Pertamina Karen Agustiawan
“Saya bingung kenapa Karen jadi terdakwa. Bingung karena dia menjalankan tugasnya,” kata JK dalam sidang pemeriksaan saksi, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (16/5/2024).
Pengadaan LNG, menurut JK, dilakukan Karen berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2010 tentang ‘Percepatan Penyelenggaraan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010’ yang ditugaskan kepada PT Pertamina.
Pada Inpres itu, JK menyebutkan terdapat instruksi Buat Pertamina agar mencapai sasaran kebijakan Kekuatan nasional, antara lain mewujudkan Kekuatan (Esensial) mix yang optimal pada 2025, dengan peranan gas bumi menjadi lebih 30% terhadap konsumsi Kekuatan nasional.
JK menjelaskan, instruksi tersebut juga seiring dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Kekuatan Nasional.
“Saya ikut membahas hal ini, karena kebetulan saya Lagi di pemerintahan Begitu itu,” tuturnya.
Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan didakwa merugikan negara US$113,84 juta atau setara Rp1,77 triliun akibat dugaan korupsi pengadaan LNG di Pertamina periode 2011-2014.
Mantan Dirut PT Pertamina itu didakwa memperkaya diri sebesar Rp1,09 miliar dan US$104.016 atau setara Rp1,62 miliar, serta memperkaya suatu korporasi, Adalah perusahaan AS, Corpus Christi Liquefaction LLC (CCL) senilai US$113,84 juta atau setara Rp1,77 triliun yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.
Selain itu, Karen turut didakwa memberikan persetujuan pengembangan bisnis gas pada beberapa kilang LNG potensial di AS, tanpa adanya Panduan pengadaan yang Jernih dan hanya memberikan izin prinsip tanpa didukung dasar justifikasi, analisis secara teknis dan ekonomis, serta analisis risiko.
Karen juga disebut Bukan meminta tanggapan tertulis kepada Dewan Komisaris Pertamina dan persetujuan Rapat Biasa Pemegang Saham (RUPS) sebelum penandatanganan perjanjian jual beli LNG CCL Train 1 dan Train 2, serta memberikan kuasa kepada Yenni Andayani selaku Senior Vice President (SVP) Gas and Power Pertamina 2013-2014 dan Hari Karyuliarto selaku Direktur Gas Pertamina 2012-2014.
Keduanya diberi kuasa Buat masing-masing menandatangani LNG SPA (Sales and Purchase Agreement) CCL Train 1 dan Train 2, meski belum seluruh Direksi Pertamina menandatangani Risalah Rapat Direksi (RRD) Buat LNG SPA CCL Train 1 dan tanpa didukung persetujuan direksi Buat LNG SPA CCL Train 2.
Karen seperti dirilis Antara, didakwa melakukan perbuatan yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP. (BON)
Baca Juga:
Ini Penjelasan KPK Soal Pemeriksaan Ahok Terkait Awal Kontrak Pengadaan LNG