Jiwa Besar

BUNG Karno kerap menyebut bahwa kita ialah bangsa besar. Indonesia bangsa besar karena didirikan manusia-manusia berjiwa besar. Itulah kenapa Bung Karno acap kali menekankan perlunya anak bangsa membesarkan jiwa, agar bangsa ini terus terpelihara menjadi bangsa besar.

“Tiap-tiap bangsa mempunyai orang-orang besar. Tiap-tiap periode dalam sejarah mempunyai orang-orang yang besar, tetapi lebih besar daripada Mahatma Gandhi adalah jiwa Mahatma Gandhi; lebih besar dari Stalin adalah jiwa Stalin; lebih besar daripada Roosevelt adalah jiwa Roosevelt; lebih besar daripada tiap-tiap orang besar adalah jiwa daripada orang besar itu.”

“Jiwa yang besar yang tidak tampak itu,” lanjut sang proklamator, “Terdapatlah di dalam dadanya tiap-tiap manusia, bahkan kita mempunyai jiwa sebagai bangsa. Maka kita sebagai manusia mempunyai kewajiban untuk membesarkan kita punya jiwa sendiri dan membesarkan jiwa bangsa yang kita menjadi anggota daripadanya.”

Begitulah Bung Karno, mewanti-wanti agar kita memiliki jiwa, punya soul untuk membesarkan bangsa dan menjaga kebesarannya. Pesan itu bukan cuma motivasi, melainkan panduan berbangsa. Begitu kita lepas dari panduan, akan rontok pula kebesaran bangsa.

Cek Artikel:  Politisasi Uji Materi

Kebesaran sebuah bangsa bukan terjadi karena penduduknya banyak dan wilayahnya yang luas, melainkan karena jiwa anak bangsa itu yang besar. Spirit yang mendorong kreasi dan keunggulan anak-anak bangsa itulah yang membuat bangsa itu besar dan bertahan dengan kebesarannya.

Dalam perkara itu, pemimpin kita Mohammad Hatta pernah gelisah ihwal masa depan kemerdekaan Indonesia yang mungkin tidak dirawat manusia-manusia berjiwa besar. Bahkan, Hatta risau akan Indonesia masa depan yang justru dilumpuhkan kekerdilan jiwa bangsa sendiri.

Dengan mengutip puisi karya Friedrich Schiller, Bung Hatta berkata: ”Sebuah abad besar telah lahir, tetapi ia menemukan generasi yang kerdil.” Dalam pandangan Bung Hatta, sebuah bangsa tidaklah eksis dengan sendirinya, tetapi tumbuh atas landasan suatu keyakinan dan sikap batin yang perlu dibina dan dipupuk sepanjang masa.

Cek Artikel:  Welcome Kamala Harris

Terlebih kebangsaan Indonesia, sebagai bangunan politik yang meleburkan aneka ragam identitas ke dalam suatu unit kebangsaan baru, ”Buat mempertahankannya, tiap orang harus berusaha dengan segala tenaga dan kemampuannya,” kata Bung Hatta.

Asa dan peringatan kedua bapak bangsa di atas ialah ‘mantra’ pengingat bagi anak bangsa, khususnya para pemimpin, dalam mengarungi tahun-tahun politik yang menegangkan. Apalagi, telah berlalu masa yang panjang ketika karunia kekayaan dan keindahan negeri ini tak sebanding dengan martabat bangsanya.

Hari ini kita menyaksikan kekayaan alam negeri ini tidak kunjung membawa kemakmuran. Kelimpahan penduduk, yang digadang-gadang bakal membuahkan bonus demografi, tak signifikan memperkuat daya saing. Kemajemukan kebangsaan tidak sepenuhnya memperkuat ketahanan budaya, keberagamaan tak mendorong keinsafan berbudi dan bertoleransi.

Apatah lagi melihat tingkah polah pemimpin yang jauh dari tanda-tanda manusia berjiwa besar. Apa namanya bila ada pemimpin negara dipecat karena kasus asusila? Malu rasanya dengan Bung Karno menyaksikan pemimpin lembaga antirasuah gugur karena tersangkut oleh kasus rasuah. Prihatin mengetahui bahwa nubuat Bung Hatta benar adanya saat mendapati pemimpin lembaga penjaga konstitusi rontok karena mengangkangi konstitusi.

Cek Artikel:  PPP Terpental setelah 10 Pemilu

Tetap tersisakah harapan? Semoga. Semoga dari tangan panitia seleksi calon pimpinan KPK lahir pemimpin berjiwa besar. Semoga dari perhelatan pemilihan umum kepala daerah (pilkada) serentak, tidak muncul manusia berjiwa kerdil sebagaimana diresahkan Bung Hatta.

Semoga gemuruh para petaruh di bursa pencari jabatan bukanlah pertanda pos-pos kenegaraan diisi orang-orang medioker. Derasnya umpatan, sinisme, dan ketidakpercayaan publik pada lembaga-lembaga kenegaraan perlu membuat siapa pun yang menyeleksi calon pemimpin menyadari bahwa itu semua menyiratkan pos-pos kenegaraan dipimpin orang-orang inferior dan kerdil sehingga mesti diakhiri. Semoga dan semoga.

Mungkin Anda Menyukai