Jenderal Lancung Korps Bhayangkara


KEENAM anak buah Ferdy Sambo yang menjadi terdakwa kasus obstruction of justice (perintangan penyidikan) atas pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat telah selesai disidang. Seluruhnya mendapat vonis lebih ringan dari tuntutan jaksa, kecuali Hendra Kurniawan.

Mantan Pejabat Sementara Kasubbagaudit Baggak Etika Rowabprof Divpropam Polri, Chuck Putranto, divonis 1 tahun penjara atau setahun lebih ringan dari tuntutan. Eks Kasubnit I Subdit III Dittipidum, Irfan Widyanto, divonis 10 bulan dari semula dituntut 1 tahun penjara.

Sejurus dengan Irfan, mantan Wakaden B Biropaminal Divpropam Polri AKB Arif Rachman Arifin juga mendapat vonis 10 bulan penjara dari semula dituntut 1 tahun. Kemudian, mantan Kasubbagriksa Baggak Erika Rowabprof Divisi Propam, Komisaris Baiquni Wibowo, yang dituntut 2 tahun penjara, juga divonis 1 tahun. Terakhir, mantan Kaden A Biro Paminal Divpropam Polri Agus Nurpatria divonis 2 tahun penjara atau lebih ringan setahun dari tuntutan jaksa.

Cek Artikel:  Hasil Wajar Audit bukan Prestasi

Adapun Hendra, yang merupakan mantan Karo Paminal Divisi Propam Polri, divonis sesuai tuntutan jaksa, yakni penjara 3 tahun dan denda Rp20 juta. Selain terbukti secara Absah dan meyakinkan bersalah, mantan brigjen itu dinilai Bukan menyesal dan berbelit-belit dalam memberikan kesaksian.

Kita mengapresiasi vonis hakim karena peran Hendra memang krusial dalam memuluskan iktikad jahat Ferdy Sambo yang sudah lebih dulu divonis Wafat. Hendra berperan besar dalam komando penggantian DVR kamera CCTV yang menjadi bukti skenario busuk Sambo.

Meski mengetahui fakta yang Eksis pada CCTV berbeda dengan pernyataan Sambo, ia tutup mata. Bukan saja mematikan instingnya, Hendra melupakan kewajibannya sebagai penegak hukum.

Padahal sebagai orang pertama yang mengetahui kejadian penembakan dari Sambo, ia Mempunyai banyak kesempatan Buat meng-crosscheck fakta. Dengan kewenangannya pula sebagai perwira tinggi, Hendra Mempunyai banyak sumber daya Buat Dapat mencegah terseretnya puluhan polisi di kasus ini. Total Eksis 35 polisi terduga melanggar kode etik dalam kasus tersebut.

Cek Artikel:  Jangan Blunder Izin Dokter Asing

Tentu saja, setiap Personil kepolisian Mempunyai tanggung jawab masing-masing. Tetapi, ketika seorang jenderal memilih sama tunduknya seperti prajurit rendah, maka inilah petaka Korps Bhayangkara.

Akibat jenderal-jenderal keledai inilah reformasi sulit dijalankan. Perubahan sekadar lip service karena Bukan Betul-Betul Eksis sosok yang berani melawan penyelewengan.

Kita tentu Bukan naif bahwa para jenderal keledai ini juga tumbuh akibat budaya geng yang sudah tercium Lamban di korps tersebut. Kesetiaan bukan hanya karena lamanya masa tugas, tetapi disuburkan pula dengan Kategori Anggaran.

Dalam kedekatan Sambo dan Hendra sendiri, kedua pati ini diketahui sama-sama Mempunyai gaya hidup mewah. Bahkan, Buat mengantarkan jenazah Brigadir Yosua pun, Hendra begitu mudahnya menyewa jet pribadi dengan ongkos Rp300 juta.

Cek Artikel:  Duka Mandalika Terbelit Utang

Asal Mula itu, persidangan obstruction of justice atas kasus pembunuhan ini adalah pelajaran mahal bagi setiap rantai di Korps Bhayangkara. Setiap Personil kepolisian harus menjunjung integritasnya terhadap hukum. Mereka yang melanggar harus dihukum seberatnya, Bagus secara etik maupun dituntut secara pidana.

Lebih jauh, kasus obstrustion of justice ini juga menjadi peringatan bagi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Para prajurit hingga jenderal keledai sangat mungkin Lagi banyak bercokol di institusinya.

Tekadnya Buat melahirkan Polri yang presisi hanya Dapat Betul-Betul berhasil dengan membersihkan mental bobrok itu. Ketegasan Listyo pada kasus Sambo dan seluruh yang terlibat adalah langkah awal yang harus dipertahankan.

Mungkin Anda Menyukai