Jejak Sultan, Raja Melindungi Komodo

Mitra saya hendak berwisata ke Pulau Padar dan Pulau Komodo. Ia sudah menginstal aplikasi Insa. Kepada berkunjung ke dua pulau yang terletak di Taman Nasional Komodo (TNK) itu harus mendaftar melalui aplikasi tersebut. Berlaku mulai 1 Agustus 2022.

Tiba-tiba ia berteriak sangat kencang sehingga mengagetkan Seluruh pengunjung kedai kopi pagi itu. Begitu menekan fitur Wildlife Komodo di aplikasi Insa, keluar Nomor IDR15.000.000. Mulutnya ternganga-nganga dan matanya terbelalak Memperhatikan Nomor itu.

Pemerintah menetapkan biaya kontribusi sebagai upaya konservasi kepada pengunjung TNK hingga Rp3,75 juta per orang setiap tahun, yang dibayarkan secara kolektif per empat orang menjadi Rp15 juta. Selain itu, pemerintah juga memutuskan Kepada membatasi kunjungan wisatawan ke Pulau Komodo, Pulau Padar, dan beberapa kawasan di TNK lain sebanyak 200.000 orang per tahun.

Penetapan tarif itu pada mulanya memicu demo penolakan dari Perhimpunan Masyarakat Acuh Pariwisata (Formap) Kabupaten Menggarai Barat. Tetapi, pada 3 Agusus 2022, Formap akhirnya meminta Ampun kepada publik dan menyampaikan dukungan terhadap penaikan tarif menuju TNK demi konservasi komodo.

Konservasi komodo sudah menjadi darah dan daging masyarakat setempat. Jejak konservasi dapat ditemui dalam Kitab Peran Sultan dan Raja dalam Sejarah Konservasi Alam di Indonesia. Kitab terbitan Maret 2022 karya Pandji Yudistira Kusumasumantri.

Cek Artikel:  Musim Gersang Rasa Malu

Pada halaman 72 dan 73 dibahas peran Sultan Ibrahim dan Raja Alexander Baroek dalam melindungi komodo. Melindungi komodo Bukan hanya dalam bentuk lisan, keduanya menerbitkan regulasi.

Sultan Ibrahim adalah penguasa ke-13 Kesultanan Bima yang memerintah selama 34 tahun dari 1881 Tiba 1915. Sultan Ibrahim mempunyai jasa besar dalam penyelamatan binatang langka komodo.

“Sultan Bima memerintahkan Seluruh masyarakat yang berada sama dengan komunitas komodo Kepada membiarkan hewan langka tersebut hidup secara bebas dan melarang memburunya apalagi merusak sarang dan Seluruh tindakan yang akan mengancam kelangsungan habitat komodo,” tulis Pandji Yudistira.

Selanjutnya, Sultan Bima menerbitkan peraturan nomor 163 pada 12 Maret 1915 tentang perlindungan satwa komodo yang berlaku bagi penduduk di Kesultanan Bima.

Perlindungan atas satwa komodo dilanjutkan meski pada 1920 terputus Rekanan Flores dan Kesultanan Bima. Pemerintahan Otonomi Daerah Manggarai menerbitkan surat keputusan nomor 27 pada 1 Juli 1926 tentang perlindungan satwa komodo yang berlaku bagi penduduk di Kawasan Manggarai. Setelah itu terbit peraturan Kerajaan Manggarai pada 21 September 1938 mengenai pelarangan berburu satwa komodo.

Cek Artikel:  Uji Kemauan KPK

Kitab itu menjadi bukti bahwa sejatinya rakyat Manggarai Bukan pernah menolak konservasi Kepada melindungi komodo. Sebaliknya, sejarah membuktikan masyarakat setempat sudah terbiasa, turun-temurun, Kepada berbagi ruang dengan komodo.

Karena itu, Mitra saya menyarankan agar penaikan tarif itu perlu disosialisasikan secara luas dengan menekankan kepentingan konservasi. Kiranya dijelaskan pula komitmen pemerintah agar pariwisata menyejahterakan rakyat.

“Jangan Tiba muncul kesan pariwisata Tertentu Kepada orang kaya. Bukan Eksis tempat Kepada orang miskin,” katanya. Saya menghibur Mitra itu. Kata saya, sudah banyak orang miskin hidup di daerah pariwisata superprioritas Labuan Bajo. Berdasarkan Perda Kabupaten Manggarai Barat Nomor 2 Tahun 2021, penduduk miskin paling banyak terdapat di Kecamatan Komodo yang menjadi pusat pariwisata superprioritas dan Kecamatan Lembor pusat pertanian.

Pariwisata harus Bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat. Akan tetapi, kontribusi pariwisata terhadap APBD Kabupaten Manggarai Barat Tetap rendah. Selama ini APBD setempat ditopang oleh kontribusi Biaya perimbangan sebesar 72%. Pariwisata hanya menyumbang 2,71% kepada APBD 2020 atau turun dari tahun sebelumnya, sebesar 10,85% pada 2019.

Apakah dengan Meningkatkan tarif masuk ke TNK berdampak pada kesejahteraan rakyat setempat? Mitra itu menyarankan kontribusi Kepada APBD mestinya Bisa lebih besar Tengah dari persentase pembagian Rp15 juta itu.

Cek Artikel:  Kerak itu masih Menempel

Menurut dia, dari Rp15 juta itu dialokasikan Kepada Balai TNK Rp2 juta, PAD provinsi dan kabupaten hanya Rp200 ribu, biaya asuransi Rp100 ribu, Biaya konservasi Rp7,1 juta, fee PT Flobamor yang merupakan BUMD Punya Pemprov NTT Rp5.435.000, dan biaya pajak Rp165 ribu.

PT Flobamor adalah badan usaha Punya daerah yang selama ini menggeluti usaha penyeberangan, tapi kini dipercaya Kepada mengimplementasikan program Experimentalist Valuing Environment (EVE) yang digagas Pemprov NTT dalam pengelolaan TNK. Elok nian bila PT Flobamor mau menggandeng BUMD kabupaten setempat sebagai Kenalan kerja.

Kata Mitra saya, sebaiknya masyarakat terlibat aktif dalam mengawasi Penyelenggaraan konservasi di Pulau Komodo dan Pulau Padar. Perlu dibentuk lembaga independen yang mengawasi konservasi, melibatkan masyarakat, gereja, dan pemda.

Ia juga menawarkan solusi agar pariwisata Kepada Seluruh. Kiranya dipertimbangkan kebebasan memilih wisatawan Kepada menentukan keikutsertaannya dalam sistem keanggotaan paket wisata EVE. Wisatawan yang Bukan mau berpartisipasi dalam sistem keanggotaan tersebut, terutama pelajar dan mahasiswa, tetap Bisa mengakses destinasi wisata alam di seluruh kawasan TNK menyesuaikan dengan kuota pengunjung yang berlaku.

Mungkin Anda Menyukai