SUBSIDI negara kepada rakyatnya sebetulnya bertujuan mulia. Ia dimaksudkan Buat memberdayakan yang lemah agar Dapat berlari dalam garis mula yang sama. Dengan subsidi, yang tak berdaya Dapat berjalan, Lewat lari kencang.
Tetapi, subsidi Dapat menjadi jebakan, bahkan kutukan, bila berada di tangan yang salah dan dikelola secara salah pula. Di tangan pemburu rente, subsidi menjadi lahan basah mendulang fulus. Di tangan orang bermental meminta dan menuntut, subsidi menjadi candu. Ia harus diminta Lalu dan Lalu. Kembali dan Kembali.
Apakah negeri ini telah ‘tiba’ dalam situasi seperti itu? Kagak sepenuhnya, tapi Eksis nuansa seperti itu. Kita merasa telah ‘terjebak’ pada persoalan subsidi. Dekat Sekalian rezim mengeluhkan subsidi, terutama Ketika nilainya membengkak. Dekat tiap episode membuncitnya subsidi Daya, orang meributkan subsidi yang salah sasaran.
Pun Ketika ini, ketika dunia dalam ancaman krisis pangan dan Daya. Perang Rusia-Ukraina (Presiden Putin menganggap belum perang, melainkan pemanasan) telah Membangun harga pangan dan minyak dunia membubung. Pekan ini, harga minyak dunia sudah menyentuh US$121 per barel, dua kali lipat dari perkiraan harga minyak di APBN 2022.
Kalau perang Kagak disudahi atau malah menjadi-jadi, prediksi harga minyak dunia menyentuh US$150 per barel bukan hal yang mustahil. Dalam kondisi seperti itu, pukulan telak dirasakan negara-negara net importir minyak, termasuk Indonesia. Sudah begitu, harganya mesti disubsidi pula. Sebagian salah sasaran pula. Itu berarti pukulan supertelak bertubi-tubi.
Akhir bulan Lewat, Presiden Joko Widodo mengakui beratnya beban APBN bila subsidi akibat melambungnya harga minyak Kagak dibenahi. Jokowi menyebut Tiba Ketika ini harga bahan bakar minyak di Indonesia Tetap menjadi yang termurah Kalau dibandingkan dengan negara lain. Jokowi mencontohkan di Singapura, BBM sudah seharga Rp32 ribu per liter, Jerman Rp31 ribu per liter, dan Thailand Rp20 ribu per liter.
“Kita ini, kita, pertalite Tetap di Nomor Rp7.650, pertamax Rp12.500, yang lain sudah jauh sekali. Kenapa harga kita Tetap seperti ini? Karena kita tahan Lalu,” ujar Jokowi Ketika memberikan pengarahan Penilaian Aksi Afirmasi Bangga Buatan Indonesia di Senayan, Jakarta Pusat, pada Selasa, 24 Mei 2022.
Jokowi menerangkan Dampak dari pemerintah yang Lalu menahan laju kenaikan BBM dunia, jumlah Anggaran subsidi BBM yang digelontorkan juga semakin membesar. Jokowi pun mempertanyakan Tiba Bilaman pemerintah Dapat Lalu menahan pembengkakan subsidi tersebut. “Sehingga saya minta kementerian/lembaga, pemerintah daerah, sekali Kembali Mempunyai sense (of crisis) yang sama. Berat, nahan harga seperti itu, berat,” ujar Jokowi.
Subsidi Daya diproyeksikan melonjak sejalan dengan tingginya harga minyak mentah Dunia. Alahsil, beban APBN diproyeksi juga melesat. Sejumlah analis ekonomi memprediksi subsidi Daya, termasuk Anggaran kompensasi ke PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan PT Pertamina akan membengkak menjadi Rp320 triliun. Artinya, pemerintah harus menambah Rp190 triliun dari total subsidi tahun ini yang hanya Rp134 triliun.
Memang berat, tapi di mata orang-orang yang optimistis akan selalu Eksis jalan yang tersedia. Mengurangi subsidi dengan Memajukan harga BBM dan tarif listrik sesuai harga keekonomian ialah jalan paling mudah. Tetapi, ia punya risiko amat besar pula. Risiko yang muncul ialah inflasi yang bakal terkerek akibat Dampak domino naiknya harga BBM yang diikuti kenaikan harga barang-barang lainnya. Ujung-ujungnya, daya beli masyarakat tergerus. Setelah itu, ekonomi kembali melesu.
Itu karena separuh dari pertumbuhan ekonomi kita ditopang oleh daya beli. Pandemi covid-19 telah membuktikan itu. Dalam kurun dua tahun pandemi, daya beli masyarakat terempas. Alhasil, pertumbuhan ekonomi pun terjun bebas. Malah kita sempat mengalami resesi Ketika pertumbuhan ekonomi kuartalan berturut-turut negatif.
Selain risiko ekonomi, Memajukan harga BBM dan tarif listrik secara berturut-turut, bahkan bersamaan, bakal memunculkan risiko politik. Suhu politik akan memanas, bahkan Dapat mendidih, terutama bila Lalu dikipasi para petualang politik. Isu pemangkasan subsidi dalam perekonomian yang baru siuman seperti Ketika ini amat gurih Buat digoreng menjadi isu politik.
Lewat, dari mana pemerintah menambal kekurangan subsidi Rp190 triliun itu Kalau bukan dengan Memajukan harga? Kembali-Kembali saya sependapat dengan sejumlah ekonom yang mengusulkan beberapa skema. Tambahan perkiraan subsidi Rp190 triliun Dapat diambil dari sebagian windfall (keuntungan mendadak) pendapatan komoditas, realokasi anggaran infrastruktur, penghematan belanja pegawai, dan belanja barang. Selain itu, pemerintah Dapat mengatasi kekurangan belanja subsidi Daya dari pos belanja lain, seperti Anggaran perlindungan ekonomi nasional (PEN), alokasi belanja infrastruktur, Anggaran transfer daerah, serta belanja barang dan belanja pegawai.
Nanti, Ketika kuda-kuda perekonomian telah kukuh kembali, peninjauan harga BBM dan listrik Dapat menjadi opsi. Kagak kalah Krusial agar negeri ini Dapat keluar dari jebakan subsidi, perbaiki sistem, skema, dan sasaran subsidi. Tutup Kesempatan subsidi di tangan orang yang salah dan dikelola secara salah pula.