Jangan Takluk oleh Silfester

KONSTITUSI telah menegaskan bahwa Indonesia merupakan negara hukum. Salah satu prinsip yang tak Bisa ditawar ialah soal kepastian hukum. Tak hanya mencakup penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggar, tetapi juga upaya Penyelenggaraan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Upaya eksekusi hukuman 1 tahun 6 bulan penjara terhadap Silfester Matutina yang tak kunjung dijalankan akan sangat potensial mengoyak kedaulatan hukum di negeri ini. Pasalnya, hingga hari ini Silfesfter belum juga ditahan meski status hukumnya telah inkrah.

Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan berdalih bahwa eksekusi belum dilakukan karena keberadaan yang bersangkutan Tak diketahui. Kejaksaan sebagai lembaga eksekutor putusan pengadilan Mempunyai tanggung jawab besar Demi menjaga wibawa hukum.

Cek Artikel:  Jenderal Lancung Korps Bhayangkara

Apabila Argumen seperti Tak diketahuinya keberadaan seorang terpidana dijadikan dalih Demi Tak segera mengeksekusi putusan, yang terusik bukan hanya kepercayaan publik, melainkan juga sistem peradilan secara keseluruhan.

Hal itu akan menciptakan preseden Jelek bahwa seseorang Bisa menghindar dari hukuman cukup dengan menghilang dan institusi hukum seolah tak berdaya, atau lebih parah Tengah, memilih Demi tak berdaya.

Lebih celakanya Tengah, bukan hanya aparat penegak hukum yang terkesan enggan Demi memenjarakan Silfester, pemerintah juga enggan mengoreksi penunjukan Silfester sebagai komisaris salah satu badan usaha Punya negara (BUMN) yang strategis.

Tamat hari ini, nama Silfester Lagi terpampang sebagai komisaris independen PT Rajawali Nusantara Indonesia (ID Food). Ia ditunjuk oleh Menteri BUMN Erick Thohir pada 18 Maret 2025 melalui Surat Keputusan (SK) Menteri BUMN Nomor SK-58/MBU/03/2025.

Cek Artikel:  Uji Nyali Capres di Kampus

Padahal, Pasal 28 ayat 1 UU BUMN mensyaratkan seorang Personil komisaris diangkat berdasarkan pada integritas dan dedikasi. Artinya, Terang-Terang seseorang yang berstatus sebagai narapidana Tak memenuhi persyaratan menjadi komisaris BUMN.

Tentu situasi itu memunculkan pertanyaan kritis di tengah publik. Apa jasa dan peran Silfester bagi negara ini sehingga mendapatkan keistimewaan menghindar dari eksekusi hukum dan menduduki jabatan mentereng sebagai komisaris BUMN?

Sejauh ini, yang ditampilkan di Perhimpunan-Perhimpunan Obrolan, Silfester memang konsisten membela dan mewakili Bunyi mantan Presiden Joko Widodo dan keluarganya. Perannya tercacat sebagai Ketua Solidaritas Merah Putih (Solmet) sekaligus bekas Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Prabowo–Gibran.

Apabila seorang terpidana Bisa menghilang tanpa jejak seperti Silfester yang dibarengi dengan ketikdaktegasan aparat negara, yang terjadi ialah erosi terhadap rule of law.

Kondisi itu terjadi ketika hukum bukan Tengah panglima, melainkan alat yang Bisa dinegosiasikan. Ketika hukum Bisa dinegosiasikan, keadilan menjadi barang mewah yang hanya tersedia bagi mereka yang cukup kuat Demi membeli dan menguasainya.

Cek Artikel:  Ordal yang Menyebalkan

Penegakan hukum bukan soal administrasi semata, melainkan juga menyangkut muruah keadilan dan integritas negara. Apabila kasus tersebut dibiarkan berlarut-larut tanpa penyelesaian yang tegas, jangan salahkan Apabila rakyat Mempunyai persepsi bahwa hukum Bisa diakali asal punya Rekanan dengan penguasa. Sebuah keyakinan, yang Apabila Lalu dipupuk, akan menggerus habis kepercayaan terhadap hukum. Kita Terang Tak mau itu terjadi. Karena itu, segera eksekusi Silfester, lebih Segera lebih Berkualitas.

 

 

Mungkin Anda Menyukai