Jangan Ganggu Prabowo

AKHIR-akhir ini, sejumlah elite kerap berkeluh kesah menghadapi kebisingan dan keributan politik yang tidak kunjung berakhir. Mereka menilai kebisingan itu bisa mengganggu target dan fokus mereka dalam menjalankan misi-misi penting mereka.

Maka, wajar bila Presiden terpilih 2024-2029 Prabowo Subianto meminta kepada pihak-pihak yang tidak mau diajak kerja sama untuk tidak mengganggu pemerintahannya nanti.

Prabowo sadar beratnya beban dan tanggung jawab pemerintahannya ke depan bakal makin berat bila selalu diganggu keributan yang tidak perlu.

Prabowo menginginkan tidak ada lagi rakyat Indonesia yang kelaparan. Prabowo juga bertekad untuk memajukan dan mengamankan kekayaan Indonesia. Maka, ia mengajak siapa pun, baik kawan seiring maupun lawan politik di seberang, untuk bekerja sama dengannya mencapai cita-cita yang ia inginkan.

Cek Artikel:  Pilkada Jangan cuma Ajang Gimik

Bagi yang tidak mau, kata Prabowo, ya jangan mengganggu. Silakan menjadi penonton yang baik. Kita sepakat bahwa membangun negara butuh ketenangan. Semakin tidak gaduh para elite, akan semakin cepat pula pembangunan itu dituntaskan.

Tetapi, bukan berarti semua kegaduhan tidak perlu. Kegaduhan yang bersifat kritik, pengawasan, pembenaran atas langkah yang melenceng, ialah kegaduhan yang perlu. Kegaduhan jenis ini ialah voice, bukan noise. Ibarat obat, voice itu vitamin yang menyehatkan.

Maka, Prabowo mesti memilah-milah mana kegaduhan yang perlu atau voice, dan mana kebisingan yang mengganggu atau noise. Kebisingan atau noise memiliki nada lebih tinggi ketimbang suara biasa alias voice. Selain itu, noise lebih mudah menjadi perhatian publik alias mudah viral ketimbang voice.

Celakanya, di era media sosial yang saat ini tengah berjaya, publik dibuat terbius dan mudah memercayai noise meskipun berisi realitas semu atau bahkan hoaks ketimbang suara yang bersifat menjelaskan dan faktual. Karena itu, pemilahan antara voice dan noise sangat penting.

Cek Artikel:  Manajemen Gagap di Pelabuhan Merak

Memilah bukan berarti meniadakan atau melarang bersuara, melainkan membedakan antara kritik dan sirik. Kritik itu perlu, sirik itulah pengganggu. Apalagi, bukan perkara mudah menjadi pengkritik. Perlu ada niat baik di dalam kritik. Karena, mengkritik sebenarnya hendak memperbaiki, bukannya menjatuhkan apalagi membunuh karakter orang lain.

Mengkritik bukan berarti tidak bersahabat. Karena, sahabat yang baik adalah yang menjaga dan mencegah sahabatnya terjerumus masuk jurang. Meskipun, terkadang kritik harus dilakukan agak keras, akan tetapi kritik dilakukan secara elegan untuk memperkuat kerja pemerintahan. Dapat saja dari lontaran-lontaran kritik itu menjadi ide baru untuk membangun kerja pemerintahan.

Sudah saatnya kita mengakhiri mentalitas sirik dan membuat kebisingan yang hendak mengganggu kerja pemerintahan. Pemerintahan bisa berganti tiap lima tahun, tetapi rakyat dan bangsa Indonesia tidak. Jangan karena ego sebagian elite untuk tampil beda dan bising, rakyat menjadi korban.

Cek Artikel:  Penyesalan Menteri Basuki

Mungkin Anda Menyukai