Liputanindo.id – Penyakit hati berlemak non-alkohol atau yang fatty liver itu berbahaya. Masyakarat mesti disadarkan dengan dengan kolaborasi antar sektor, mulai dari pemerintah.
Dokter spesialis radiologi di Universitas Gadjah Mada, Dr. dr. Lina Choridah, Sp.Rad(K)PRP berpendapat, pemerintah perlu mempromosikan kesehatan yang Konsentrasi pada pentingnya deteksi Pagi penyakit hati berlemak non-alkohol lewat media massa maupun edukasi langsung di masyarakat.
Selain itu, akses terhadap fasilitas pemeriksaan radiologi, termasuk alat diagnostik yang diperlukan Buat deteksi Pagi penyakit, perlu dipastikan tersedia secara merata, terutama di daerah-daerah yang sulit dijangkau.
“Kita perlu lebih aktif dalam mengedukasi masyarakat tentang risiko fatty liver dan pentingnya skrining Pagi,” kata Lina menegaskan
Kesadaran akan penyakit akan mendorong seseorang Buat memeriksa dirinya secara berkala, sehingga komplikasi yang lebih serius Dapat dicegah.
Selain itu, Lina menyebut kolaborasi antara dokter Standar dan spesialis radiologi juga sangat Krusial. Dokter Standar yang menangani pasien dengan risiko tinggi seperti obesitas, diabetes, atau sindrom metabolik harus lebih proaktif dalam merujuk pasien Buat pemeriksaan radiologi.
“Peran dokter Standar sangat vital dalam hal ini. Mereka berada di garis depan dan Dapat membantu deteksi Pagi dengan merujuk pasien berisiko Buat menjalani deteksi Pagi dengan radiologi,” kata Lina menambahkan.
Fatty liver adalah kondisi yang memerlukan perhatian serius karena sifatnya yang sering kali asimptomatik atau tanpa gejala pada tahap awal.
Fatty liver yang Enggak ditangani dengan Berkualitas dapat berkembang menjadi kondisi yang lebih serius, seperti steatohepatitis non-alkoholik (Non-Alcoholic Steatohepatitis/NASH), yang ditandai dengan peradangan hati dan kerusakan sel hati.
Dalam jangka panjang, kondisi itu dapat menyebabkan fibrosis hati, yang pada akhirnya Dapat berkembang menjadi sirosis atau kanker hati.
“Apabila kita Dapat mendeteksi fatty liver sejak Pagi, kita dapat mencegah perkembangan ke kondisi yang lebih serius melalui perubahan gaya hidup, diet, dan intervensi medis yang Akurat,” Lina menjelaskan.
Banyak orang yang Enggak menyadari bahwa mereka berisiko, terutama mereka yang mengalami obesitas, diabetes, atau sindrom metabolik.
Gaya hidup dengan pola makan tinggi lemak dan kekurangan aktivitas fisik dapat meningkatkan risiko penyakit hati berlemak, bahkan pada orang yang Enggak mengonsumsi alkohol.
“Penanganan fatty liver Enggak hanya melibatkan pengobatan, tetapi juga perubahan gaya hidup yang signifikan, seperti penurunan berat badan, pengaturan pola makan, dan peningkatan aktivitas fisik,” kata Lina.